I.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Madrasah dalam
konteks Indonesia, pada dasarnya merupakan fenomena modern yang baru muncul
pada abad 20 M, karena pada masa awal masuk dan berkembangnya Islam, masyarakat
Islam masih menggunakan rumah-rumah, langgar, surau, masjid dan kemudian
berkembang menjadi pesantren sebagai tempat belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah di
Indonesia lahir sebagai hasil tarik menarik antara pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam pada masa awal yang sudah ada di satu sisi dengan pendidikan
modern (umum) disisi lain.[1]
Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai
pegangan guna mencapai suatu tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya
berupa ide, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang mau
dibentuk. Dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman pelaksanakan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan pendidikan tertentu. [2]
Dikarenakan pendidikan Islam
merupakan subsistem dari pendidikan nasional, maka ketika pendidikan nasional
mengalami pengembangan kurikulum, maka secara otomatis pendidikan Islam akan
menyesuaikan dengan kurikulum terbaru. Dengan semangat pembaruan dan
pengembangan kurikulum banyak sekali para pemikir Islam yang menawarkan konsep
pengembangan kurikulum pendidikan Islam.[3]
b.
Permasalahan
1.
Bagaimana
Kurikulum yang berlaku pada Madrasah di Indonesia ?
2.
Bagaimana
Perkembangan Kurikulum Madrasah sebelum kemerdekaan Indonesia?
3.
Bagaimana
Perkembangan Kurikulum madrasah setelah kemerdekaan sampai sekarang?
II.
PEMBAHASAN MASALAH
A.
KURIKULUM YANG BERLAKU PADA MADRASAH DI INDONESIA
Kurikulum berasal dari
bahasa latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah
berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas
finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa belajar
sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri,
dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.[4]
Dalam Undang - undang No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dan dalam pasal selanjutnya di
jelaskan bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan
iman dan takwa, akhlak mulia, potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman
potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional,
tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
agama, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.[5]
Kurikulum merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran. Dapat kita bayangkan
bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang
tidak memiliki kurikulum. Dengan berpedoman pada kurikulum interaksi pendidikan
anntara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung pada ruang
hampa, tetapi terjadi pada ruang tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan
fisik, alam, sosial budaya, ekonomi,
politik dan relegi.[6]
Dalam perspektif Pendidikan
Islam, kurikulum merupakan materi yang diajarkan oleh guru pada siswa yang
tersusun secara sistematis dengan yang hendak dicapai yaitu tujuan pendidikan
Islam. Dalam konteks pendidikan kurikulum (manhaj) sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau
guru latih dengan orang-orang yang dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterapilan, dan
sikap mereka serta nilai-nilai.[7]
Dalam Islam kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah
Islam sebab apabila aqidah Islam sudah menjadi azas yang mendasari kehidupan
kehidupan seorang muslim, azas bagi
negaranya azas bagi hubungan kehidupan sesama muslim, asas bagi aturan dan
masyarakat umumnya maka seluruh pengetahuan yang diterima oleh seorang muslim
harus berdasarkan aqidah Islam juga. Hal itu berupa pengetahuan yang berkaitan
dengan kehidupan pribadi, hubungan antar sesama muslim, masalah-masalah politik
dan kenegaraan atau masalah apapun yang ada kaitannya dengan kehidupan dunia
dan kehidupan akhirat. [8]
Kurikulum yang berlaku di
madrasah sangat identetik dengan apa yang disebut dengan kurikulum Pendidikan
Agama Islam ( PAI ) .
Adapun dasar pelaksanaan
pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa aspek diantaranya :
1.
Aspek Normatif
Aspek normatif yang dipakai adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahah al mursalah,
istihsan, qiyas dan sebagainya. Banyak ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang secara
langsung maupun tidak langsung mewajibkan umat manusia melaksanakan pendidikan,
khususnya pendidikan agama. Adapun pelaksanaan pendidikan agama Islam itu
ditujukan kepada :
a.
Kewajiban
orang tua mendidik anaknya
b. Kewajiban bagi setiap orang Islam untuk
belajar agama.
c. Kewajiban mengajarkan agama kepada orang
lain.
2.
Apek Psikologis
Psikologis
yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal
ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak
tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Manusia
merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya zat yang
Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan. Hal
ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun modern, mereka akan
merasa tenang dan tentram apabila dapat mendekat dan mengabdi pada zat yang
Maha kuasa.
3.
Aspek Historis
Pendidikan
agama Islam tumbuh dan berkembang bersamaan dengan datangnya Islam. Hal ini
terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang mendakwahkan ajaran Islam kepada
masyarakat sekitarnya yang dimulai dari keluarga dekat beliau. Pada tahap awal
antara dakwah dan pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan karena tugas utama
Nabi adalah dakwah (menyeru) manusia agar masuk Islam. Islam harus disampaikan
agar dipahami, dihayati sampai diamalkan karena dalam pendidikan Islam juga
mencakup area kognitif, afektif dan psikomotorik.[9]
4.
Aspek Yuridis
Karena
Indonesia adalah negara hukum maka seluruh aspek kehidupan termasuk kegiatan
pendidikan agama didasarkan pada hukum (perundang-undangan) yang berlaku. Dalam
hal ini ada 2 dasar operasional :
a.
Dasar
Idiil, yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama: ketuhanan yang Maha
Esa.
b.
Dasar
Operasional yaitu PP. Republik Indonesia
No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan ( 7 ) Bab III Pasal
7 isinya yaitu :
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD / MI / SDLB / PaketA, SMP / MTs / SMPLB / Paket B , SMA / MA / SMALB / Paket
C, SMK / MAK atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pegetahuan
dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang hendak dicapai
oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan agama Islam karena mendidik anak
yang pertama ditanamkan terlebih dahulu adalah keimanan yang teguh sehingga
akan menghasilkan kekuatan untuk menjalankan kewajiban agamanya.
Ada
beberapa pendapat tentang tujuan PAI adalah sebagai berikut :
1. Imam Ghozali berpendapat bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Alloh, bukan untuk
mencari pangkat dan kemewahan. Tujuan siswa dalam pendidikan, bukan semata –
mata untuk mencari kekuasaan, uang, kehormatan atau kesombongan, tapi untuk
pendidikan budi pekerti atau moral.
2. Prof. Dr. Muchtar Yahya berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam ada 4 yaitu :
1) Memahami ajaran agama
2) Keluhuran budi pekerti
3) Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
4) Persiapan untuk bekerja.
Menurut Hery Noer Aly dan Munzier tujuan pendidikan Islam ada dua
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan agama Islam adalah
berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertakwa, dan beribadah dengan
baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sedangkan tujuan pendidikan Islam khusus adalah sebagai berikut :
1. Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan segenap dimensi
perkembangannya; rokhaniah, emosional, social intelektual dan fisik.
2. Mendidik anggota kelompok social yang saleh, baik dalam keluarga
maupun masyarakat muslim.
3. Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang besar.
Landasan
kurikulum pendidikan Islam mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Landasan
Agama
Tujuan
akhir dari kurikulum pendidikan Islam harus dapat membina peserta didik agar
memiliki iman yang kokoh berpegang teguh terhadap ajaran agama berakhlak mulia
dan melengkapinya dngan ilmu-ilmu atau keterampilan yang bermanfaat didunia dan
akhirat.
2.
Landasan
Filosofis
Dasar
filosofis kurikulum pendidikan Islam adalah wahyu Allah SWT dan tuntunan Nabi
Muhammad SAW serta dari para ulama
terdahulu
3.
Landasan
Psikologis
Kurikulum
dalam pendidikan Islam harus sesuai dengan tingkatan perkembangan peserta didik
berikut dengan kematangannya.
4.
Landasan
Sosial
Kurikulum
pendidikan Islam harus turut serta dalam proses kemasyarakatan dimana siswa
berada
5.
Landasan
Ilmu Pengetahuan dan teknologi
Kurikulum
pendidikan Islam diharapkan selalu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. [10]
B.
PERKEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA.
Sejarah perkembangan
kurikulum pada masa periode penjajahan, yaitu sejak datangnya orang-orang Eropa
yaitu pada masa Belanda dan masa pemerintahan Jepang sampai periode
kemerdekaan.
Kurikulum pada masa Belanda
mempunyai misi penyebaran agama dan untuk mempermudah pelaksanaan perdagangan
di Indonesia. Pada abad 16 dan 17 berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam
upaya penyebaran agama Kristen di Indonesia, pendidikan tersebut untuk bangsa
Belanda dan pribumi. Dengan adanya lembaga pendidikan tersebut pihak Belanda
merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis.
Pada sekitar abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda mulai
memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem pengajaran yang berkembang
di dunia Barat. Untuk menjembatani agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu
jauh, maka sistem pendidikan pesantren yang ada harus diperbaharui. Usaha
pemerintah kolonial Belanda melalui politik pendidikan, mendapat respon dari
umat Islam. Penyatuan lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah
kolonial Belanda, yang kemudian diimbangi dengan berdirinya madrasah-madrasah,
yang dalam batas-batas tertentu merupakan lembaga pendidikan ala Belanda yang
diberi muatan keagamaan.[11]
Pada masa Jepang,
perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia yaitu
terjadinya keruntuhan sistem pemerintahan kolonial Belanda. Tujuan utamanya
pendidikan pada masa pendudukan Jepang adalah untuk memenangkan perang.[12] Pada masa ini munculah sekolah rakyat yang
disebut Kokumin Gako selama 6 tahun lamanya, selanjutnya pelajaran
berbau Belanda dihilangkan dan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar.
Untuk
memperoleh dukungan dari umat Islam, pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan
menawarkan bantuan dana bagi madrasah. Berbeda dengan pemerintah Belanda,
pemerintah Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah
ditutup pada pemerintahan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena pada kenyataan
bahwa pengawasan pemerintah Jepang sendiri tidak dapat menjangkau madrasah dan pesantren yang
sebagian besar berlokasi di desa-desa terpencil. Namun demikian pemerintah
Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan
yang membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia.[13]
Pada masa
penjajahan Jepang, madrasah awaliyah digalakkan secara luas. Majelis Islam
tinggi menjadi penggagas dan sekaligus menjadi penggerak utama untuk berdirinya
madrasah-madrasah awaliyah yang peruntukkan bagi anak-anak yang berusia minimal
7 tahun. Program pendidikan pada madrasah awaliyan ini lebih ditekankan pada
pembinaan keagamaan dan diselenggarakan pada sore hari. Hal inidimaksudkan
untuk memberi keseimbangan bagi anak-anak yang pada umumnya mengikuti
sekolah-sekolah rakyat pada pagi hari. Perkembangan madrasah itu ikut mewarnai
pola pengorganisasian pendidikan agama yang lebih sisematis.[14]
C.
PERKEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH SETELAH KEMERDEKAAN SAMPAI
SEKARANG.
Perkembangan
madrasah pada awal kemerdekaan Indonesia sangat terkait dengan Departemen Agama
yang mulai resmi berdiri tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara
intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Usaha Departemen
Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar
pendidikan Agama diajarkan di sekolah-sekolah. Secara lebih spesifik usaha ini
ditangani oleh bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan Islam. Dalam
salah satu dokumen disebutkan bahwa dalam bagian pendidikan dilingkungan
Departemen Agama meliputi: (1) Memberi pengajaran di sekolah negeri dan
partikulir (2) Memberi pengetahuan umum di Madrasah (3) Mengadakan pendidikan
guru agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). [15]
Secara garis
besar perkembangan kurikulum setelah kemerdekaan Indonesia dibagi dalam periode
sebagai berikut :
1.
Kurikulum 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana
Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan
(rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris.
Asas pendidikan yang ditetapkan adalah Pancasila. Situasi perpolitikan dengan
gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada
tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum
1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal
pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis
besar pengajarannya.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan
pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa
mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam
mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan
berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan
menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi
air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung
kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi
setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata
pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus
bagi lulusan SR 6
2.
Kurikulum 1952
Tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan
1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.
Kurikulum 1964
Menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasaZ, karsa, karya, dan
moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,
moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
yang sehat dan kuat.
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efisien dan efektif. “Yang melatar belakangi adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode,
materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:
petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
6.
Kurikulum 1984 ( Kurikulum CBSA )
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam
waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan
efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang
pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
7.
Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8.
Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standar performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
1. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada
diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2.
Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Tahun 2004 pemerintah
mengeluarkan kurikulum baru dengan namakurikulum berbasis kompetensi.
9.
Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah
KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran
oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum
2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan
untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa
serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus
dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah
koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.[16]
10.
Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya
penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun
untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik
atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka
ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi
pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni,
dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki
kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan
lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa
sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki
masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian
dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah
dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini
merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat
menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraaan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik.
Saat pemerintah kolonial Belanda mulai
memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem pengajaran yang berkembang
di dunia Barat. Untuk menjembatani agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu
jauh, maka sistem pendidikan pesantren yang ada harus diperbaharui. Madrasah dikelola untuk tujuan idealisme ukhrawi semata, dengan
mengabaikan tujuan hidup duniawi. Akibatnya, madrasah memiliki posisi yang jauh
berbeda dengan sistem pengajaran pada sekolah yang didirikan oleh pemerintah
kolonial Belanda.
Setelah
Kemerdekaan Kurikulum mulai diberlakukan mulai tahun 1947 dengan nama Rencana
Pelajaran. Hingga sekarang kurikulum
telah diubah sebanyak 10 kali, diantaranya :
1.
Kurikulum
1947 (Rencana Pelajaran)
2.
Kurikulum
1952 (Rencana Pelajaran Terurai)
3.
Kurikulum
1964 (Rencana Pendidikan)
4.
Kurikulum
1968 (Pembaharuan Rencana Pendidikan)
5.
Kurikulum
1975 (Satuan Pelajaran)
6.
Kurikulum
1984 (Cara Belajar Siswa Aktif / CBSA )
7.
Kurikulum
1994
8.
Kurikulum
2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi / KBK)
9.
Kurikulum
2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
10.
Kurikulum
2013 (KURTILAS)
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Nasir, Jurnal, Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrsah, Jurnal
Penelitian Vol.10 No.2 Oktober 2009
Abd.Rahman
Assegaf, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta, 2016, CV.Budi Mulia
Muhammad Irsad, Jurnal, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Di Madrasah (Studi Atas Pemikiran Muhaimin), 2016
Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum,
Jakarta,2004, Rineka Cipta.
Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas
Nana Syaudi
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, 2005, PT Remaja
Rosdakarya.
Abd.Rachman
Assegaf, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam Transformatif,
Yogyakarta, 2016, CV. Budi Utama.
Chabib Thoha dan Abdul
Mu'ti, PBM-PAI Di Sekolah Eksistensi Dan Proses Belajar Mengajar
Pendidikan Agama Islam, Semarang, 1998, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Zuhri, Kurikulum
Pendidikan Pesantren (Konsepsi dan Aplikasinya), Yogyakarta, 2016, CV.Budi
Utama.
Fatah Syukur,
dalam Zainal Ismail, et al., Pedoman Majlis Taklim, Jakarta,1984, Proyek
Penerangan Bimbingan Dakwah Khotbah Agama Islam,
Sukardjo, M, dkk; Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta, 2012
Maksum, Madrasah
Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta,1999, Logos Wahana Ilmu,Cet.IV.
Ainurrofik
Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,
Jakarta, 1994, Cet. I, Listafariska
Putra.
Taqwim Islami, Sejarah Perkembangan Kurikulum di
Indonesia, http:// taqwimislamy.com / index.php / en / 57-kurikulum /
297-sejarah-perkembangan-kurikulum-diindonesia, diunduh pada Rabu, 19 September
2017.
[2] Abd.Rahman Assegaf, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam Transformatif,
CV.Budi Mulia, 2016, hlm. 7.
[3] Muhammad Irsad, Jurnal, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam Di Madrasah (Studi Atas Pemikiran Muhaimin), Vol. 2, No. 1, November
2016, hlm. 233.
[4] Dakir, Perencanaan
Dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta ; Rineka Cipta. 2004, hlm. 2
[5] Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
[6] Nana Syaudi Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 3
[7] Abd.Rachman Assegaf, Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam Transformatif, Yogyakarta,
2016, CV. Budi Utama, hlm. 8
[8] Ibid,
hlm. 9
[9] Chabib Thoha dan
Abdul Mu'ti, PBM-PAI Di Sekolah
Eksistensi Dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, Semarang,
1998, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, hlm. 32-66
[10] Zuhri, Kurikulum Pendidikan Pesantren
(Konsepsi dan Aplikasinya), Yogyakarta, 2016, CV.Budi Utama, Hlm.114-115
[11] Fatah Syukur, dalam Zainal
Ismail, et al., Pedoman Majlis Taklim : Proyek Penerangan Bimbingan
Dakwah Khotbah Agama Islam, Jakarta, 1984, hlm. 252.
[13] Maksum, Madrasah Sejarah dan
Perkembangannya, Jakarta,1999, Logos Wahana Ilmu,Cet.IV, hlm.118
[14] Ibid. hlm.119
[15] Ainurrofik
Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,
Jakarta,1994, Cet. I, Listafariska
Putra, hlm.43
[16] Taqwim Islami, Sejarah Perkembangan
Kurikulum di Indonesia, http:// taqwimislamy.com / index.php / en /
57-kurikulum / 297-sejarah-perkembangan-kurikulum-diindonesia, diunduh pada
Rabu, 19 September 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar