A.
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu
proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan tidak
teratur. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar pada berbagai jenis dan tingkat pendidikan. Dewasa ini,
pendidikan nasional sudah menyadari begitu pentingnya peranan dan fungsi kurikulum.
Kurikulum merupakan sebuah alat yang krusial bagi pendidikan,
baik secara formal, maupun nonformal, sehingga gambaran
sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut.
Setiap program kegiatan yang direncanakan seharusnya diakhiri dengan
evaluasi begitu juga dengan kurikulum. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat
kembali apakah suatu program atau kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang diharapkan. Dari kegiatan evaluasi tersebut akan diketahui
hal-hal yang telah dicapai, apakah suatu program akan diteruskan atau direvisi,
bahkan diganti sama sekali. [1]
Krisis yang
melanda bangsa Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengingatkan para pakar
pendidikan untuk berfikir ulang tentang arah dan kualitas pendidikan di
Indonesia. Melalui pemikiran panjang, akhirnya dapat ditemuakan kesadaran bahwa
arah pendidikan di Indonesia kurang tepat, sehingga menyebabkan para lulusannya
kurang berkualitas jika dibandingkan dengan Negara-negara lain. Hal ini
disebabkan oleh karena pendidikan selama ini lebih diarahkan pada pencapaian
materi sebanyak-banyaknya (matter oriented) dari pada mencapai
kompetensi atau kemampuan tertentu. Para pakar berusaha untuk mengadakan
reformasi dalam bidang pendidikan, terutama masalah kurikulum [2].
Evaluasi kurikulum
bukan suatu pekerjaan yang mudah, tetapi memerlukan kajian dan penelitian yang
mendalam untuk mencermati fenomena-fenomena dan aspek-aspeknya secara
komprehensif. Meskipun demikian sulit, tetapi evaluasi kurikulum adalah sesuatu
yang menarik dan penting untuk dilakukan. [3]
B.
PERMASALAHAN
1.
Apakah
evaluasi Kurikulum di Madrasah itu?
2.
Apakah
tujuan evaluasi kurikulum di madrasah itu?
3.
Bagaimanakah
model-model evaluasi Madrasah?
C.
PEMBAHASAN
1.
EVALUASI KURIKULUM DI MADRASAH
a.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi
adalah penilaian yang dalam bahasa Inggris disebut evaluation,
yang mengandung arti menilai tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih
dahulu.[4] Dalam
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa evaluasi
merupakan kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap proses serta hasil
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkesinambungan, berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai
pencapaian standar nasional pendidikan.[5] Secara
prinsipil evaluasi merupakan suatu kegiatan penilaian yang bertujuan untuk
mengukur tingkat efektifitas kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karenaanya, kegiatan evaluasi harus dilaksanakan melalui perencanaan,
pengumpulan informasi, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil
belajar siswa.[6]
Tujuan
utama dari suatu kegiatan evaluasi adalah untuk membuat keputusan sebagaimana
yang dikemukakan oleh Taylor yang dikutip oleh Sudaryono bahwa tujuan evaluasi
adalah untuk mengembangkan suatu kebijakan yang bertanggungjawab mengenai
pendidikan.[7]
Evaluasi
merupakan perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang
disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam buku The School Curiculum,
evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara
sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidikan memahami dan menilai suatu
kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu
kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan semula.
Adapun
dalam buku Curriculum Planning and Development, dinyatakan bahwa
evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum yang
di dalamnya terdapat tiga makna, yaitu[8] :
1)
Evaluasi
tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai.
2) Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah
dan sedang dilakukan.
3)
Evaluasi
harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
b.
Pengertian Kurikulum
Dalam bahasa arab, kurikulum sering
disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan terang yang dilalui
manusia dalam kehidupannya. Istilah tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan,
berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[9] Menurut
UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.[10]
Pengertian kurikulum berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam pandangan lama
(tradisional), kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus
disampaikan guru dan dipelajari siswa. Dari pengertian ini dapat dikatakan
bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disajikan guru kepada siswa
untuk mendapatkan ijazah atau naik tingkat. Pengertian kurikulum ini, sama
dengan rencana pelajaran di sekolah (RPP dan Silabus), yang disajikan guru
kepada murid. Kurikulum semacam ini, tidak lebih dari daftar singkat mengenai
sasaran dan isi pendidikan yang diajarkan di sekolah atau program silabus atau
pokok bahasan yang akan diajarkan.[11]
Dalam pandangan yang muncul kemudian (modern), penekanan terletak pada
pengalaman belajar. Dengan titik tekan tersebut, kurikulum diartikan sebagai
segala pengalaman yang disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau
pengarahan sekolah.[12]
Sejumlah ahli teori kurikulum berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya
meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa
yang terjadi dibawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang
formal juga kegiatan kurikuler yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak
formal ini sering disebut ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.[13]
Saat
ini sudah bermunculan tulisan - tulisan yang membabas tentang kurikulum,
sehingga timbul berbagai macam pandangan dan konsep tentang kurikulum. Banyak
rumusan pengertian dari istilah kurikulum yang sebenarnya ada unsur kesamaan
dan perbedaan, sehingga bisa dibuat kategorisasi. Kategori rumusan pengertian
kurikulum menurut Saylor, Alexander dan Lewis, yang dikutip Mohammad Ali
adalah: (1) Kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan - bahan
pelajaran; (2) Kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar; (3)
Kurikulum, sebagai rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai; dan
(4) Kurikulum; sebagai rencana tentang kesempatan belajar.[14]
c.
Konsep Evaluasi Kurikulum
Evaluasi dalam
pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dalam usaha untuk mengumpulkan
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat
keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem pembelajaran sesuai dengan
tujuan yang akan ditetapkan. Kurikulum pendidikan merupakan bagian penting
dalam pengembangan kurikulum sehingga kurikulum tak pernah statis, melainkan
terus berubah dan bersifat dinamis dalam rangka memberikan kontribusi maksimal
menghadapi tantangan-tantangan dan tuntutan kehidupan dewasa ini yang berkenaan
dengan mutu, relevansi, efisiensi dalam sistem penyampaian. Implikasi dari
tuntutan dan kondisi yang demikian menuntut evaluasi kurikulum karena evaluasi
kurikulum memegang peranan penting dalam penentuan kebijakan pendidikan pada
umumnya dan pengambilan keputusan dalam kurikulum pada khususnya.[15]
Sasaran utama
pelaksanaan penilaian dan evaluasi ditujukan untuk mengetahui sampai sejauh
mana siswa dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.[16] Tujuan
merupakan acuan dari seluruh komponen dalam kurikulum. Baik komponen bahan,
metode, maupun evaluasi.
Evaluasi atau penilaian
kurikulum merupakan salah satu bagian dari evaluasi pendidikan yang memusatkan
perhatian kepada program-program pendidikan untuk peserta didik. Dalam menilai
suatu kurikulum, baik kurikulum dalam pengertian program tertulis dalam buku
kurikulum (ideal) maupun kurikulum yang terlaksana (aktual) ada beberapa
prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan dasar
dan pertimbangan untuk menentukan kriteria-kriteria atau indikator penilaian
kurikulum. Konsep dan pemikiran yang ada dalam setiap prinsip hendaknya
dijadikan tolak ukur berhasil tidaknya suatu kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Adapun prinsip-prinsip evaluasi kurikulum yang
dimaksud adalah sebagai berikut:[17]
1) Evaluasi kurikulum merupakan proses berkelanjutan yang menuntut perubahan
pada sistem instruksional di lingkungan sekolah/madrasah untuk memenuhi program
yang diharapkan.
2) Evaluasi kurikulum merupakan proses kerjasama dengan melibatkan aktif para
pemangku kepentingan
3) Evaluasi kurikulum merupakan proses melakukan penilaian dan melaksanakan
perbaikan kurikulum
4) Evaluasi kurikulum merupakan proses perbaikan aspek-aspek
tertentu dalam sistem pendidikan yang berlaku.
Evaluasi kurikulum dimaksudkan sebagai suatu proses
mempertimbangkan untuk memberikan nilai dan arti terhadap suatu kurikulum
tertentu. Evaluasi kurikulum diartikan sebagai usaha sistematis mengumpulkan
informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan
mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Adanya
tambahan konteks ini sesuai dengan sifat kurikulum. Kurikulum tidak mungkin
berlaku sepanjang masa karena itu ada keterbatasan dalam konteks waktu. Suatu
kurikulum yang sesuai untuk suatu konteks waktu tertentu belum tentu sesuai
untuk waktu yang lain walaupun diberlakukan ditempat/satuan pendidikan yang
sama. Oleh karena itu, kurikulum selalu berubah sesuai dengan kemajuan zaman
yang ditandai oleh kurun waktu dimana kurikulum itu direncanakan. Kurikulum
juga terbatas oleh konteks ruang. Kurikulum yang dianggap baik untuk wilayah
geografis tertentu belum tentu sesuai untuk wilayah geografis lainnya. Oleh
karena evaluasi kurikulum dalam menentukan nilai dan arti suatu kurikulum tidak
dapat dilepaskan dari konteks ruang dimana kurikulum itu dikembangkan dan
dilaksanakan. [18]
Evaluasi kurikulum merupakan penilaian suatu kurikulum sebagai
program pendidikan untuk menentukan efeisiensi, efektivitas, relevansi dan
pwoduktivitas program dalam mencapai tujuan pendidikan.[19]
Efisiensi berkenaan dengan penggunaan waktu, tenaga, sarana dan sumber secara
optimal. Efektivitas berkenaan dangen pemilihan cara atau jalan utama yang paling tepat dalam mencapai
suatu tujuan. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara suatu program dan
pelaksanaamnya dengan tuntutan dan kebutuhan siswa juga masyarakat.
Produktivitas berkenaan dengan optimalnya hasil yang dicapai dari suatu
program.[20]
2.
TUJUAN EVALUASI KURIKULUM DI MADRASAH
Kurikulum memerlukan evaluasi
sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.[21] yang
berbarengan dengan lajunya perkembangan zaman dan tuntutan kehidupan secara
berkelanjutan. Ini dilakukan karena kurikulum dipandang sudah tidak relevan
dengan kebutuhan peserta didik, yang implikasinya harus selalu dijaga antara
relevansi dengan kebutuhan. Evaluasi kurikulum dapat didekati melalui dua
dimensi: dimensi program pendidikan, yaitu kurikulum ideal yang telah disusun
dalam bentuk kurikulum KTSP beserta pedoman pelaksanaannya, dan dimensi
pelaksanaan kurikulum di sekolah atau kurikulum actual. Evaluasi kurikulum yang
ideal adalah kurikulum yang menilai sejauh mana kurikulum mampu mengantarkan
peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi pelaksanaan
kurikulum berjalan secara optimal sehingga memungkinkan tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan atau tidak.
Dengan evaluasi
kurikulum dapat diketahui sejauh mana keoptimalan sasaran yang ingin dicapai
sehingga dapat diperoleh umpan balik tentang kurikulum dan pelaksanannya dalam
pembelajaran. Dengan demikian evaluasi kurikulum dilakukan untuk mencapai
tujuan:[22]
a. Mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaan kurikulum yang telah ditetapkan,
yang kemudian dilakukan pengembangan (perbaikan) agar tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan dapat tercapai.
b. Memperoleh informasi mengenai pelaksanaan kurikulum di sekolah, dimana
informasi itu akan bermanfaat sebagai dasar pertimbangan bagi pengambil
keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum
c. Secara khusus untuk memperoleh jawaban atas kelengkapan komponen kurikulum
di sekolah/madrasah, efektivitas pelaksanaa kurikulum, efektinitas penggunaan
sarana penunjang, tingkat pencapaian hasil belajar ditinjau dari kesesuaian
dengan tujuan dan dampak pelaksanaan kurikulum, baik positif maupun negatif.
Hasil evaluasi
kurikulum dapat digunakan guru dalam mengembangkan kurikulum secara
berkelanjutan sehingga dapat membantu perkembangan peserta didik, memilih
bahan, metode, alat bantu pelajaran, serta menentukan cara penilaian. Evaluasi
kurikulum merupakan salah satu bagian dari evaluasi pendidikan yang memusatkan
perhatian pada program-program pendidikan bagi peserta didik.[23]
Tujuan
evaluasi adalah penyempurnaan kurikulum dengan cara menyempurnakan
proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kerja
yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan
kelayakan program. Menurut Zaenal Arifin tujuan evaluasi kurikulum adalah
untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum, baik yang
menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi, media, sumber
belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan evaluasi
kurikulum berbeda-beda tergantung dari konsep atau pengertian
seseorang tentang evaluasi. Tujuan tersebut dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a.
Menyediakan
informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan pelaksanaan suatu kurikulum
sebagai masukan bagi pengambil keputusan.
Tujuan
evaluasi kurikulum yang dikemukakan di atas berkaitan erat dengan pengertian
evaluasi tujuan yang pertama yaitu menyediakan informasi sebagai masukan bagi
pengambil keputusan bersesuaian dengan pengertian evaluasi sebagaimana yang di
kemukakan oleh kelompok Stufflebeam. Tujuan melakukan evaluasi adalah untuk
membantu para pengambil keputusan dan bukanlah tugas evaluasi untuk menentukan
atau mengambil keputusan. Oleh karena itu pekerjaan evaluasi untuk memberikan
berbagai informasi mengenai kegiatan yang dilakukan dalam proses pengembangan
kurikulum (curriculum contruction),pelaksanaan kurikulum (curriculum
implementation) dan pelaksanaan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
b.
Menentukan
tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu kurikulum serta faktor-faktor
yang berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu.
Menentukan
tingkat keberhasilan dan tingkat kegagalan suatu
kurikulum adalah mata uang dengan dua sisi. Meskipun demikian keduanya perlu di
nyatakan secara eksplisit karena jika tidak sering di kemukakan hanya satu
titik saja; jika bukan keberhasilan maka kegagalan. Hal ini tidak berarti bahwa
suatu kegiatan evaluasi memaksakan pemberian judgment terhadap hal
yang tidak terjadi. Jika suatu kegiatan pengembangan kurikulum sedemikian
berhasil sehingga secara ekstrim dapat di katakan tidak ada kegagalan maka
tidak berarti bahwa evaluasi harus mencari-cari kegaggalan tersebut. Demikian
pula sebaliknya. Adanya keseimbangan antara keberhasilan dan kegagalan dalam
tujuan ini adalah untuk menjadi arah dalam melakukan evaluasi bahwa evaluasi
tidak untuk mencari kegagalan dan bukan juga hanya untuk mencari keberhasilan.
c.
Mengembangkan
berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam upaya
perbaikan kurikulum.
Tujuan
yang berikutnya yaitu mengembangkan berbagai alternative pemecahan masalah
bukan berarti bahwa evaluator bertindak sebagai pengambil keputusan . evaluator
bukan pengambil keputusan dan bukan pula harus mengambil keputusan. Evaluator
memang memberikan pertimbangan untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan
suatu kurikulum tetapi keputusan tentang kegagalan itu akhirnya adalah wewenang
pengambil keputusan. Evaluator yang menggunakan tujuan evaluasi ini memang
mengembangkan berbagai alternative untuk upaya perbaikan kurikulum tetapi
evaluator hanya dalam posisi mengembangkan alternative solusi tersebut.
Tindakan apa atau solusi apa yang akan di tentukan untuk memperbaiki kurikulum
adalah hak para pengambil keputusan.
d.
Memahami
dan menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaaan kurikulum.
Tujuan evaluasi
kurikulum berikutnya adalah memahami dan menjelaskan karakteristik kurikulum.
Tujuan ini tidak memberikan wewenang kepada evaluator untuk memperbaiki
pertimbangan mengenai kebaikan dan keberhasilan atau kegagalan suatu kurikulum.
Wewenang untuk menentukan apakah suatu kurikulum memiliki hal-hal yang baik
dalam menjawab masalah masyarakat, mengembangkan generasi muda dengan kualitas
yang harus di milikinya, serta pengaruh kurikulum terhadap sekolah, guru,
masyarakat, dan sebagainya bukan milik evaluator. Oleh karenanya evaluator
hanya memberikan memahami kurikulum yang di evaluasi bagaimana kurikulum itu di
implementasikan dan apa hasil dari kurikulum tersebut.
Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat ditinjau dari tiga
dimensi, yakni:
a.
Dimensi formatif-sumatif,
Formatif,
evaluasi dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum Sumatif, proses
evaluasi dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu (misalnya pada akhir
semester, tahun pelajaran atau setelah lima tahun) untuk mengetahui efektivitas
kurikulum dengan menggunakan semua data yang dikumpulkan selama
pelaksanaan dan akhir proses implementasi kurikulum.
b.
Dimensi
proses-produk,
Proses yang
dievaluasi ialah metode dan proses dalam pelaksanaan kurikulum. Tujuannya ialah
untuk mengetahui metode dan proses yang digunakan dalam implementasi
kurikulum. Produk yang dievaluasi ialah hasil-hasil yang nyata yang
dapat dilihat seperti silabus, satuan pelajaran dan alat-alat pelajaran
yang dihasilkan oleh guru dan hasil-hasil siswa yang berupa hasil test.
c.
Dimensi
operasi
Keseluruhan
proses kurikulum atau hasil belajar siswa.[24]
3.
MODEL – MODEL EVALUASI MADRASAH
Dalam studi tentang evaluasi, banyak
sekali dijumpai model-model evaluasi dengan
format atau sistematika yang berbeda,
sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Secara umum model
evaluasi itu terbagi menjadi :
a.
Model
Tyler, model ini dibangun atas dua
dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada
tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi
harus dilakukan pada tingkah laku awal
peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah
melaksanakan (hasil). Dasar pemikiran kedua ini menunjukkan
bahwa seseorang evaluator kurikulum harus dapat menentukan
perubahan tingkah laku apa yang terjadi
setelah peserta didik mengikuti pengalaman
belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan
yang terjadi merupakan perubahan yang
disebabkan oleh kegiatan kurikulum.[25]
b.
Model
yang Berorientasi pada tujuan (Goal Oriented Evaluation
Model), Model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana
pelaksanaan kegiatan suatu kurikulum dengan proses pencapaian tujuan.
Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi
akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan kurikulum berdasarkan kriteria
tertentu. Kelebihan model ini terletak pada
hubungan antara tujuan dan kegiatan yang menekankan pada peserta
didik sebagai aspek penting dalam kurikulum.
Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi
melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
c.
Model
Pengukuran “measurement model” (R.Thorndike dan
R.Lebel), Model ini sangat menitik beratkan
pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan
kuantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang
maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam pengembangan model
kurikulum, model ini telah diterapkan untuk
mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal
kemampuan, dan sikap.[26]
d.
Model
Kesesuaian “congruence model” (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee
J.Cronbach), Model ini memamdang evaluasi
sebagai suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian
(congruence) antara tujuan dan hasil
belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi
digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan
untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang
memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah
laku pesertadidik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan
(intended behavior) pada akhir pendidikan, baik yang menyangkut kognitif,
afektif, maupun psikomotor.[27]
e.
Model
Evaluasi Sistem Pendidikan “Educational
System Evaluation Model” (Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert
E. Stake, dan Malcolm M. Provus), Evaluasi berarti membandingkan
performance dari berbagai dimensi (tidak hanya hasil dimensi
saja) dengan sejumlah kriteria, baik yang
bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstern.
Model ini menekankan sistem sebagai suatu
keseluruhan dan merupakan penggabungan dari beberapa
model.[28]
f.
Model
Alkin (Marvin Alkin, 1969), Evaluasi adalah suatu proses untuk
meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi
yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga dapat
disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa
alternatif.
g.
Model
Brienkerhoff, Mengemukakan ada tiga jenis
evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen
yang sama diantaranya yaitu: (a). fixed vs emergent evaluation
design, (b). formative vs summative evaluation, (c).
desain experimental dan desain quasi eksperimental vs natural
inquiri. h) Model Illuminatif (Molcom Parlett dan Hamilton), model ini
lebih menekankan pada evaluasi kualitataif-terbuka (open-ended).[29]
Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning
milieu, yaitu lingkungan sekolah sebagai lingkungan material dan
psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi
adalah untuk menganalisis pelaksanaan sistem,
faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan
kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap
pengalaman peserta didik. hasil evaluasi lebih
bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan
prediksi.
h.
Model
Responsif (Reponsive Model), Model ini menekankan
pada pendekatan kualitataif-naturalistik. Evaluasi diartikan
sebagai pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari
berbagai prespektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan
dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program
melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.
i.
Model
Studi Kasus, Model ini memiliki beberapa karakteristik,
antara lain: (a) terfokus pada kegiatan
kurikulum di suatu sekolah, di kelas
atau bahkan hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru, (b)
tidak mempersoalkan pemilihan sampel, (c) hasil evaluasi hanya berlaku
pada tempat evaluasi dilakukan, (d) tidak ada hasil
evaluasi, (e) data yang dikumpulkan terutama
data kualitatif, dan (f) adanya realitas
yang tidak sepihak (multiple realities).
D.
KESIMPULAN
Evaluasi
kurikulum artinya usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu
kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dalam suatu
konteks tertentu sesuai dengan sifatnya. Kurikulum tidak berlaku sepanjang masa
karena itu ada keterbatasan dalam konteks waktu. Kurikulum yang sesuai untuk
suatu konteks waktu tertentu belum tentu sesuai untuk waktu yang lain walaupun
diberlakukan ditempat/satuan pendidikan yang sama. Oleh karena itu, kurikulum
selalu berubah sesuai dengan kemajuan zaman yang ditandai oleh kurun waktu
dimana kurikulum itu direncanakan. Kurikulum juga terbatas oleh konteks ruang.
Tujuan
evaluasi adalah penyempurnaan kurikulum dengan cara menyempurnakan
proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kerja
yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan
kelayakan program.
Secara
umum model evaluasi itu terbagi menjadi :
1.
Model
Tyler
2.
Model
yang Berorientasi pada tujuan (Goal Oriented Evaluation Model)
3.
Model
Pengukuran “measurement model” (R.Thorndike dan R.Lebel)
4.
Model
Kesesuaian “congruence model”
5.
Model
Evaluasi Sistem Pendidikan “Educational
System Evaluation Model”
6.
Model
Alkin (Marvin Alkin, 1969),
7.
Model
Brienkerhoff
8.
Model
Responsif (Reponsive Model)
9.
Model
Studi Kasus
DAFTAR PUSTAKA
Supriadi, Gito,
Kemampuan Guru Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Di
Madrasah Tsanawiyah Se-Kota Palangka Raya, Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat,Volume 1, Nomor 1, Juni 2007
Zaini, Muhammad, Pengembangan
Kurikulum. Yogyakarta2009, TERAS,
Arikunto,Suharsimi,
Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 2007, Bumi Aksara
Depdiknas, Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta, 2003, Biro Hukum dan Organisasi,
Muslich, Masnur
KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangnnnya, Jakarta, 2008, Bumi Aksara
Sudaryono, Dasar-Dasar
Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta, 2012, Graha Ilmu
Hamalik,Oemar,
Evaluasi Kurikulum., Bandung, 1990, Remaja Rosdakarya Offset
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi,Jakarta,
2005, Raja Grafindo Persada, hlm
UU Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Th. 2003, Jogyakarta, Absolut
Ahid,Nur
Konsep Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1,
No. 1, September 2006
Noer Aly, Hery, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta, 1999, Logos
Nasution, Kurikulum
dan Pengajaran, Jakarta, 2006, Bumi Aksarahlm
Ali, Mohammad, Pengembangan
Kurikulum di Sekolah, Bandung, 1992, Sinar Baru
Raharjo, Rahmat, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta,
2013, Azzagrafika.
Wina,Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran.,
Jakarta, 2008, Kencana Prenada Media Group
Sudjana,Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,
1989, Bandung: Sinar Baru
Nasution, Kurikulum
dan Pengajaran, Jakarta, 2006, Bumi Aksara
Sukardi, Evaluasi
Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, Jakarta, 2012: PT. Bumi Aksara
Haryanto, Evaluasi
Pendidikan, Jakarta, 1999, PT. Rineka Cipta.
[1]. Gito Supriadi, Kemampuan Guru Dalam Mengevaluasi Hasil Belajar
Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Tsanawiyah Se-Kota Palangka Raya, Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat,Volume 1, Nomor 1, Juni 2007, hlm. 64.
[3] Ibid,
hal. 141.
[4] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta,
2007, Bumi Aksara, hlm. 3.
[5] Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003,
Jakarta, 2003, Biro Hukum dan Organisasi, hlm. 51.
[6] Masnur Muslich, KTSP:
Dasar Pemahaman dan Pengembangnnnya, Jakarta, 2008, Bumi Aksara, hlm. 80
[7] Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta,
2012, Graha Ilmu, hlm. 50.
[8] Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum.,
Bandung, 1990, Remaja Rosdakarya Offset,
hlm. 253
[9] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam,
di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi,Jakarta, 2005, Raja Grafindo
Persada, hlm. 1.
[10] UU Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Th. 2003, Jogyakarta, Absolut, hlm. 11.
[11] Nur Ahid, Konsep
Dan Teori Kurikulum Dalam Dunia Pendidikan, Islamica, Vol. 1, No. 1,
September 2006, hlm. 18
[12] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, 1999,
Logos, hlm. 162.
[13] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, 2006,
Bumi Aksarahlm. 5.
[14] Mohammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung,
1992, Sinar Baru, hlm..2.
[18] Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran., Jakarta, 2008,
Kencana Prenada Media Group, hlm. 41
[19] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,
1989,Bandung: Sinar Baru, hlm. 21.
[20] Ibid. hlm. 22
[21]
Rahmat
Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta2013, Azzagrafika, hal. 148
[22] Ibid, hlm. 149
[24]
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, 2006, Bumi
Aksara, hlm. 90.
[25] Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, Jakarta,
2012: PT. Bumi Aksara, hlm. 56-57.
[26] Haryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta, 1999, PT.
Rineka Cipta, hlm. 72-77.
[27] Ibid., hlm. 77-83.
[28] Ibid., hlm. 84-93
[29] Ibid., hlm. 94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar