Jumat, 01 Desember 2017

PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH / MADRASAH DI INDONESIA

I.              PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Madrasah dalam konteks Indonesia, pada dasarnya merupakan fenomena modern yang baru muncul pada abad 20 M, karena pada masa awal masuk dan berkembangnya Islam, masyarakat Islam masih menggunakan rumah-rumah, langgar, surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pesantren sebagai tempat belajar.  Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah di Indonesia lahir sebagai hasil tarik menarik antara pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam  pada masa awal  yang sudah ada di satu sisi dengan pendidikan modern (umum) disisi lain.[1]
Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai suatu tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya berupa ide, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang mau dibentuk. Dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman pelaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan pendidikan tertentu. [2]
Dikarenakan pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional, maka ketika pendidikan nasional mengalami pengembangan kurikulum, maka secara otomatis pendidikan Islam akan menyesuaikan dengan kurikulum terbaru. Dengan semangat pembaruan dan pengembangan kurikulum banyak sekali para pemikir Islam yang menawarkan konsep pengembangan kurikulum pendidikan Islam.[3]
b.      Permasalahan
1.      Bagaimana Kurikulum yang berlaku pada Madrasah di Indonesia ?
2.      Bagaimana Perkembangan Kurikulum Madrasah sebelum kemerdekaan Indonesia?
3.      Bagaimana Perkembangan Kurikulum madrasah setelah kemerdekaan sampai sekarang?

II.           PEMBAHASAN MASALAH
A.     KURIKULUM YANG BERLAKU PADA MADRASAH DI INDONESIA
Kurikulum berasal dari bahasa latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.[4]
Dalam Undang - undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dan dalam pasal selanjutnya di jelaskan bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia, potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.[5]
Kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran. Dapat kita bayangkan bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki kurikulum. Dengan berpedoman pada kurikulum interaksi pendidikan anntara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung pada ruang hampa, tetapi terjadi pada ruang tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi,  politik dan relegi.[6]
Dalam perspektif Pendidikan Islam, kurikulum merupakan materi yang diajarkan oleh guru pada siswa yang tersusun secara sistematis dengan yang hendak dicapai yaitu tujuan pendidikan Islam. Dalam konteks pendidikan kurikulum (manhaj) sebagai  jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dilatihnya untuk  mengembangkan pengetahuan, keterapilan, dan sikap mereka serta nilai-nilai.[7]
Dalam Islam  kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam sebab apabila aqidah Islam sudah menjadi azas yang mendasari kehidupan kehidupan  seorang muslim, azas bagi negaranya azas bagi hubungan kehidupan sesama muslim, asas bagi aturan dan masyarakat umumnya maka seluruh pengetahuan yang diterima oleh seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam juga. Hal itu berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antar sesama muslim, masalah-masalah politik dan kenegaraan atau masalah apapun yang ada kaitannya dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. [8]
Kurikulum yang berlaku di madrasah sangat identetik dengan apa yang disebut dengan kurikulum Pendidikan Agama Islam ( PAI ) .
Adapun  dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa aspek diantaranya :
1.      Aspek  Normatif
Aspek normatif yang dipakai adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahah al mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya. Banyak ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang secara langsung maupun tidak langsung mewajibkan umat manusia melaksanakan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Adapun pelaksanaan pendidikan agama Islam itu ditujukan kepada :
a.    Kewajiban orang tua mendidik anaknya
b.  Kewajiban bagi setiap orang Islam untuk belajar agama.
c.  Kewajiban mengajarkan agama kepada orang lain.
2.      Apek  Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Manusia merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan. Hal ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun modern, mereka akan merasa tenang dan tentram apabila dapat mendekat dan mengabdi pada zat yang Maha kuasa. 


3.      Aspek Historis 
Pendidikan agama Islam tumbuh dan berkembang bersamaan dengan datangnya Islam. Hal ini terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat sekitarnya yang dimulai dari keluarga dekat beliau. Pada tahap awal antara dakwah dan pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan karena tugas utama Nabi adalah dakwah (menyeru) manusia agar masuk Islam. Islam harus disampaikan agar dipahami, dihayati sampai diamalkan karena dalam pendidikan Islam juga mencakup area kognitif, afektif dan psikomotorik.[9]
4.      Aspek Yuridis 
Karena Indonesia adalah negara hukum maka seluruh aspek kehidupan termasuk kegiatan pendidikan agama didasarkan pada hukum (perundang-undangan) yang berlaku. Dalam hal ini ada 2 dasar operasional : 
a.       Dasar Idiil, yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama: ketuhanan yang Maha Esa.
b.      Dasar Operasional yaitu  PP. Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan ( 7 ) Bab III Pasal 7  isinya yaitu :
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD / MI / SDLB / PaketA,  SMP / MTs / SMPLB / Paket B , SMA / MA / SMALB / Paket C, SMK / MAK atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pegetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. 
Tujuan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan agama Islam karena mendidik anak yang pertama ditanamkan terlebih dahulu adalah keimanan yang teguh sehingga akan menghasilkan kekuatan untuk menjalankan kewajiban agamanya.
Ada beberapa pendapat tentang tujuan PAI adalah sebagai berikut :
1.  Imam Ghozali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Alloh, bukan untuk mencari pangkat dan kemewahan. Tujuan siswa dalam pendidikan, bukan semata – mata untuk mencari kekuasaan, uang, kehormatan atau kesombongan, tapi untuk pendidikan budi pekerti atau moral.
2.  Prof. Dr. Muchtar Yahya berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam ada 4 yaitu :
1) Memahami ajaran agama
2) Keluhuran budi pekerti
3) Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
4) Persiapan untuk bekerja.
Menurut Hery Noer Aly dan Munzier tujuan pendidikan Islam ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan agama Islam adalah berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertakwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan pendidikan Islam khusus adalah sebagai berikut :
1.    Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan segenap dimensi perkembangannya; rokhaniah, emosional, social intelektual dan fisik.
2.     Mendidik anggota kelompok social yang saleh, baik dalam keluarga maupun masyarakat muslim.
3.     Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang besar.
Landasan kurikulum pendidikan Islam mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
1.      Landasan Agama
Tujuan akhir dari kurikulum pendidikan Islam harus dapat membina peserta didik agar memiliki iman yang kokoh berpegang teguh terhadap ajaran agama berakhlak mulia dan melengkapinya dngan ilmu-ilmu atau keterampilan yang bermanfaat didunia dan akhirat.
2.      Landasan Filosofis
Dasar filosofis kurikulum pendidikan Islam adalah wahyu Allah SWT dan tuntunan Nabi Muhammad SAW serta dari para ulama  terdahulu
3.      Landasan Psikologis
Kurikulum dalam pendidikan Islam harus sesuai dengan tingkatan perkembangan peserta didik berikut dengan kematangannya.
4.      Landasan Sosial
Kurikulum pendidikan Islam harus turut serta dalam proses kemasyarakatan dimana siswa berada
5.      Landasan Ilmu Pengetahuan dan teknologi
Kurikulum pendidikan Islam diharapkan selalu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [10]

B.     PERKEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA.
Sejarah perkembangan kurikulum pada masa periode penjajahan, yaitu sejak datangnya orang-orang Eropa yaitu pada masa Belanda dan masa pemerintahan Jepang sampai periode kemerdekaan.
Kurikulum pada masa Belanda mempunyai misi penyebaran agama dan untuk mempermudah pelaksanaan perdagangan di Indonesia. Pada abad 16 dan 17 berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Indonesia, pendidikan tersebut untuk bangsa Belanda dan pribumi. Dengan adanya lembaga pendidikan tersebut pihak Belanda merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis.
Pada sekitar abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem pengajaran yang berkembang di dunia Barat. Untuk menjembatani agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh, maka sistem pendidikan pesantren yang ada harus diperbaharui. Usaha pemerintah kolonial Belanda melalui politik pendidikan, mendapat respon dari umat Islam. Penyatuan lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda, yang kemudian diimbangi dengan berdirinya madrasah-madrasah, yang dalam batas-batas tertentu merupakan lembaga pendidikan ala Belanda yang diberi muatan keagamaan.[11]
Pada masa Jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri bagi bangsa Indonesia yaitu terjadinya keruntuhan sistem pemerintahan kolonial Belanda. Tujuan utamanya pendidikan pada masa pendudukan Jepang adalah untuk memenangkan perang.[12]  Pada masa ini munculah sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako selama 6 tahun lamanya, selanjutnya pelajaran berbau Belanda dihilangkan dan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.
Untuk memperoleh dukungan dari umat Islam, pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan menawarkan bantuan  dana bagi  madrasah. Berbeda dengan pemerintah Belanda, pemerintah Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada pemerintahan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena pada kenyataan bahwa pengawasan pemerintah Jepang sendiri tidak dapat  menjangkau madrasah dan pesantren yang sebagian besar berlokasi di desa-desa terpencil. Namun demikian pemerintah Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia.[13]
Pada masa penjajahan Jepang, madrasah awaliyah digalakkan secara luas. Majelis Islam tinggi menjadi penggagas dan sekaligus menjadi penggerak utama untuk berdirinya madrasah-madrasah awaliyah yang peruntukkan bagi anak-anak yang berusia minimal 7 tahun. Program pendidikan pada madrasah awaliyan ini lebih ditekankan pada pembinaan keagamaan dan diselenggarakan pada sore hari. Hal inidimaksudkan untuk memberi keseimbangan bagi anak-anak yang pada umumnya mengikuti sekolah-sekolah rakyat pada pagi hari. Perkembangan madrasah itu ikut mewarnai pola pengorganisasian pendidikan agama yang lebih sisematis.[14]

C.     PERKEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH SETELAH KEMERDEKAAN SAMPAI SEKARANG.
Perkembangan madrasah pada awal kemerdekaan Indonesia sangat terkait dengan Departemen Agama yang mulai resmi berdiri tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Usaha Departemen Agama dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan Agama diajarkan di sekolah-sekolah. Secara lebih spesifik usaha ini ditangani oleh bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan Islam. Dalam salah satu dokumen disebutkan bahwa dalam bagian pendidikan dilingkungan Departemen Agama meliputi: (1) Memberi pengajaran di sekolah negeri dan partikulir (2) Memberi pengetahuan umum di Madrasah (3) Mengadakan pendidikan guru agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). [15]
Secara garis besar perkembangan kurikulum setelah kemerdekaan Indonesia dibagi dalam periode sebagai berikut :
1.      Kurikulum 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Asas pendidikan yang ditetapkan adalah Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6
2.      Kurikulum 1952
Tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.      Kurikulum 1964
Menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasaZ, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4.      Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5.      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatar belakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6.      Kurikulum 1984 ( Kurikulum CBSA )
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
7.      Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
8.      Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan  individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah  ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
1.  Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru dengan namakurikulum berbasis kompetensi.
9.      Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.[16]


10.  Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013  menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.
III.        PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Saat pemerintah kolonial Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem pengajaran yang berkembang di dunia Barat. Untuk menjembatani agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh, maka sistem pendidikan pesantren yang ada harus diperbaharui. Madrasah dikelola untuk tujuan idealisme ukhrawi semata, dengan mengabaikan tujuan hidup duniawi. Akibatnya, madrasah memiliki posisi yang jauh berbeda dengan sistem pengajaran pada sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Setelah Kemerdekaan Kurikulum mulai diberlakukan mulai tahun 1947 dengan nama Rencana Pelajaran. Hingga sekarang kurikulum  telah diubah sebanyak 10 kali, diantaranya  :
1.      Kurikulum 1947 (Rencana Pelajaran)
2.      Kurikulum 1952 (Rencana Pelajaran Terurai)
3.      Kurikulum 1964 (Rencana Pendidikan)
4.      Kurikulum 1968 (Pembaharuan Rencana Pendidikan)
5.      Kurikulum 1975 (Satuan Pelajaran)
6.      Kurikulum 1984 (Cara Belajar Siswa Aktif / CBSA )
7.      Kurikulum 1994
8.      Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi / KBK)
9.      Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
10.  Kurikulum 2013 (KURTILAS)



DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nasir, Jurnal, Pengembangan Kurikulum  Berbasis Madrsah, Jurnal Penelitian Vol.10 No.2 Oktober 2009
Abd.Rahman Assegaf, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Transformatif,  Yogyakarta, 2016, CV.Budi Mulia
Muhammad Irsad, Jurnal, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Madrasah (Studi Atas Pemikiran Muhaimin), 2016
Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta,2004, Rineka Cipta.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
Nana Syaudi Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, 2005, PT Remaja Rosdakarya.
Abd.Rachman Assegaf,  Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam  Transformatif, Yogyakarta, 2016, CV. Budi Utama.
Chabib Thoha dan Abdul  Mu'ti, PBM-PAI Di Sekolah Eksistensi Dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, Semarang, 1998, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Zuhri, Kurikulum Pendidikan Pesantren (Konsepsi dan Aplikasinya), Yogyakarta, 2016, CV.Budi Utama.
Fatah Syukur, dalam Zainal Ismail, et al., Pedoman Majlis Taklim, Jakarta,1984, Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Khotbah Agama Islam,
Sukardjo, M, dkk; Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,  Jakarta, 2012
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta,1999, Logos Wahana Ilmu,Cet.IV.
Ainurrofik Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, Jakarta, 1994, Cet. I,  Listafariska Putra.
Taqwim Islami, Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia, http:// taqwimislamy.com / index.php / en / 57-kurikulum / 297-sejarah-perkembangan-kurikulum-diindonesia, diunduh pada Rabu, 19 September 2017.



[1]  Muhammad Nasir, Jurnal, Pengembangan Kurikulum  Berbasis Madrsah,  Vol.10 No.2 Oktober 2009
[2]   Abd.Rahman Assegaf, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Transformatif,  CV.Budi Mulia, 2016, hlm. 7.
[3]   Muhammad Irsad, Jurnal, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Madrasah (Studi Atas Pemikiran Muhaimin), Vol. 2, No. 1, November 2016, hlm. 233.

[4]  Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta ; Rineka Cipta. 2004, hlm. 2
[5]  Undang-undang   No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
[6]   Nana Syaudi Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 3
[7]  Abd.Rachman Assegaf,  Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam  Transformatif, Yogyakarta, 2016, CV. Budi Utama, hlm. 8
[8] Ibid, hlm. 9
[9]  Chabib Thoha dan Abdul  Mu'ti, PBM-PAI Di Sekolah Eksistensi Dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, Semarang, 1998, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, hlm. 32-66

[10]  Zuhri, Kurikulum Pendidikan Pesantren (Konsepsi dan Aplikasinya), Yogyakarta, 2016, CV.Budi Utama, Hlm.114-115
[11]  Fatah Syukur, dalam Zainal Ismail, et al., Pedoman Majlis Taklim : Proyek Penerangan Bimbingan Dakwah Khotbah Agama Islam, Jakarta, 1984, hlm. 252.
[12]  Sukardjo,M,, dkk; Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya;  Jakarta, 2012, hlm.143.

[13]  Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta,1999, Logos Wahana Ilmu,Cet.IV, hlm.118
[14]  Ibid. hlm.119
[15] Ainurrofik Dawam dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, Jakarta,1994, Cet. I,  Listafariska Putra, hlm.43
[16] Taqwim Islami, Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia, http:// taqwimislamy.com / index.php / en / 57-kurikulum / 297-sejarah-perkembangan-kurikulum-diindonesia, diunduh pada Rabu, 19 September 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.     PENDAHULUAN Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara...