Jumat, 01 Desember 2017

PRINSIP EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.    PENDAHULUAN
Pekerjaan mengevaluasi mempunyai prosedur tersendiri meskipun perlu untuk ditekankan, bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai suatu proses yang kontinu. Suatu kontinu proses yang tidak terputus-putus, tetapi ada gunanya juga mengetahui prosedur apa sajakah yang merupakan titik-titik penghubung dari proses yang bersifat kontinu tadi.
Pengetahuan tentang prosedur ini ditambah dengan pengetahuan tentang fungsi dalam keseluruhan proses evaluasi akan memungkinkan kita memperoleh gambaran yang cukup jelas tentang sistematik pekerjaan evaluasi pada umumnya. Dan kalau bayangan tentang sitematik rangka pekerjaan evaluasi ini sudah ada pada kita, akan lebih memudahkan bagi kita untuk membangunkan suatu sistem evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam suatu lingkungan pendidikan tertentu ataupun untuk menilai, apalagi perlu merevisi sistem evaluasi yang telah berlaku dalam suatu lingkungan pendidikan tertentu.
Dalam melakukan evaluasi  ada beberapa prinsip dan langkah-langkah yang perlu  diperhatikan. Betapapun baiknya prosedur evaluasi diikuti dan sempurnanya teknik evaluasi diterapkan, apabila tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi pun akan kurang dari yang diharapkan.
Evaluasi diberlakukan pada semua satuan dan jenjang pendidikan yang ada mulai dari SD, MI, SMP, MTs, SMA,SMK maupun MA. Dimana setiap satuan pendidikan memiliki ciri yang berbeda baik dalam perencanaan, implementasi maupun laporannya.
Di sekolah kejuruan juga demikian adanya, pendidikan Agama Islam yang diajarkan di sekolah ini pun memiliki kecenderungan yang berbeda, baik dalam kurikulumnya sampai dalam evaluasinya. 

B.     PERMASALAHAN
Dari latar belakang yang disajikan diatas, maka yang akan diangkat menjadi permasalahan pada makalah ini adalah :
1.      Apakah yang dimaksud dengan evaluasi itu ?
2.      Bagaimanakah prinsip evaluasi PAI di Sekolah Kejuruan itu?

C.    PEMBAHASAN
1.      Pengertian Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; At-Taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value, dalam bahasa arab Al- Qimah, dalam bahasa indonesia berarti nilai. Dengan demikian secara harfiyah evaluasi pendidikan diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.[1]
Adapun secara istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila definisi Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) digunakan untuk memberi definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan dengan maksud untuk) atau suatu proses (yang berlangsung dalam rangka) menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.[2]
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 57 Ayat 1, Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. [3] Evaluasi pada dasarnya merupakan “penetapan baik buruk, memadai-kurang memadai (judgement) terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan.”Dengan demikian evaluasi kurikulum berarti “penetapan baik buruk, memadai kurang memadai, atau layak kurang layak terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati sebellumnya dan dapat dipertanggungjawabkan (dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat)”.[4]
Dari pengertian itu dapat ditangkap adanya 3 komponen evaluasi,[5] yaitu :
a.       Deskripsi program pendidikan yang hendak dievaluasi,
b.      Kriteria yang telah disepakati sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan baik perumusannya maupun penerapannya dalam proses evaluasi , dan
c.       Penetapan baik buruk, memadai kurang memadai, layak kurang layak atau sejenisnya yang disebut dengan Judgement.
Oleh karena itu, evaluasi memiliki makna yangberbeda dengan penilaian, pengukuran, ataupun tes.Penilaian, pengukuran, dan evaluasi bersifat hierarki karena evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedang penilaian didahului dengan pengukuran.Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria.Penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedang evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.[6]
Menurut  Ramayulis mengatakan “Evaluasi merupakan suatu proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi guna menetapkan keluasan pencapaian tujuan oleh individu”.[7]
Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakir menyebutkan bahwa “Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Sedangkan Evaluasi Pendidikan Islam adalah suatu taraf untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan Islam”.[8]
Sedangkan menurut A. Heris Hermawan  menyatakan “Evaluasi adalah penilaian, setelah proses penilaian ada hasil. Hasilnya adalah yang kemudian menjadi semacam parameter untuk mengetahui apakah seorang itu berhasil atau tidak.Evaluasi sangat menentukan kualitas”.[9]
Evaluasi Pendidikan adalah suatu proses penilaian dalam mengumpulkan dan menganalisis untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan guna menetapkan  pencapaian suatu tujuan baik untuk pendidik dan peserta didik.
Dalam buku Curriculum Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum yang di dalamnya terdapat tiga makna, yaitu[10]  :
1)      Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai.
2)      Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang dilakukan.
3)      Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
Tujuan utama dari suatu kegiatan evaluasi adalah untuk membuat keputusan sebagaimana yang dikemukakan oleh Taylor yang dikutip oleh Sudaryono bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengembangkan suatu kebijakan yang bertanggungjawab mengenai pendidikan.[11]

2.      Pendidikan Kejuruan
Banyak istilah terkait dengan pendidikan kejuruan antara lain,  vocationaleducation,  technical  education,  professional  education,  dan occupational education.   Huges  sebagaimana  dikutip  oleh  Soeharto mengemukakan vocational  education  (pendidikan  kejuruan adalah  pendidikan  khusus  yang program-programnya  atau  materi  pelajarannya  dipilih  untuk  siapapun  yang tertarik  untuk mempersiapkan  diri  bekerja  sendiri,  atau  untuk  bekerja  sebagai bagian  dari  suatu  grup  kerja.[12]
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah di jenjang pendidikan dan jenis kejuruan dapat bernama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Sesuai dengan bentuknya, sekolah menengah kejuruan menyelenggarakan program-program pendidikan yang disesuaikan dengan jenis-jenis lapangan kerja. 
 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 15 juga menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya.
Memahami pendapat di atas dapat diketahui bahwa pendidikan kejuruan berhubungan dengan mempersiapkan seseorang untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi tenaga kerja.Hal ini meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau pelatihan lebih lanjut yang dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk memasuki atau melanjutkan pekerjaan dalam suatu jabatan yang sah.Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada siswa pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja, sikap mandiri, efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam karirnya sepanjang hayat. Dengan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri.
Sejalan  dengan  pendapat  tersebut dikutip oleh Muliati mengemukakan pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja  pada  satu  kelompok  pekerjaan  atau  satu  bidang  pekerjaan  daripada bidang-bidang  pekerjaan  lain.[13]
Hamalik  mengemukakan  pendidikan kejuruan  adalah  suatu  bentuk  pengembangan  bakat,  pendidikan  dasar keterampilan  dan  kebiasaan-kebiasaan  yang  mengarah  pada  dunia  kerja  yang dipandang  sebagai  latihan  keterampilan.[14]Djohar mengemukakan pendidikan kejuruan adalah suatu program pendidikan yang menyiapkan individupeserta didik menjadi tenaga kerja yang profesional.[15]
Pendidikan  kejuruan  merupakan  pendidikan  menengah  yang mempersiapkan  peserta  didik  terutama  untuk  bekerja  dalam  bidang  tertentu. Pendidikan  vokasi  merupakan  pendidikan  yang  mempersiapkan  peserta  didikuntuk  memiliki  pekerjaan  dengan  keahlian  terapan  tertentu  maksimal  setara program  sarjana.
Landasan yang digunakan untuk  pendidikan kejuruan diantaranya  adalah :
a.       Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah  seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak  sistem pendidikan Indonesia, yang menurut  Undang-Undang  Dasar 1945.
1)      UUD 1945  mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.
2)      UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
3)      Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
4)      PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5)      Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
6)      Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
7)      Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
8)      Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
9)      Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di SMK.
b.      Landasan Filosofis
Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme.Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, maka menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat menyediakan berbagai alternatif pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling tepat adalah pendidikan kejuruan itu sendiri.
Prinsip-prinsip pendidikan kejuruan yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika institusi tersebut melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika institusi tersebut mampu membekali setiap individu memodali minatnya, pengetahuan dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang dapat untung darinya.Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah memiliki pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dimiliki oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja).Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata.Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tersebut.Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan.
Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar.
Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

3.      Prinsip Evaluasi Pendididikan Agama Islam Pada Pendidikan Kejuruan
Abdul Mujid dan Jusuf  Mudzakir mengatakan bahwa ada 3 (tiga) prinsip-prinsip evaluasi yang harus di perhatikan, yaitu;[16]
a.       Prinsip Kesinambungan (Konstinuitas)
Dalam ajaran Islam, sangat diperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang dengan prinsip ini, keputusan yang di ambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil, dan menghasilkan suatu tindakan yang menguntungkan, serta untuk mengetahui perkembangan peserta didik sehingga kegiatan dan kerja peserta didik dapat dilihat melalui penilaian.
b.      Prinsip Menyeluruh (Konprehensif)
Prinsip ini melihat semua aspek, seperti aspek kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab dan sebagainya.
c.       Prinsip Objektivitas
Prinsip ini dilakukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah Swt., memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan.
Prinsip  dan Acuan Evaluasi Kurikulum PAI diantaranya adalah :
a.     Evaluasi Kurikulum merupakan proses berkelanjutan yang menuntut perubahan pada system instruksional di lingkungan sekola/madrasah untuk memenuhi program yang diharapkan.
b.    Evaluasi Kurikulum merupakan proses kerjasama dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
c.     Evaluasi Kurikulum merupakan proses melakukan penilaian dan melaksanakan perbaikan kurikulum.
d.    Evaluasi Kurikulum merupakan proses perbaikan aspek-asoek tertentu dalam system pendidikan yang berlaku.
A. Heris Hermawan  mengatakan ada 5  prinsip evaluasi yang harus diperhatikan, yaitu:[17]
a.       Prinsip Valid (kebenaran suatu data)
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes terpercaya dan shahih. Artinya adanya kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat di pertanggungjawabkan maka data yang akan dihasilkan akan salah dan menghasilkan kesimpulan yang dimilikinya menjadi salah.
b.      Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi tak hanya dilakukan setahun sekali, atau per semester, tetapi dilakukan secara terus-menerus, dimulai dari proses belajar mengajar kemudian memperhatikan peserta didiknya, sehingga peserta didik selesai dari lembaga sekolah. Evaluasi dilakukan secara kesinambungan untuk untuk mengetahui perkembangan peserta didik sehingga kegiatan dan kerja peserta didik dapat dilihat melalui penilaian.
c.       Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Prinsip ini melihat semua aspek, seperti aspek kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab dan sebagainya. Bila hal ini diperlukan, masing-masing bidang diberikan penilaian secara khusus, sehingga peserta didik mengetahui kelebihannya disbanding dengan teman-temannya, karena setiap peserta didik diasumsikan tidak semuanya memiliki mpengetahuan dan keterampilan secara utuh.
d.      Prinsip Bermakna
Evaluasi diharapkan memiliki makna yang segnifikan bagi semua pihak.Untuk itu evaluasi hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
e.       Prinsip Objektivitas
Prinsip ini dilakukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah Swt., memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan.
Sedangkan Ramayulis mengatakan bahwa prinsip evaluasi dibagi menjadi 2, yaitu:[18]
a.       Prinsip Umum
Prinsip umum terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1)      Valid
Evaluasi yang harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes terpercaya atau sahih, artinya adanya kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat di pertanggungjawabkan maka data yang akan dihasilkan akan salah dan menghasilkan kesimpulan yang dimilikinya menjadi salah.
2)      Berorientasi kepada kompetensi
Evaluasi harus memiliki pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang terreflesikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan jerarah.
3)       Berkelanjutan
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat di pantau melalui penilaian.
4)      Menyeluruh
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor serta berdasarkan strategi dan prosedur penilaian dengan berbagi bukti hasil belajar peserta didik yang dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak.
5)      Bermakna
Evaluasi diharapkan memiliki makna yang segnifikan bagi semua pihak.Untuk itu evaluasi hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
6)      Adil dan obyektif
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan dan obyektifitas peserta didik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang etis, budaya.Sebab ketidakadilan dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena merasa dianarkikan.
7)      Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa dan sembunyi-sembunyi.
8)      Ikhlas
Ikhlas ialah, keberhasilan niat atau hati guru atau pendidik, bahwa ia dalam melakukan evaluasi itu dalam rangka efesiensi tercapainya pendidikan dan kepentingan peserta didik itu sendiri.
9)      Praktis
Praktis berarti mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa indicator, seperti; hemat waktu, biaya, tenaga, mudah diadministrasikan mudah menskor dan mengelolahnya, dan mudah ditafsirkan.
10)   Dicatat dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi peserta didik harus secara sistematis dan komperhensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktui dapat digunakan kembali.
b.      Prinsip Khusus
1)      Apapun jenis penilaian yang digunakan harus memungkinkan adanya kesempatan terbaik dan maksimal bagi peserta didik menunjukan kemampuan hasil belajar mereka.
2)      Setiap guru mampu melaksanakan porosedur penilaian, dan penvatatan secara tepat presentasi dan kemampuan hasil belajar yang dicapai peserta didik.
Prinsip evaluasi pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai universal ajaran Islam. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Berkesinambungan (kontinuitas) sebagaimana yang di isyaratkan al Qur’an dalam memutuskan hukum minuman keras dan rentenir (Q.S. alBaqarah: 275-276; 278-279; ar-Rum: 39; al- Baqarah: 219; Muhammad: 15, al- Maidah: 90).
b.      Menyeluruh, menyangkut semua aspek, baik perkataan, perbuatan, dan hati
c.       sanubari (qauliyah, fi’iliyah, dan qalbiyah) termasuk kepribadian, intelegensi, pemahaman, sikap, kedisiplinan, tanggung jawab, pengalaman ilmu sebagai khalifah dan waratsatul al-anabiya’ dan sebagainya.
d.      Objektivitas, dilakukan secara adil, berdasarkan keadaan yang sesungguhnyatanpa dicampuri emosional atau irasional bukan subjektif. Dalam akhlak yang mulia seseorang harus bersifat objektif. Orang yang menilai demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah  Shidiq.
e.       Validitas, evaluasi dilakukan secara keseluruhan (representatif) dan kesanggupan peserta didik mengenal bidang tertentu.
f.       Reabilitas, terukur, dan mudah dimengerti.
g.      Efesiensi, cermat dan tepat.
h.      A’abudiyah, penuh ketulusan, prasangka baik (husnul al-azhan), perbaikan tingkah laku secara positif, dan menutupi rahasia murid.[19] 

D.    KESIMPULAN
Evaluasi memiliki makna yangberbeda dengan penilaian, pengukuran, ataupun tes. Penilaian, pengukuran, dan evaluasi bersifat hierarki karena evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedang penilaian didahului dengan pengukuran.Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria.Penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedang evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya, Pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ada 3 (tiga) prinsip-prinsip evaluasi yang harus di perhatikan, yaitu;
1.      Prinsip Kesinambungan (Konstinuitas)
2.      Prinsip Menyeluruh (Konprehensif)
3.      Prinsip Objektivitas
Ada juga  menyimpulan bahwa prinsip evaluasi yang harus diperhatikan, diantaranya adalah :
1.      Prinsip Valid (kebenaran suatu data)
2.      Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
3.      Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
4.      Prinsip Bermakna
5.      Prinsip Objektivitas
DAFTAR PUSTAKA

A. Heris Hermawan, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Ilmiah, 2008
Abdul Majid dan Jusuf Mudzakir, Ilmu PendidikanIslam, Jakarta:Kencana Prenida Media, 2010,
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015
Djohar, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,  Bandung: Pedagogiana Press, 2007.
Jurnal: M. Nazar Al Masri, Evaluasi Menurut Filsafat Pendidikan Islam, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014, STAI AL AZHAR Pekanbaru
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003).
Muliati  A.M.,   Evaluasi  Program  Pendidikan  Sistem  Ganda:  Suatu Penelitian  Evaluatif  berdasarkan  Stake’s  Countenance  Model  Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda pada sebuah SMK di Sulawesi Selatan (2005/2007), 2007
Oemar Hamalik,  Pendidikan  Tenaga  Kerja  Nasional:  Kejuruan, Kewirausahaan dan Manajemen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990
Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta : Azzagrafika, 2013)
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta:Kalam Mulia,2008,
Soeharto, Desain  Instruksional  sebuah  Pendekatan  Praktis  untuk Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,  Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,  Direktorat  Jenderal  Pendidkan  Tinggi,  Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta, 2012, Graha Ilmu,       
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi



[1]    Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015, hlm. 1.
[2]Ibid, hlm. 2.
[3]Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
[4]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), Hlm. 187.
[5]Ibid, hal 188
[6]Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta : Azzagrafika, 2013), Hal. 146-147.
[7]    Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta:Kalam Mulia,2008,  hlm. 332.
[8]Abdul Majid dan Jusuf Mudzakir, Ilmu PendidikanIslam, Jakarta:Kencana Prenida Media, 2010, hlm. 211.
[9]A. Heris Hermawan, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Ilmiah, 2008, hlm. 177.
[10]Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum., Bandung, 1990, Remaja Rosdakarya Offset,      hlm. 253
[11]Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta, 2012, Graha Ilmu,        hlm. 50.
[12]Soeharto, Desain  Instruksional  sebuah  Pendekatan  Praktis  untuk Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,  Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,  Direktorat  Jenderal  Pendidkan  Tinggi,  Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988, hlm. 1.
[13]    Muliati  A.M.,   Evaluasi  Program  Pendidikan  Sistem  Ganda:  Suatu Penelitian  Evaluatif  berdasarkan  Stake’s  Countenance  Model  Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda pada sebuah SMK di Sulawesi Selatan (2005/2007), 2007, hlm. 7.
[14]    Oemar Hamalik,  Pendidikan  Tenaga  Kerja  Nasional:  Kejuruan, Kewirausahaan dan Manajemen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hlm. 24.
[15]Djohar,Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,  Bandung: Pedagogiana Press, 2007,  hlm. 1285.
[16]Abdul Majid dan Jusuf Mudzakir, Ilmu PendidikanIslam, Jakarta:Kencana Prenida Media, 2010, hlm. 214.
[17]    A. Heris Hermawan, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Ilmiah, 2008, hlm. 186.
[18]     Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta:Kalam Mulia,2008,  hlm. 332.
[19]    Jurnal: M. Nazar Al Masri, Evaluasi Menurut Filsafat Pendidikan Islam, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014, STAI AL AZHAR Pekanbaru, hlm. 236.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.     PENDAHULUAN Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara...