A.
LATAR BELAKANG
Umat Islam
mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Pada masa itu bermunculan
para pemikir Islam terkenal yang sampai sekarang pemikirannya masih
diperbincangkan dan dijadikan dasar kebijakan bagi pemikiran dimasa mendatang,
baik dalam bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan. Kemajuan Islam ini
tercipta berkat usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik ilmuan, birokrat,
agamawan, militer, dan ekonomi maupun masyarakat umum.
Keadaan politik
Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan
berkembangnya tiga kerajaan besar, yaitu utsmani di turki,
mughal di india, dan syafawi
di persia. Kerajaan Utsmani
disamping merupakan kerajaan Islam yang pertama berdiri juga yang terbesar dan
paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Setelah
terjadinya penyerangan mongol yang di pimpin Hulagu Khan tahun 1258, kekuasaan Islam yang bepusat di Baghdad mengalami kehancuran. Kekuatan politik
Islam mengalami kemunduran. Wilayah kekuasaannya tercerai - berai dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi.
Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat
serangan bangsa Mongol. Keadaan ini semakin diperparah oleh serangan dari Timur
Lenk yang datang menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Namun demikian, kehancuran
dunia Islam tidak merata. Diseluruh dunia Islam, masih terdapat pilar-pilar
penyangga yang melanjutkan kejayaan dunia Islam. Pilar tersebut adalah
kekhalifahan Turki Usmani di Turki, kekhalifahan Mughal di India, dan
kekhalifahan Safawi di Persia. Di antara tiga kekhalifahan Islam yang muncul
pada abad pertengahan ini, kekhalifahan Turki Usmani termasuk yang pertama
berdiri dan juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibandingkan dua
kerajaan lainnya.
B.
PERMASALAHAN
Melihat pendahuluan yang diketengahkan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah
ini adalah :
1.
Bagaimana
sejarah singkat berdirinya Turki Usmani ?
2.
Bagaimana
Pola pendidikan pada masa Turki Usmani ?
3.
Bagaimana
sistem pengajaran pada masa Turki Usmani
C.
PEMBAHASAN MASALAH
1.
Sekilas Sejarah Berdirinya Turki Usmani
Pendiri bangsa ini adalah Bangsa Turki dan kabilah Oghuz yang mendiami
daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina dalam masa waktu sekitar tiga abad,
mereka pindah ke-Turkistan Persia dan Irak. Mereka masuk Islam
sekitar abad ke 9 atau ke 10 di bawah pimpinan Ortoghol. Mereka mengabdikan
diri kepada Sultan Alauddin, Sultan Seljuk yang kebetulan berperang melawan
Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin memperoleh kemenangan. Atas
jasa baik mereka itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang
berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan
memilih Kota Syukut sebagai Ibu Kota.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289, kepemimpinannya dilanjutkan oleh
putranya Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan
Usmani. Usman memerintah antara 1290-1326. Sebagaimana ayahnya, ia banyak
berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki
benteng-benteng Bezantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300,
Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alaudin terbunuh. Kerajaan Saljuk ini
kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah,
kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering
disebut juga Usman I. [1]
Setelah Usman
mengakui dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300 M,
secara bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar
daerah perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu daerah
yang menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M. wilayah tersebut dapat
dikuasainya dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M.
Imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang luas
sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan
dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat serta pedalaman Iran, sampai Bab
el-Mandeb di selatan jazirah Arab. Selama masa
kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang
dari 38 Sultan.[2]
Di akhir
kehidupannya Usman menunjuk Orchan (42) anak yang lebih muda dari kedua orang
putranya sebagai calon pengganti memimpin kerajaan. Keputusan tersebut
disandarkan pada pertimbangan kemampuan dan bakat anaknya masing-masing.
Orchan sebagai prajurit yang potensial telah mendapat pengawasan dari ayahnya
dan telah menunjukkan kemampuannya dalam konteks militer pada penaklukkan
Brossa. Sementara Alauddin (kakaknya) lebih potensial dalam bidang agama dan hukum. Meskipun mereka sama-sama dibina dan dididik
oleh ayahnya. Sasaran Orchan setelah penobatannya menjadi raja ialah
penaklukkan kota Yunani seperti Nicea dan Nicomania. Nicea menyerah pada tahun
1327 dan Nocomedia takluk pada tahun 1338 M. [3]
Turki Usmani
mengalami masa keemasan saat dipimpin oleh Sultan Sulaiman I (1520-1566
M) ,dimana pada saat itu telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga
Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika
Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia,
Siria. meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga
daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis,
Budapest dan Yaman.[4]
Dimasa keemasan
ini banyak kemajuan-kemajuan yang diperoleh Turki Usmani diantaranya :
a.
Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin
kerajaan pada masa-masa pertama adalah orang-orang kuat, sehingga kerajaan
dapat melakukan ekpansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian kemajuan Turki
Usmani itu bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih
banyak faktor yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting
diantaranya adalah keberanian,
ketrampilan,ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan
saja . [5]
Dalam mengelola
wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam
struktur pemerintah,sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr
al-a’zham ( perdana menteri ), yang membawahi asya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq
atau al’alawiyah (Bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, dimasa
Sulatn Sulaiman I, disusun sebuah kitab undang-undang (Qanun). Kitab tersebut
diberi nama multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki
Usmani sampai datangnya revormasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman
I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qununi. [6]
Kekuatan
militer mulai diorganisasi dengan baik dan teratur keti terjadi kontak senjata
dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur yang baik juga.
Perubahan dalam tubuh militer oleh Orkhan sangat berarti bagi pembaharuan
militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai bagian anggota,
bahkan anak-anak kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam
suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer-negeri baru yang disebut pasukan Yenisseri atau
Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Usmani menjadi mesin
perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam
penaklukan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses. [7]
Pada abad ke
16, angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya, hal ini karena
angkatan laut juga menjadi prioritas yang dibenahi oleh pemerintah sehingga
dapat menopang ekspansi yang dilakukan untuk menaklukkan negeri-negeri lainya. [8]
b.
Bidang Kebudayaan
Dalam bidang
kebudayaan Turki Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat
pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke-17, muncul penyair yanitu
Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan
karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan.
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia
ke dalam istana Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru
tulis bagi Musahif Mustafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama.
Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan dua tokoh terkemuka yaitu Katip
Celebi dan Evliya Celebi. Yang terkenal dari semua penulis adalah Mustafa
bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji Halife
(1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf
Az-Zunun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang
penyair yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan
Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M). Adapun di bidang seni arsitektur
Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya bangunan-bangunan mesjid yang
indah, seperti masjid Al-Muhammadi atau Masjid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid
Agung Sultan Sulaiman, dan masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja.[9]
Kebudayaan Turki
Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah
kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak
mengambil ajaran-ajaran etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi
pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bezantium. Sedangkan
ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan, keilmuan dan
huruf mereka mengambil dari Arab. Orang – orang Turki Usmani dikenal sebagai
bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk
menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin mereka masih miskin kebudayaan.
Bagaimanapun sebelumnya mereka adalah orang orang normal yang hidup di dataran
Asia Tengah. [10]
c.
Bidang Keagamaan
Dalam tradisi
di Turki Usmani, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan
politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa
Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagai pejabat urusan Agama
tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa
legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa
ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi
merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat Al-bektasi
sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut
tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh
besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari
bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fiqih, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak
mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Turki Usmani cenderung bersikap taklid
dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.[11]
Kajian-kajian
ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, tafsir, dan hadits boleh dikatakan
tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk
menegakkan satu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd
Al- Hamid II misalnya begitu fanatik terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa
perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan – kritikan aliran lain. Ia
memerintahkan kepada Syaikh Husein Al-Jifri menulis kitab Al-Hushun
Al-Hamidiyah (Benteng Pertahanan Abdul Hamid) untuk melestarikan aliran
yang dianutnya itu. Akibat kelesuan dibidang
ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebihan, maka ijtihad
tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah
(penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya masa klasik .[12]
Pada masa itu
berkembang pula ajaran-ajaran tarekat yang paling besar, yakni tarekat Al-Bektasyi
dan Al-Maulawy, kedua tarekat ini mempunyai pengaruh pada wilayah yang
berbeda, tarekat Al-Bektasyi sangat berpengaruh di kalangan tentara Yenesari,
sementara Al-Maulawy berpengaruh besar dikalangan penguasa. Sufisme
pada masa ini sangat digemari oleh umat Islam, sehingga mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Keadaan frustasi yang merata dikalangan umat karena hancurnya
tatanan kehidupan intelektual dan material akibat konflik-konflik internal dan
serangan tentara mongol yang membabi buta, menyebabkan orang kembali kepada Tuhan
dan bersikap fatalistis.[13]
Madrasah madrasah yang berkembang pada waktu itu diwarnai dengan
kegiatan-kegiatan sufi, kemudian madrasah-madrasah berkembang menjadi
zawiyah-zawiyah.
2.
Pendidikan Pada Masa Turki Usmani
Salah satu kemajuan
pendidikan, pada masa turki usmani adalah madrasah didorong mempelajari beragam
ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan
Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan
yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal
ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah
berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang
berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para
siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.[14]
Pada
masa Sultan Al-Fatih, ilmu pengetahuan memdapat cukup perhatian, sehingga pada
masa itu tampak kemajuannya, terbukti dengan tersebarnya sekolah-sekolah
dan akademi-akademi di semua kota besar ataupun kecil, demikian pula
dengan desa-desa terpencil. Disamping itu semua sekolah-sekolah dan akademi-akademi
telah terorganisir, berjenjang dan memiliki kurikulum
serta bersistem jurusan. Disamping pembangunan sekolah-sekolah dan
akademi-akademi kepedulian akan ilmu pengetahuan juga terlihat dari
perpustakaan-perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolah dimana pengelolaan
perpustakaan tersebut sangat tertib, terbukti dengan keteraturan catatan
peminjam.[15]
Memang tidak banyak yang
di peroleh bila dilihat dari perkembangan
pendidikan di Turki Usmani, hal ini lebih karena dinasti ini adalah
sebagai bangsa yang berdarah militer, sehingga lebih banyak memfokuskan
perhatiannya pada urusan kemiliteran, sementara masalah pendidikan kurang
memperoleh perhatian yang signifikan. Akan tetapi bila dilihat secara seksama
hanya beberapa hal yang dapat dilihat dalam bidang pendidikan .
Kebangkitan
intelektual di Barat telah memberikan kontribusi yang besar bagi Eropa.
Semangat rasionalisme akibat dari adanya informasi pengetahuan yang
mereka dapat, telah membuat Negara-negara Barat menjadi kuat, baik militer,
ekonomi maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya kekalahan-kekalahan yang
dialami oleh kerajaan Turki Usmani menyebabkan sultan Ahmad III sangat prihatin
sembari melakukan introspeksi. Dari itulah tumbuh sikap baru dari dalam
Kerajaan Turki Usmani untuk bersikap lebih arif terhadap keberadaan barat.
Barat tidak lagi dianggap sebagai musuh yang harus dijauhi. Menurut Sultan
Ahmad III apabila umat Islam ingin maju, maka harus menjalin kerja sama dengan
Eropa untuk mengejar ketinggalan dengan Barat.[16]
Sultan-sultan
pada masa Utsmaniyah
banyak mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah terutama di
Istambul dan Mesir. Tetapi tingkat pendidikan itu tidak mengalami perbaikan dan
kemajuan sedikitpun. Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi
kitab-kitab yang tidak sedikit bilangannya. Tiap-tiap orang bebas membaca dan
mempelajari isi kitab itu. Bahkan banyak pula ulama, guru-guru, ahli sejarah
dan ahli syair pada masa itu. Tetapi mereka itu hanya mempelajari kaidah-kaidah
ilmu Agama dan Bahasa Arab, serta sedikit ilmu berhitung untuk membagi harta
warisan dan ilmu miqat untuk mengetahui waktu sembahyang. Mereka tidak
terpengaruh oleh pergerakan ilmiyah di Eropa dan tidak mau pula mengikuti
jejak zaman kemajuan Islam pada masa Harun Ar-Rasyid dan masa Al-Makmun,
yaitu masa keemasan dalam sejarah Islam. [17]
Pada
masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara
umum mengenai tujuan pendidikan. Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan
pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara
yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian,
ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi
sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu,
mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya
para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai
penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya,
berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16.
Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah.[18]
Pada
masa Sultan Al-fatih telah dilakukan penerjemahan khazanah-khazanah lama dari
bahasa Yunani, Latin, Persia dan Arab kedalam bahasa Turki, salah satu buku
yang diterjemahkan adalah Masyahir Al-Rijal (orang-orang terkenal) karya
Poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke bahasa turki adalah
buku karangan Abu Al-Qasim Al-Zaharowi Al-Andalusi, seorang ahli kedokteran
yang berjudul Al-Tashrif Fi Al-Thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan
pembahasan alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi
bedah.[19]
Berawal
dari adanya reformasi yang dilakukan di zaman modern yaitu pada masa Sultan
Mahmud II yang di ikuti oleh sultan berikutnya yaitu Abdul Majid, di berbagai
bidang termasuk di dalamnya pendidikan, karena pendidikan mempunyai pengaruh
yang cukup besar bagi pengembangan pembaharuan kerajaan Usmani, hal ini
dilakukan untuk mempertahankan daulah Usmaniah. Sultan Mahmud sadar bahwa
madrasah tradisional tidak lagi sesuai dengan tuntunan zaman abad ke 19.
Di
masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah
dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di
perusahaan industri. Kebiasaan ini membuat bertambah meningkatnya jumlah buta
khuruf di kerajaan Usmani. Untuk mengatasi problem ini, Sultan Mahmud II
mengeluarkan perintah supaya anak sampai usia dewasa jangan dihalangi untuk
masuk madrasah. [20]
3.
Sistem Pengajaran pada Masa Turki Usmani
Sultan Orkhan
(1326-1329) adalah sultan pertama yang mendirikan madrasah di masa kerajaan
Turki Usmani. Kemudian dilanjutkan oleh sultan-sultan penerusnya, sehingga pada
masa Kerajaan Turki Usmani ini banyak berdiri madrasah dan masjid, terutama di
Istambul dan Mesir. Pada masa ini pula banyak perpustakaan yang berisi
kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap orang bebas membaca dan
mempelajari isi kitab-kitab itu. Hal ini membuktikan betapa besarnya perhatian
para penguasa dalam pengembangan pengetahuan waktu itu. Hampir semua penguasa
Dinasti Usmaniyah memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam
mengembangkan pendidikan dan juga seni arsitektur. Sistem pengajaran yang
dikembangkan pada masa Turki Usmani adalah menghafal matan-matan meskipun tidak
mengerti maksudnya, seperti menghafal matan al-Jurumiyah, matan Taqrib,
matan Alfiah dan yang lainnya. Murid-murid setelah menghafal matan-matan
itu barulah mempelajari syarahnya. Model pengajaran seperti ini masih sering
digunakan sampai sekarang, terutama pada pondok-pondok pesantren klasik.[21]
Sultan Mahmud
II yang naik tahta menggantikan Ahmad III masih tetap melakukan
pembaruan-pembaruan sistem pendidikan. Pembaruan yang dilakukannya adalah
dengan memperbaiki sistem Pendidikan Madrasah yang pada saat itu hanya
mengajarkan ilmu pengetahuan Agama dengan mencoba memasukkan ilmu pengetahuan
umum. Namun pekerjaan ini sangat sukar dilakukan, perpaduan kurikulum ini
sangat sulit untuk diterapkan , maka akhirnya madrasah tradisional dibiarkan
berjalan dan kemudian menjadi tanggung jawab ulama. Akan tetapi di sampingnya
didirikan dua sekolah pengetahuan umum yaitu: Maktebi Ma’rif (sekolah
Pengetahuan umum); dan Makteby Ulum U-edebiye (sekolah sastra).
Pemisahan kedua lembaga pendidikan ini merupakan awal dikotomi dalam ilmu
pengetahuan.[22]
Pada zaman
pertengahan, kurikulum yang digunakan di sekolah Madrasah tidak menggunakan
kurikulum yang resmi, sehingga pembelajaran di madrasah hanya di titik beratkan
pada pendidikan agama saja. Ketika Sultan Mahmud II berkuasa. Sultan Mahmud
mengeluarkan maklumat tentang pendidikan dasar, mulai adanya perubahan system
kurikulum, dengan kurikulum baru tersebut dimasukan pelajaran umum. Pada 1864,
Turki Usmani membentuk Komisi Sekolah Dasar Muslim. Kurikulum mulai disusun
lebih baik tahun sekolah dasar mulai diajarkan beberapa pelajaran tambahan
seperti; seni menulis indah (Kaligrafi), kewarganegaraan, geografi, dan
aritmatika. Pada pendidikan madrasah dan pendidikan tinggi juga yaitu Mekteb-i
Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah
Sastra), ada perubahan kurikulum, yaitu dengan menambahkan pelajaran umum,
antara lain: bahasa Prancis, Ilmu Bumi, ilmu ukur, sejarah dan ilmu politik
disamping Bahasa Arab. Sekolah pengetahuan umum mendidik siswa menjadi pegawai
administrasi, dan sekolah sastra menyiapkan penterjemah-penterjemah untuk
kepentingan pemerintah. [23]
Pada masa
pembaharuan terdapat pula perubahan dalam metode pengajaran, pada masa ini,
para siswa di berikan kebebasan dalam berfikir, dan berdiskusi tentang
pengetahuan yang telah ia baca. Dengan adanya perubahan metode dan kurikulum
banyak siswa yang dikirim ke luar Negeri dan sekembalinya, ia membawa pengaruh
yang besar serta adanya ide-ide baru.
Adapun tingkat-tingkat pengajaran di Turki Usmani adalah sebagai
berikut:
1.
Tingkat
Rendah (S.R.) 5 tahun
2.
Tingkat
Menengah (S.M.P.) 3 tahun
3.
Tingkat
Menengah Atas (S.M.A.) 3 tahun
4.
Tingkat
tinggi (Universitas) 4 tahun
Dikelas IV dan
V S.R. diajarkan ilmu Agama jika mendapatkan izin dari orang tua murid. Begitu
juga diajarkan agama dikelas III Sekolah Menengah (SMP.) jika diminta oleh
orang tua murid. Selain itu ada juga sekolah Imam Chatib (sekolah agama) 7
tahun, 4 tahun pada tingkat menengah pertama dan tiga tahun pada tingkat
menengah atas. Murid-murid yang diterima masuk sekolah imam chatib itu ialah
murid-murid tamatan S.R 5 tahun. Untuk melanjutkan dari sekolah Imam Chatib
didirikan Institut Islam di Istambul pada tahun 1959, dan pengajarannya
berlangsung selama 4 tahun. Dasar-dasar pengajarannya adalah sebagai berikut: [24]
1.
Tafsir
2.
Hadis
3.
Bahasa
Arab
4.
Bahasa
Turki
5.
Filsafat
6.
Sejarah
Kebudayaan Islam
7.
Ilmu
Bumi
8.
Dll
D.
KESIMPULAN
Kerajaan Turki Utsmani
merupakan kerajaan yang dipimpin oleh 40 sultan. Kemunduran bangsa barat, dalam
segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah yang terpenting. Turki utsmani
yang memimpin selama kurang lebih 6 abad memberikan bukti kejayaannya sampai ke
Eropa, akan tetapi dari stagnanisasi bangsa Utsmani mereka lebih
memajukan kemiliteran mereka dari pada pendidikan, bagi mereka kemiliterannya
adalah satu hal yang terpenting yang harus dimiliki leh seorang pemimin, keberhasilan
penalukan konstantinopel, menjadi semangat untuk menjadikan kerajaan Turki Utsmani
menjadi symbol kejayaan Islam.
Pendidikan Islam pada
masa Turki Usmani mengalami perkembangan setelah terjadinya pembaharuan system
pendidikan Islam, dari mulai lembaga Pendidikan, Kurikulum dan Metode,
Pendanaan serta sarana lain yang dapat membantu terhadap perkembangan
Pendidikan Islam, pembaharuan ini di mulai Pada Masa Sultan Mahmud II yaitu
pada Abad pertengahan hingga Abad Modern.
Sistem
pengajaran yang dikembangkan pada masa Turki Usmani adalah menghafal
matan-matan meskipun tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal matan al-Jurumiyah,
matan Taqrib, matan Alfiah dan yang lainnya. Murid-murid setelah
menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Yatim Badri,
2000, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Bandung, PT Raja
Grapindo Persada.
Amin Samsul
Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Sinar Grafika Offset.
Kodir Abdul,
2015, Sejarah Pendidikan Islam Dari Masa Rasulullah hingga Reformasi Di
Indonesia, Bandung, CV Pustaka Setia,
Nizar Samsul, 2007, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta. Kencana
Nata Abuddin,
2010, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan
Pertengahan, Jakarta, PT
Raja Grapindo Persada.
Zuhairini, 1997,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, Bulan
Bintang
Abdul M. Karim,
2007, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,
Yogyakarta, Pustaka Book Publisher.
Yunus Mahmud, 1989,
Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Hidakarya
Agung.
Hasan Abu Ali
al-Nadwi, 1988, Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
Nurhakim. Moh, Sejarah
dan Peradapan Islam, 2004, Malang, UMM Press.
Ahari Ardiansyah , Makalah, Pola Pendidikan Pada Masa Turki Usmani,
Lady Chabbie,
Makalah, Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani (1294-1924),
Mukarom,
Makalah, Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M,
Jurnal Tarbiya
Volume: 1 No: 1 2015 (109-126), UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
[1] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali
Pers, hal 130
http://ahareyy.blogspot.co.id/2013/06/pola-pendidikan-pada-masa-turki-usmani.html
[4] Ibid
[5] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
Amzah, Jakarta 2010, hal 200
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 135
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
Amzah, Jakarta 2010, hal 201
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 135
[9] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
Amzah, Jakarta 2010, hal 203
[10]
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 136
[11] Ibid, hal 137
[12] Ibid, hal 137
[13] Abuddin Nata. Sejarah PendidikanIslam Pada
Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta, PT
Raja grapindo Persada, 2010, hal. 284.
http://ahareyy.blogspot.co.id/2013/06/pola-pendidikan-pada-masa-turki-usmani.html.
[16] Abdul M. Karim. Sejarah Pemikiran Dan
Peradaban Islam. Yogyakarta, Pustaka Book
Publisher, 2007.
[17] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta,
PT. Hidakarya Agung, 1989, hal 164-
165
[18] Moh.Nurhakim, Sejarah dan Peradapan Islam,
Malang, UMM Press, 2004, hal 135
[19] Lady Chabbie, Makalah, Sejarah Peradaban
Islam Masa Turki Usmani (1294-1924),
[20] Mukarom, Makalah, Pendidikan Islam pada
Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M,
Jurnal Tarbiya Volume: 1 No: 1 2015
(109-126), UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
[21] Hasan Abu Ali al-Nadwi, Islam Membangun Peradaban
Dunia. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya, 1988.
[22] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008.
[23] Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam
Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Hal 287
[24] Mahmud Yunus, Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam
dan Intisari
Pendidikan Barat,
Jakarta: C.v. Al-Hidayah, 1989, h. 124-125.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar