A.
PENDAHULUAN
Pekerjaan mengevaluasi mempunyai prosedur tersendiri meskipun perlu untuk
ditekankan, bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai
suatu proses yang kontinu. Suatu kontinu proses yang tidak terputus-putus,
tetapi ada gunanya juga mengetahui prosedur apa sajakah yang merupakan
titik-titik penghubung dari proses yang bersifat kontinu tadi.
Pengetahuan tentang prosedur ini ditambah dengan pengetahuan tentang fungsi
dalam keseluruhan proses evaluasi akan memungkinkan kita memperoleh gambaran
yang cukup jelas tentang sistematik pekerjaan evaluasi pada umumnya. Dan kalau
bayangan tentang sitematik rangka pekerjaan evaluasi ini sudah ada pada kita,
akan lebih memudahkan bagi kita untuk membangunkan suatu sistem evaluasi yang
dapat dipertanggungjawabkan dalam suatu lingkungan pendidikan tertentu ataupun
untuk menilai, apalagi perlu merevisi sistem evaluasi yang telah berlaku dalam
suatu lingkungan pendidikan tertentu.
Dalam melakukan evaluasi ada beberapa prinsip dan langkah-langkah
yang perlu diperhatikan. Betapapun baiknya prosedur evaluasi diikuti dan
sempurnanya teknik evaluasi diterapkan, apabila tidak dipadukan dengan
prinsip-prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi pun akan kurang dari yang
diharapkan.
Evaluasi diberlakukan pada semua satuan dan jenjang pendidikan yang ada
mulai dari SD, MI, SMP, MTs, SMA,SMK maupun MA. Dimana setiap satuan pendidikan
memiliki ciri yang berbeda baik dalam perencanaan, implementasi maupun
laporannya.
Di sekolah kejuruan juga demikian adanya, pendidikan Agama Islam yang
diajarkan di sekolah ini pun memiliki kecenderungan yang berbeda, baik dalam
kurikulumnya sampai dalam evaluasinya.
B.
PERMASALAHAN
Dari latar belakang yang disajikan diatas, maka yang akan diangkat
menjadi permasalahan pada makalah ini adalah :
1.
Apakah
yang dimaksud dengan evaluasi itu ?
2.
Bagaimanakah
prinsip evaluasi PAI di Sekolah Kejuruan itu?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Evaluasi
Secara
harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam
bahasa Arab; At-Taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian.
Akar katanya adalah value, dalam bahasa arab Al- Qimah, dalam
bahasa indonesia berarti nilai. Dengan demikian secara harfiyah evaluasi
pendidikan diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian
mengenai hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.[1]
Adapun
secara istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown
(1977) evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu. Apabila definisi Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977)
digunakan untuk memberi definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi
pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai suatu tindakan atau kegiatan
(yang dilaksanakan dengan maksud untuk) atau suatu proses (yang berlangsung
dalam rangka) menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan
(yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan
pendidikan). Atau singkatnya evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses
penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.[2]
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal
57 Ayat 1, Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. [3] Evaluasi
pada dasarnya merupakan “penetapan baik buruk, memadai-kurang memadai
(judgement) terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang disepakati
sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan.”Dengan demikian evaluasi kurikulum
berarti “penetapan baik buruk, memadai kurang memadai, atau layak kurang layak
terhadap program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan
kriteria tertentu yang disepakati sebellumnya dan dapat dipertanggungjawabkan
(dalam arti kriteria itu bersifat sistematis, deskripsi lengkap dan tepat)”.[4]
Dari
pengertian itu dapat ditangkap adanya 3 komponen evaluasi,[5]
yaitu :
a.
Deskripsi program pendidikan yang
hendak dievaluasi,
b.
Kriteria yang telah disepakati
sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan baik perumusannya maupun
penerapannya dalam proses evaluasi , dan
c.
Penetapan baik buruk, memadai kurang
memadai, layak kurang layak atau sejenisnya yang disebut dengan Judgement.
Oleh karena itu, evaluasi memiliki makna yangberbeda
dengan penilaian, pengukuran, ataupun tes.Penilaian, pengukuran, dan evaluasi
bersifat hierarki karena evaluasi didahului dengan penilaian (assessment),
sedang penilaian didahului dengan pengukuran.Pengukuran diartikan sebagai
kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria.Penilaian (assessment) merupakan
kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedang evaluasi
merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.[6]
Menurut Ramayulis mengatakan “Evaluasi merupakan suatu proses
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi guna menetapkan
keluasan pencapaian tujuan oleh individu”.[7]
Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakir menyebutkan bahwa “Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan,
dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan. Sedangkan Evaluasi
Pendidikan Islam adalah suatu taraf untuk menentukan taraf kemajuan suatu
aktivitas di dalam pendidikan Islam”.[8]
Sedangkan menurut A. Heris Hermawan menyatakan “Evaluasi adalah
penilaian, setelah proses penilaian ada hasil. Hasilnya adalah yang kemudian
menjadi semacam parameter untuk mengetahui apakah seorang itu berhasil atau
tidak.Evaluasi sangat menentukan kualitas”.[9]
Evaluasi Pendidikan adalah suatu proses penilaian dalam mengumpulkan dan
menganalisis untuk menentukan taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam
pendidikan guna menetapkan pencapaian suatu tujuan baik untuk pendidik
dan peserta didik.
Dalam
buku Curriculum Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi
adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum yang di
dalamnya terdapat tiga makna, yaitu[10] :
1) Evaluasi
tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai.
2) Untuk
mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang
dilakukan.
3) Evaluasi
harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
Tujuan utama dari suatu kegiatan evaluasi adalah untuk membuat
keputusan sebagaimana yang dikemukakan oleh Taylor yang dikutip oleh Sudaryono
bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengembangkan suatu kebijakan yang
bertanggungjawab mengenai pendidikan.[11]
2.
Pendidikan Kejuruan
Banyak istilah terkait dengan pendidikan kejuruan antara lain, vocationaleducation, technical
education, professional education, dan occupational education. Huges
sebagaimana dikutip oleh
Soeharto mengemukakan vocational
education (pendidikan kejuruan adalah pendidikan
khusus yang
program-programnya atau materi
pelajarannya dipilih untuk
siapapun yang tertarik untuk mempersiapkan diri
bekerja sendiri, atau
untuk bekerja sebagai bagian dari
suatu grup kerja.[12]
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah
sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah di
jenjang pendidikan dan jenis kejuruan dapat bernama Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Pendidikan menengah
kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki
lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Sesuai dengan bentuknya,
sekolah menengah kejuruan menyelenggarakan program-program pendidikan yang
disesuaikan dengan jenis-jenis lapangan kerja.
Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 pasal 15 juga menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menghubungkan, menjodohkan, melatih
manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk dapat memasuki dan berkembang
pada dunia kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki
kehidupannya.
Memahami
pendapat di atas dapat diketahui bahwa pendidikan kejuruan berhubungan dengan
mempersiapkan seseorang untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi
tenaga kerja.Hal ini meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau
pelatihan lebih lanjut yang dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk
memasuki atau melanjutkan pekerjaan dalam suatu jabatan yang sah.Dari beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan pendidikan kejuruan adalah bagian dari
sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki
keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja
dan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada
siswa pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja,
sikap mandiri, efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam
karirnya sepanjang hayat. Dengan
kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat
menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri.
Sejalan dengan pendapat
tersebut dikutip oleh Muliati mengemukakan pendidikan kejuruan adalah
bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu
bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau
satu bidang pekerjaan
daripada bidang-bidang
pekerjaan lain.[13]
Hamalik mengemukakan pendidikan kejuruan adalah
suatu bentuk pengembangan
bakat, pendidikan dasar keterampilan dan
kebiasaan-kebiasaan yang mengarah
pada dunia kerja
yang dipandang sebagai latihan
keterampilan.[14]Djohar
mengemukakan pendidikan kejuruan adalah suatu program pendidikan yang
menyiapkan individupeserta didik menjadi tenaga kerja yang profesional.[15]
Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta
didik terutama untuk
bekerja dalam bidang
tertentu. Pendidikan vokasi merupakan
pendidikan yang mempersiapkan
peserta didikuntuk memiliki
pekerjaan dengan keahlian
terapan tertentu maksimal
setara program sarjana.
Landasan yang digunakan untuk
pendidikan kejuruan diantaranya
adalah :
a.
Landasan
Yuridis
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep
peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan
Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945.
1)
UUD 1945 mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan
sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.
2)
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa
SMK merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama
dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan
pemerintah melalui BSNP.
3)
Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda
di SMK.
4)
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5)
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
6)
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
7)
Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
8)
Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
9)
Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di SMK.
b.
Landasan
Filosofis
Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan
keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme.Eksistensialisme
berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia
untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik,
sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Filosofi memandang pendidikan
kejuruan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk
bekerja atau mandiri, maka menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling
tepat adalah pendidikan kejuruan itu sendiri.
Prinsip-prinsip pendidikan
kejuruan yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
Pendidikan
kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika
lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.Pendidikan kejuruan yang efektif hanya
dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan
mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika institusi tersebut melatih seseorang
dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan
itu sendiri.
Pendidikan kejuruan akan efektif jika institusi tersebut mampu membekali
setiap individu memodali minatnya, pengetahuan dan keterampilannya pada tingkat
yang paling tinggi.
Pendidikan
kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat
diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang
dapat untung darinya.Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan
untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan
sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
Pendidikan
kejuruan akan efektif jika gurunya telah memiliki pengalaman yang sukses dalam
penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan
dilakukan.Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dimiliki oleh
seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
Pendidikan
kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar
kerja).Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika
pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata.Sumber yang dapat dipercaya untuk
mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tersebut.Setiap okupasi mempunyai
ciri-ciri isi (body of content) yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Pendidikan
kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan
kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika
dilakukan lewat pengajaran kejuruan.
Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan
hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta
didik tersebut.Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan
mengalir daripada kaku dan terstandar.
Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka
pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
3.
Prinsip Evaluasi Pendididikan Agama Islam Pada Pendidikan Kejuruan
Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakir mengatakan bahwa ada 3 (tiga)
prinsip-prinsip evaluasi yang harus di perhatikan, yaitu;[16]
a.
Prinsip Kesinambungan (Konstinuitas)
Dalam ajaran
Islam, sangat diperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang dengan
prinsip ini, keputusan yang di ambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil,
dan menghasilkan suatu tindakan yang menguntungkan, serta untuk mengetahui
perkembangan peserta didik sehingga kegiatan dan kerja peserta didik dapat
dilihat melalui penilaian.
b.
Prinsip Menyeluruh (Konprehensif)
Prinsip ini melihat semua aspek, seperti aspek
kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja
sama, tanggung jawab dan sebagainya.
c.
Prinsip Objektivitas
Prinsip ini
dilakukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh
hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah Swt., memerintahkan agar
seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian
ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan.
Prinsip
dan Acuan Evaluasi Kurikulum PAI diantaranya adalah :
a. Evaluasi Kurikulum merupakan
proses berkelanjutan yang menuntut perubahan pada system instruksional di
lingkungan sekola/madrasah untuk memenuhi program yang diharapkan.
b. Evaluasi Kurikulum merupakan
proses kerjasama dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
c. Evaluasi Kurikulum merupakan
proses melakukan penilaian dan melaksanakan perbaikan kurikulum.
d. Evaluasi Kurikulum merupakan
proses perbaikan aspek-asoek tertentu dalam system pendidikan yang berlaku.
a.
Prinsip Valid (kebenaran suatu data)
Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes
terpercaya dan shahih. Artinya adanya kesesuaian alat ukur dengan fungsi
pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan
yang dapat di pertanggungjawabkan maka data yang akan dihasilkan akan salah dan
menghasilkan kesimpulan yang dimilikinya menjadi salah.
b.
Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi tak hanya dilakukan setahun sekali, atau per semester, tetapi
dilakukan secara terus-menerus, dimulai dari proses belajar mengajar kemudian
memperhatikan peserta didiknya, sehingga peserta didik selesai dari lembaga
sekolah. Evaluasi dilakukan secara kesinambungan untuk untuk mengetahui
perkembangan peserta didik sehingga kegiatan dan kerja peserta didik dapat
dilihat melalui penilaian.
c.
Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Prinsip ini
melihat semua aspek, seperti aspek kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman,
ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab dan sebagainya. Bila hal ini diperlukan, masing-masing bidang diberikan penilaian secara
khusus, sehingga peserta didik mengetahui kelebihannya disbanding dengan
teman-temannya, karena setiap peserta didik diasumsikan tidak semuanya memiliki
mpengetahuan dan keterampilan secara utuh.
d.
Prinsip Bermakna
Evaluasi
diharapkan memiliki makna yang segnifikan bagi semua pihak.Untuk itu evaluasi
hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
e.
Prinsip Objektivitas
Prinsip ini dilakukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh
dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional. Allah Swt.,
memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan
karena kebencian ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan.
Sedangkan Ramayulis mengatakan bahwa prinsip evaluasi dibagi menjadi 2,
yaitu:[18]
a.
Prinsip Umum
Prinsip umum terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1)
Valid
Evaluasi yang harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan
jenis tes terpercaya atau sahih, artinya adanya kesesuaian alat ukur dengan
fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki
kesahihan yang dapat di pertanggungjawabkan maka data yang akan dihasilkan akan
salah dan menghasilkan kesimpulan yang dimilikinya menjadi salah.
2)
Berorientasi kepada kompetensi
Evaluasi harus memiliki pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi
seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang terreflesikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam berpijak pada kompetensi ini, maka
ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan
jerarah.
3)
Berkelanjutan
Evaluasi
harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui
secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja
peserta didik dapat di pantau melalui penilaian.
4)
Menyeluruh
Evaluasi
harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor serta berdasarkan strategi dan prosedur penilaian dengan berbagi
bukti hasil belajar peserta didik yang dapat dipertanggung jawabkan kepada
semua pihak.
5)
Bermakna
Evaluasi
diharapkan memiliki makna yang segnifikan bagi semua pihak.Untuk itu evaluasi
hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
6)
Adil dan obyektif
Evaluasi
harus mempertimbangkan rasa keadilan dan obyektifitas peserta didik, tanpa
membedakan jenis kelamin, latar belakang etis, budaya.Sebab ketidakadilan dalam
penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena
merasa dianarkikan.
7)
Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
tanpa ada rekayasa dan sembunyi-sembunyi.
8)
Ikhlas
Ikhlas ialah, keberhasilan niat atau hati guru atau pendidik, bahwa ia
dalam melakukan evaluasi itu dalam rangka efesiensi tercapainya pendidikan dan
kepentingan peserta didik itu sendiri.
9)
Praktis
Praktis berarti mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa
indicator, seperti; hemat waktu, biaya, tenaga, mudah diadministrasikan mudah
menskor dan mengelolahnya, dan mudah ditafsirkan.
10) Dicatat dan akurat
Hasil dari setiap evaluasi peserta didik harus secara sistematis dan
komperhensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktui dapat digunakan
kembali.
b.
Prinsip Khusus
1)
Apapun jenis penilaian yang digunakan harus memungkinkan adanya kesempatan
terbaik dan maksimal bagi peserta didik menunjukan kemampuan hasil belajar
mereka.
2)
Setiap guru mampu melaksanakan porosedur penilaian, dan penvatatan secara
tepat presentasi dan kemampuan hasil belajar yang dicapai peserta didik.
Prinsip
evaluasi pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai universal ajaran Islam. Prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Berkesinambungan (kontinuitas)
sebagaimana yang di isyaratkan al Qur’an dalam memutuskan hukum minuman keras
dan rentenir (Q.S. alBaqarah: 275-276; 278-279; ar-Rum: 39; al- Baqarah: 219;
Muhammad: 15, al- Maidah: 90).
b.
Menyeluruh, menyangkut semua aspek,
baik perkataan, perbuatan, dan hati
c.
sanubari (qauliyah, fi’iliyah, dan
qalbiyah) termasuk kepribadian, intelegensi, pemahaman, sikap, kedisiplinan,
tanggung jawab, pengalaman ilmu sebagai khalifah dan waratsatul al-anabiya’ dan
sebagainya.
d.
Objektivitas, dilakukan secara adil,
berdasarkan keadaan yang sesungguhnyatanpa dicampuri emosional atau irasional
bukan subjektif. Dalam akhlak yang mulia seseorang harus bersifat objektif.
Orang yang menilai demikian dalam agama Islam dikenal dengan istilah Shidiq.
e.
Validitas, evaluasi dilakukan secara
keseluruhan (representatif) dan kesanggupan peserta didik mengenal bidang
tertentu.
f.
Reabilitas, terukur, dan mudah
dimengerti.
g.
Efesiensi, cermat dan tepat.
h.
A’abudiyah, penuh ketulusan,
prasangka baik (husnul al-azhan), perbaikan tingkah laku secara positif, dan
menutupi rahasia murid.[19]
D.
KESIMPULAN
Evaluasi memiliki makna yangberbeda
dengan penilaian, pengukuran, ataupun tes. Penilaian, pengukuran, dan evaluasi
bersifat hierarki karena evaluasi didahului dengan penilaian (assessment),
sedang penilaian didahului dengan pengukuran.Pengukuran diartikan sebagai
kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria.Penilaian (assessment) merupakan
kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedang evaluasi
merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.
Pendidikan kejuruan adalah
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang
menghubungkan, menjodohkan, melatih manusia agar memiliki kebiasaan bekerja
untuk dapat memasuki dan berkembang pada dunia kerja (industri), sehingga dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kehidupannya, Pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang
bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan
sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan
potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Ada 3 (tiga) prinsip-prinsip evaluasi yang harus di perhatikan, yaitu;
1.
Prinsip Kesinambungan (Konstinuitas)
2.
Prinsip Menyeluruh (Konprehensif)
3.
Prinsip Objektivitas
Ada juga menyimpulan bahwa prinsip evaluasi yang harus diperhatikan, diantaranya adalah :
1.
Prinsip Valid (kebenaran suatu data)
2.
Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
3.
Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
4.
Prinsip Bermakna
5.
Prinsip Objektivitas
DAFTAR PUSTAKA
A. Heris Hermawan, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka
Ilmiah, 2008
Abdul Majid dan Jusuf Mudzakir, Ilmu PendidikanIslam, Jakarta:Kencana
Prenida Media, 2010,
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2015
Djohar, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Dalam Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan, Bandung:
Pedagogiana Press, 2007.
Jurnal: M. Nazar Al Masri, Evaluasi Menurut Filsafat Pendidikan
Islam, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014, STAI AL AZHAR Pekanbaru
Muhaimin, Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003).
Muliati A.M., Evaluasi
Program Pendidikan Sistem
Ganda: Suatu Penelitian Evaluatif
berdasarkan Stake’s Countenance
Model Mengenai Program Pendidikan
Sistem Ganda pada sebuah SMK di Sulawesi Selatan (2005/2007), 2007
Oemar Hamalik, Pendidikan Tenaga
Kerja Nasional: Kejuruan, Kewirausahaan dan Manajemen,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990
Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta
: Azzagrafika, 2013)
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta:Kalam
Mulia,2008,
Soeharto, Desain
Instruksional sebuah Pendekatan
Praktis untuk Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidkan
Tinggi, Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta,
2012, Graha Ilmu,
Undang-Undang Republik
Indonesia No.20 Tahun 2003 Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tentang
Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
[1] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015, hlm. 1.
[3]Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003
Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tentang Evaluasi, Akreditasi, dan
Sertifikasi
[6]Rahmat Raharjo, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Yogyakarta : Azzagrafika, 2013), Hal. 146-147.
[7] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama
Islam, Jakarta:Kalam Mulia,2008,
hlm. 332.
[8]Abdul Majid dan Jusuf Mudzakir, Ilmu PendidikanIslam,
Jakarta:Kencana Prenida Media, 2010, hlm. 211.
[9]A. Heris
Hermawan, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Ilmiah, 2008, hlm.
177.
[11]Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta,
2012, Graha Ilmu, hlm. 50.
[12]Soeharto, Desain Instruksional
sebuah Pendekatan Praktis
untuk Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidkan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan, 1988, hlm. 1.
[13] Muliati
A.M., Evaluasi Program
Pendidikan Sistem Ganda:
Suatu Penelitian Evaluatif berdasarkan
Stake’s Countenance Model
Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda pada sebuah SMK di Sulawesi
Selatan (2005/2007), 2007, hlm. 7.
[14] Oemar Hamalik, Pendidikan
Tenaga Kerja Nasional:
Kejuruan, Kewirausahaan dan Manajemen, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1990, hlm. 24.
[15]Djohar,Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan Dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: Pedagogiana Press, 2007, hlm. 1285.
[16]Abdul Majid dan Jusuf
Mudzakir, Ilmu PendidikanIslam, Jakarta:Kencana Prenida Media, 2010,
hlm. 214.
[17] A. Heris Hermawan, Ilmu Pendidikan
Islam, Bandung:Pustaka Ilmiah, 2008, hlm. 186.
[18] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama
Islam, Jakarta:Kalam Mulia,2008,
hlm. 332.
[19] Jurnal: M. Nazar Al Masri, Evaluasi
Menurut Filsafat Pendidikan Islam, Vol.17, No.2 Juli-Desember 2014, STAI AL
AZHAR Pekanbaru, hlm. 236.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar