Jumat, 01 Desember 2017

POLA PENDIDIKAN ISLAM PERIODE DINASTI TURKI USMANI

A.    LATAR BELAKANG
Umat Islam mengalami puncak keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Pada masa itu bermunculan para pemikir Islam terkenal yang sampai sekarang pemikirannya masih diperbincangkan dan dijadikan dasar kebijakan bagi pemikiran dimasa mendatang, baik dalam bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan. Kemajuan Islam ini tercipta berkat usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik ilmuan, birokrat, agamawan, militer, dan ekonomi maupun masyarakat umum.
Keadaan politik Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, yaitu utsmani di turki, mughal di india, dan syafawi di persia. Kerajaan Utsmani disamping merupakan kerajaan Islam yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Setelah terjadinya penyerangan mongol yang di pimpin Hulagu Khan tahun 1258, kekuasaan Islam yang bepusat di Baghdad mengalami kehancuran. Kekuatan politik Islam mengalami kemunduran. Wilayah kekuasaannya tercerai - berai dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol. Keadaan ini semakin diperparah oleh serangan dari Timur Lenk yang datang menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Namun demikian, kehancuran dunia Islam tidak merata. Diseluruh dunia Islam, masih terdapat pilar-pilar penyangga yang melanjutkan kejayaan dunia Islam. Pilar tersebut adalah kekhalifahan Turki Usmani di Turki, kekhalifahan Mughal di India, dan kekhalifahan Safawi di Persia. Di antara tiga kekhalifahan Islam yang muncul pada abad pertengahan ini, kekhalifahan Turki Usmani termasuk yang pertama berdiri dan juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibandingkan dua kerajaan lainnya. 

B.     PERMASALAHAN
Melihat pendahuluan yang diketengahkan diatas,  maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah :
1.    Bagaimana sejarah singkat berdirinya Turki Usmani ?
2.    Bagaimana Pola pendidikan pada masa Turki Usmani ?
3.    Bagaimana sistem pengajaran pada masa Turki Usmani

C.    PEMBAHASAN MASALAH

1.    Sekilas Sejarah Berdirinya Turki Usmani
Pendiri bangsa ini adalah Bangsa Turki dan kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina dalam masa waktu sekitar tiga abad, mereka pindah ke-Turkistan Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke 9 atau ke 10 di bawah pimpinan Ortoghol. Mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin, Sultan Seljuk yang kebetulan berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin memperoleh kemenangan. Atas jasa baik mereka itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih Kota Syukut sebagai Ibu Kota.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289, kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara 1290-1326. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bezantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300, Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alaudin terbunuh. Kerajaan Saljuk ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang  sering  disebut juga Usman I. [1]
Setelah Usman mengakui dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300 M, secara bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu daerah yang menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M. wilayah tersebut dapat dikuasainya dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M.
Imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai efrat serta pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah Arab. Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan.[2]
Di akhir kehidupannya Usman menunjuk Orchan (42) anak yang lebih muda dari kedua orang putranya sebagai calon pengganti memimpin kerajaan. Keputusan tersebut disandarkan pada pertimbangan kemampuan dan bakat anaknya  masing-masing. Orchan sebagai prajurit yang potensial telah mendapat pengawasan dari ayahnya dan telah menunjukkan kemampuannya dalam konteks militer pada penaklukkan Brossa. Sementara Alauddin (kakaknya) lebih potensial dalam bidang agama dan hukum.  Meskipun mereka sama-sama dibina dan dididik oleh ayahnya. Sasaran Orchan setelah penobatannya menjadi raja ialah penaklukkan kota Yunani seperti Nicea dan Nicomania. Nicea menyerah pada tahun 1327 dan Nocomedia takluk pada tahun 1338 M. [3]
Turki Usmani mengalami masa keemasan saat dipimpin oleh Sultan Sulaiman I (1520-1566 M) ,dimana pada saat itu telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia, Siria. meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis, Budapest dan Yaman.[4]
Dimasa keemasan ini banyak kemajuan-kemajuan yang diperoleh Turki Usmani diantaranya :
a.      Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin kerajaan pada masa-masa pertama adalah orang-orang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekpansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian kemajuan Turki Usmani itu bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya  adalah keberanian, ketrampilan,ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja . [5]
Dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintah,sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham ( perdana menteri ), yang membawahi asya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al’alawiyah (Bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, dimasa Sulatn Sulaiman I, disusun sebuah kitab undang-undang (Qanun). Kitab tersebut diberi nama multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya revormasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qununi. [6]
Kekuatan militer mulai diorganisasi dengan baik dan teratur keti terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur yang baik juga. Perubahan dalam tubuh militer oleh Orkhan sangat berarti bagi pembaharuan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai bagian anggota, bahkan anak-anak kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer-negeri baru yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses. [7]
Pada abad ke 16, angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya, hal ini karena angkatan laut juga menjadi prioritas yang dibenahi oleh pemerintah sehingga dapat menopang ekspansi yang dilakukan untuk menaklukkan negeri-negeri lainya. [8]

b.      Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke-17, muncul penyair yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan.
Di  antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi Musahif Mustafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan dua tokoh terkemuka yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terkenal dari semua penulis adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang penyair yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M). Adapun di bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti masjid Al-Muhammadi atau Masjid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja.[9]
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bezantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka mengambil dari Arab. Orang – orang Turki Usmani dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin mereka masih miskin kebudayaan. Bagaimanapun sebelumnya mereka adalah orang orang normal yang hidup di dataran Asia Tengah. [10]

c.       Bidang Keagamaan
Dalam tradisi di Turki Usmani, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagai pejabat urusan Agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat Al-bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fiqih, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Turki Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.[11]
Kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, tafsir, dan hadits boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd Al- Hamid II misalnya begitu fanatik terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan – kritikan aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syaikh Husein Al-Jifri menulis kitab Al-Hushun Al-Hamidiyah (Benteng Pertahanan Abdul Hamid) untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan dibidang  ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya masa klasik .[12]
Pada masa itu berkembang pula ajaran-ajaran tarekat yang paling besar, yakni tarekat Al-Bektasyi dan Al-Maulawy, kedua tarekat ini mempunyai pengaruh pada wilayah yang berbeda, tarekat Al-Bektasyi sangat berpengaruh di kalangan tentara Yenesari, sementara Al-Maulawy berpengaruh besar dikalangan penguasa. Sufisme pada masa ini sangat digemari oleh umat Islam, sehingga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Keadaan frustasi yang merata dikalangan umat karena hancurnya tatanan kehidupan intelektual dan material akibat konflik-konflik internal dan serangan tentara mongol yang membabi buta, menyebabkan orang kembali kepada Tuhan dan bersikap fatalistis.[13] Madrasah madrasah yang berkembang pada waktu itu diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi, kemudian madrasah-madrasah berkembang menjadi zawiyah-zawiyah.


2.      Pendidikan Pada Masa Turki Usmani
Salah satu kemajuan pendidikan, pada masa turki usmani adalah madrasah didorong mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.[14]
Pada masa Sultan Al-Fatih, ilmu pengetahuan memdapat cukup perhatian, sehingga pada masa itu tampak kemajuannya, terbukti dengan tersebarnya sekolah-sekolah dan  akademi-akademi di semua kota besar ataupun kecil, demikian pula dengan desa-desa terpencil. Disamping itu semua sekolah-sekolah dan akademi-akademi telah terorganisir, berjenjang dan memiliki kurikulum serta  bersistem jurusan. Disamping pembangunan sekolah-sekolah dan akademi-akademi kepedulian akan ilmu pengetahuan juga terlihat dari perpustakaan-perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolah dimana pengelolaan perpustakaan tersebut sangat tertib, terbukti dengan keteraturan catatan peminjam.[15]
Memang tidak banyak yang di peroleh bila dilihat dari perkembangan  pendidikan di Turki Usmani, hal ini lebih karena dinasti ini adalah sebagai bangsa yang berdarah militer, sehingga lebih banyak memfokuskan perhatiannya pada urusan kemiliteran, sementara masalah pendidikan kurang memperoleh perhatian yang signifikan. Akan tetapi bila dilihat secara seksama hanya beberapa hal yang dapat dilihat dalam bidang pendidikan .
Kebangkitan intelektual di Barat telah memberikan kontribusi yang besar bagi Eropa. Semangat rasionalisme akibat dari adanya informasi pengetahuan yang mereka dapat, telah membuat Negara-negara Barat menjadi kuat, baik militer, ekonomi maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya kekalahan-kekalahan yang dialami oleh kerajaan Turki Usmani menyebabkan sultan Ahmad III sangat prihatin sembari melakukan introspeksi. Dari itulah tumbuh sikap baru dari dalam Kerajaan Turki Usmani untuk bersikap lebih arif terhadap keberadaan barat. Barat tidak lagi dianggap sebagai musuh yang harus dijauhi. Menurut Sultan Ahmad III apabila umat Islam ingin maju, maka harus menjalin kerja sama dengan Eropa untuk mengejar ketinggalan dengan Barat.[16]
Sultan-sultan pada masa Utsmaniyah banyak mendirikan masjid-masjid dan madrasah-madrasah terutama di Istambul dan Mesir. Tetapi tingkat pendidikan itu tidak mengalami perbaikan dan kemajuan sedikitpun. Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit bilangannya. Tiap-tiap orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab itu. Bahkan banyak pula ulama, guru-guru, ahli sejarah dan ahli syair pada masa itu. Tetapi mereka itu hanya mempelajari kaidah-kaidah ilmu Agama dan Bahasa Arab, serta sedikit ilmu berhitung untuk membagi harta warisan dan ilmu miqat untuk mengetahui waktu sembahyang. Mereka tidak terpengaruh oleh pergerakan ilmiyah di Eropa dan tidak mau pula mengikuti jejak zaman kemajuan Islam pada masa Harun Ar-Rasyid dan masa Al-Makmun, yaitu masa keemasan dalam sejarah Islam. [17]
Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan. Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah.[18]
Pada masa Sultan Al-fatih telah dilakukan penerjemahan khazanah-khazanah lama dari bahasa Yunani, Latin, Persia dan Arab kedalam bahasa Turki, salah satu buku yang diterjemahkan adalah Masyahir Al-Rijal (orang-orang terkenal) karya Poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke bahasa turki adalah buku karangan Abu Al-Qasim Al-Zaharowi Al-Andalusi, seorang ahli kedokteran yang berjudul Al-Tashrif Fi Al-Thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan pembahasan alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi bedah.[19]
Berawal dari adanya reformasi yang dilakukan di zaman modern yaitu pada masa Sultan Mahmud II yang di ikuti oleh sultan berikutnya yaitu Abdul Majid, di berbagai bidang termasuk di dalamnya pendidikan, karena pendidikan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi pengembangan pembaharuan kerajaan Usmani, hal ini dilakukan untuk mempertahankan daulah Usmaniah. Sultan Mahmud sadar bahwa madrasah tradisional tidak lagi sesuai dengan tuntunan zaman abad ke 19.
Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Kebiasaan ini membuat bertambah meningkatnya jumlah buta khuruf di kerajaan Usmani. Untuk mengatasi problem ini, Sultan Mahmud II mengeluarkan perintah supaya anak sampai usia dewasa jangan dihalangi untuk masuk madrasah. [20]
3.      Sistem Pengajaran pada Masa Turki Usmani
Sultan Orkhan (1326-1329) adalah sultan pertama yang mendirikan madrasah di masa kerajaan Turki Usmani. Kemudian dilanjutkan oleh sultan-sultan penerusnya, sehingga pada masa Kerajaan Turki Usmani ini banyak berdiri madrasah dan masjid, terutama di Istambul dan Mesir. Pada masa ini pula banyak perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab-kitab itu. Hal ini membuktikan betapa besarnya perhatian para penguasa dalam pengembangan pengetahuan waktu itu. Hampir semua penguasa Dinasti Usmaniyah memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam mengembangkan pendidikan dan juga seni arsitektur. Sistem pengajaran yang dikembangkan pada masa Turki Usmani adalah menghafal matan-matan meskipun tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal matan al-Jurumiyah, matan Taqrib, matan Alfiah dan yang lainnya. Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya. Model pengajaran seperti ini masih sering digunakan sampai sekarang, terutama pada pondok-pondok pesantren klasik.[21]
Sultan Mahmud II yang naik tahta menggantikan Ahmad III masih tetap melakukan pembaruan-pembaruan sistem pendidikan. Pembaruan yang dilakukannya adalah dengan memperbaiki sistem Pendidikan Madrasah yang pada saat itu hanya mengajarkan ilmu pengetahuan Agama dengan mencoba memasukkan ilmu pengetahuan umum. Namun pekerjaan ini sangat sukar dilakukan, perpaduan kurikulum ini sangat sulit untuk diterapkan , maka akhirnya madrasah tradisional dibiarkan berjalan dan kemudian menjadi tanggung jawab ulama. Akan tetapi di sampingnya didirikan dua sekolah pengetahuan umum yaitu: Maktebi Ma’rif (sekolah Pengetahuan umum); dan Makteby Ulum U-edebiye (sekolah sastra). Pemisahan kedua lembaga pendidikan ini merupakan awal dikotomi dalam ilmu pengetahuan.[22]
Pada zaman pertengahan, kurikulum yang digunakan di sekolah Madrasah tidak menggunakan kurikulum yang resmi, sehingga pembelajaran di madrasah hanya di titik beratkan pada pendidikan agama saja. Ketika Sultan Mahmud II berkuasa. Sultan Mahmud mengeluarkan maklumat tentang pendidikan dasar, mulai adanya perubahan system kurikulum, dengan kurikulum baru tersebut dimasukan pelajaran umum. Pada 1864, Turki Usmani membentuk Komisi Sekolah Dasar Muslim. Kurikulum mulai disusun lebih baik tahun sekolah dasar mulai diajarkan beberapa pelajaran tambahan seperti; seni menulis indah (Kaligrafi), kewarganegaraan, geografi, dan aritmatika. Pada pendidikan madrasah dan pendidikan tinggi juga yaitu Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra), ada perubahan kurikulum, yaitu dengan menambahkan pelajaran umum, antara lain: bahasa Prancis, Ilmu Bumi, ilmu ukur, sejarah dan ilmu politik disamping Bahasa Arab. Sekolah pengetahuan umum mendidik siswa menjadi pegawai administrasi, dan sekolah sastra menyiapkan penterjemah-penterjemah untuk kepentingan pemerintah. [23]
Pada masa pembaharuan terdapat pula perubahan dalam metode pengajaran, pada masa ini, para siswa di berikan kebebasan dalam berfikir, dan berdiskusi tentang pengetahuan yang telah ia baca. Dengan adanya perubahan metode dan kurikulum banyak siswa yang dikirim ke luar Negeri dan sekembalinya, ia membawa pengaruh yang besar serta adanya ide-ide baru.
Adapun tingkat-tingkat pengajaran di Turki Usmani adalah sebagai berikut:
1.    Tingkat Rendah (S.R.) 5 tahun
2.    Tingkat Menengah (S.M.P.) 3 tahun
3.    Tingkat Menengah Atas (S.M.A.) 3 tahun
4.    Tingkat tinggi (Universitas) 4 tahun
Dikelas IV dan V S.R. diajarkan ilmu Agama jika mendapatkan izin dari orang tua murid. Begitu juga diajarkan agama dikelas III Sekolah Menengah (SMP.) jika diminta oleh orang tua murid. Selain itu ada juga sekolah Imam Chatib (sekolah agama) 7 tahun, 4 tahun pada tingkat menengah pertama dan tiga tahun pada tingkat menengah atas. Murid-murid yang diterima masuk sekolah imam chatib itu ialah murid-murid tamatan S.R 5 tahun. Untuk melanjutkan dari sekolah Imam Chatib didirikan Institut Islam di Istambul pada tahun 1959, dan pengajarannya berlangsung selama 4 tahun. Dasar-dasar pengajarannya adalah sebagai berikut: [24]
1.    Tafsir
2.    Hadis
3.    Bahasa Arab
4.    Bahasa Turki
5.    Filsafat
6.    Sejarah Kebudayaan Islam
7.    Ilmu Bumi
8.    Dll

D.    KESIMPULAN
Kerajaan Turki Utsmani merupakan kerajaan yang dipimpin oleh 40 sultan. Kemunduran bangsa barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah yang terpenting. Turki utsmani yang memimpin selama kurang lebih 6 abad memberikan bukti kejayaannya sampai ke Eropa, akan tetapi dari stagnanisasi bangsa Utsmani mereka lebih memajukan kemiliteran mereka dari pada pendidikan, bagi mereka kemiliterannya adalah satu hal yang terpenting yang harus dimiliki leh seorang pemimin, keberhasilan penalukan konstantinopel, menjadi semangat untuk menjadikan kerajaan Turki Utsmani menjadi symbol kejayaan Islam.
Pendidikan Islam pada masa Turki Usmani mengalami perkembangan setelah terjadinya pembaharuan system pendidikan Islam, dari mulai lembaga Pendidikan, Kurikulum dan Metode, Pendanaan serta sarana lain yang dapat membantu terhadap perkembangan Pendidikan Islam, pembaharuan ini di mulai Pada Masa Sultan Mahmud II yaitu pada Abad pertengahan hingga Abad Modern.
Sistem pengajaran yang dikembangkan pada masa Turki Usmani adalah menghafal matan-matan meskipun tidak mengerti maksudnya, seperti menghafal matan al-Jurumiyah, matan Taqrib, matan Alfiah dan yang lainnya. Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya.
  
DAFTAR PUSTAKA


Yatim Badri, 2000, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Bandung, PT Raja Grapindo Persada.
Amin Samsul Munir, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Sinar Grafika Offset.
Kodir Abdul, 2015, Sejarah Pendidikan Islam Dari Masa Rasulullah hingga Reformasi Di Indonesia, Bandung, CV Pustaka Setia,
Nizar Samsul, 2007, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta. Kencana
Nata Abuddin, 2010, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan 
Pertengahan, Jakarta, PT Raja Grapindo Persada.
Zuhairini, 1997, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, Bulan
Bintang
Abdul M. Karim, 2007, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,  
Yogyakarta, Pustaka Book Publisher.
Yunus Mahmud, 1989, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Hidakarya
Agung.
Hasan Abu Ali al-Nadwi, 1988, Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Nurhakim. Moh, Sejarah dan Peradapan Islam, 2004, Malang, UMM Press.
Ahari Ardiansyah , Makalah, Pola Pendidikan Pada Masa Turki Usmani
Lady Chabbie, Makalah, Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani (1294-1924),
Mukarom, Makalah, Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M,
Jurnal Tarbiya Volume: 1 No: 1 2015 (109-126), UIN Sunan Gunung Djati Bandung,



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 130
[2] Samsul nizar, sejarah pendidikan islam, kencana, jakarta. 2007 cet.1 hal 192
[3] Ahari Ardiansyah , Makalah, Pola Pendidikan Pada Masa Turki Usmani,  
   http://ahareyy.blogspot.co.id/2013/06/pola-pendidikan-pada-masa-turki-usmani.html
[4]  Ibid
[5]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta 2010, hal 200
[6]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 135
[7]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta 2010, hal 201
[8]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 135

[9]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta 2010, hal 203
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Pers, hal 136
[11]  Ibid, hal 137
[12]  Ibid, hal 137
[13]  Abuddin Nata. Sejarah PendidikanIslam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta, PT
     Raja grapindo Persada, 2010, hal. 284.
[14]  Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, bumi aksara, Jakarta,bulan bintang, tahun 1997, hal 54
[15]  Ahari Ardiansyah , Makalah, Pola Pendidikan Pada Masa Turki Usmani
     http://ahareyy.blogspot.co.id/2013/06/pola-pendidikan-pada-masa-turki-usmani.html.
[16]  Abdul M. Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta, Pustaka Book       
      Publisher, 2007.
[17]  Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1989, hal 164-
      165
[18]  Moh.Nurhakim, Sejarah dan Peradapan Islam, Malang, UMM Press, 2004, hal 135
[19]  Lady Chabbie, Makalah, Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani (1294-1924),
[20]  Mukarom, Makalah, Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M,
     Jurnal Tarbiya Volume: 1 No: 1 2015 (109-126), UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
[21]  Hasan Abu Ali al-Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia Pustaka 
    Jaya, 1988.
[22]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008.
[23]  Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Hal 287
[24]  Mahmud Yunus, Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari
     Pendidikan Barat, Jakarta: C.v. Al-Hidayah, 1989, h. 124-125.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.     PENDAHULUAN Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara...