I.
PENDAHULUAN
Sistem Pendidikan Nasional
adalah sebuah sistem yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan
yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan
pendidikan nasional. Seiring tuntutan pembaharuan pendidikan di Indonesia,
kebijakan pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan.
Semenjak tahun 2003 telah
diganti dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang disahkan pada tanggal
11 Juni 2003. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat
menyebutkan bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa,” dalam hal ini bangsa
mencakup seluruh warga negara Indonesia baik warga yang belajar di
sekolah-sekolah negeri, maupun yang belajar di sekolah swasta dalam hal ini
kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik.[1]
Upaya “meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia membutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah, ini
berarti pemunculan kebijakan itu harus dilandaskan pada orientasi tujuan yang
kuat.”[2] Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
Indonesia dalam bidang pendidikan tidak hanya berbentuk undang-undang saja.
Persoalan penting yang perlu disorot adalah apakah kebijakan pendidikan itu
dapat diimplementasikan dengan baik juga menghasilkan output yang diharapkan,
bahwa hasil akhir dari semua kebijakan itu sebagaimana yag telah ditentukan
dalam tujuan dari pendidikan itu .
Salah satu upaya untuk
mengetahui seberapa tepat dan seberapa besar hasil yang diupayakan oleh
pemerintah itu maka perlu adanya kegiatan monitoring dan evaluasi dari
kebijakan pendidikan dari pemerintah
itu.
Untuk lebih memahami tentang
monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu, maka di makalah ini akan
dikupas tentang monitoring dan evaluasi pendidikan.
II.
PERMASALAHAN
1.
Apakah
monitoring kebijakan pendidikan itu?
2.
Apa
sajakah evaluasi dan monitoring kebijakan pendidikan itu?
3.
Bagaimana
Karakteristik evaluasi dan monitoring Kebijakan pendidikan itu?
4.
Siapakah
aktor yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu?
5.
Apa
sajakan problem-problem dalam monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu?
III.
PEMBAHASAN MASALAH
1.
DEFINISI MONITORING KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Monitoring adalah upaya
pengumpulan informasi berkelanjutan yang ditujukan untuk memberikan informasi
kepada pengelola program dan pemangku kepentingan tentang indikasi awal
kemajuan dan kekurangan pelaksanaan program dalam rangka perbaikan untuk
mencapai tujuan program.[3]
Monitoring merupakan
kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik
sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang
terjadi dan bagaiman para pelaksana kebijakan itu mengatasi hambatan
tersebut. Monitoring terhadap sebuah
hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik
dalam seluruh proses implementasi.
Monitoring merupakan
aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi
selama kegiatan berlangsung, dan menilai ketercapaian tujuan, melihat faktor
pendukung dan penghambat pelaksanaan program. Dalam monitoring (pemantauan)
dikumpulkan data dan dianalisis, hasil analisis diinterpretasikan dan
dimaknakan sebagai masukan bagi pimpinan untuk mengadakan perbaikan.
Monitoring merupakan suatu kegiatan
mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku
atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi
yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam
mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan.[4]
Kebijakan pendidikan
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional,
negara seharusnya bertanggung jawab secara orisinil dan bertanggung jawab
secara mutlak dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan
rakyat Indonesia. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang berakar pada nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggung jawab terhadap tuntunan perubahan
zaman.
Umumnya suasana dan proses
pembelajaran, apapun kurikulumnya, masih mengutamakan proses mendengar,
mencatat dan menghafal (rote learning), belum sampai kepada proses
pembelajaran yang diharapkan United Nations Education, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO), yang terkenal dengan empat pilar belajar,
yakni “learning to know, learning to do, learning to live together and
learning to be.” Sistem Pendidikan Nasional adalah “sebuah sistem yang
terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan
lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.” [5]
Upaya “meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia membutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah, ini
berarti pemunculan kebijakan itu harus dilandaskan pada orientasi tujuan yang
kuat.”[6] Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
Indonesia dalam bidang pendidikan tidak hanya berbentuk undang-undang saja.
Kebijakan pendidikan
merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis
pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan, dalam rangka untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu
kurun waktu tertentu. [7]
Monitoring kebijakan
pandidikan berarti mengamati secara seksama suatu keadaan
atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan
kebijakan pendidikan yang berupa regulasi pendidikan, kurikulum, proses
pembelajaran, maupun segala hal yang dijalankan oleh pemerintah berkaitan
dengan pendidikan sehingga menemukan gambaran yang jelas apa, mengapa, serta
bagaimana sesungguhnya kondisi pendidikan yang ada.
2.
MACAM - MACAM MONITORING EVALUASI DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Kaufman dan Thomas telah mengemukakan ada delapan Model monitoring
dan Evaluasi Program seperti berikut ini.[8]
a.
Goal-oriented
Evaluation Model (Model Evaluasi
berorientasi Tujuan),
Adalah
model evaluasi yang paling awal, dikembangkan mulai tahun 1961,memfokuskan pada
pencapaian tujuan pendidikan "sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan dapat tercapai. Indikator pencapaian tujuan ditunjukkan oleh
prestasi belajar siswa, kinerja guru, efektivitas PBM, kualitas layanan prima.
b.
Goal-free
Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas
Tujuan),
Adalah evaluasi yang tidak didasarkan pada tujuan yang ingin
dicapai dari program kegiatan. Evaluasi ini berorientasi pada fihak eksternal,
fihak konsumen, stake holder, dewan pendidikan, masyarakat. Evaluasi ini,
terfokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari
program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program
dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost
benefit analysis.
c.
Formatif-summatif Evaluation Model
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Michael Scriven,
dengan membedakan evaluasi menjadi dua jenis, yaitu :
1)
Evaluasi formatif,
a.
Bersifat internal berfungsi untuk meningkatkan kinerja lembaga, mengembangkan
program/personal, bertujuan untuk mengetahui perkembangan program yang sedang
berjalan (in-progress). Monitoring dan supervisi, termasuk dalam
kategori evaluasi formatif, dilakukan selama kegiatan program sedang
berlangsung, dan akan menjawab berbagai pertanyaan:
a.
Apakah program berjalan sesuai rencana?
b.
Apakah semua komponen berfungsi sesuai dengan tugas masing-masing?
c.
Jika tidak apakah perlu revisi, modifikasi?
2)
Evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program, bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan
pertanggung-jawaban atas tugasnya, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan
atau menghentikan program pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab
pertanyaan
1)
Sejauh mana tujuan program tercapai?
2)
Perubahan apa yang terjadi setelah program selesai?
3)
Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?
4)
Perubahan perilaku apa yang dapat ditampilkan, dilihat dan
dirasakan setelah selesai mengikuti pelatihan?
d.
Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi)
Evaluasi memfokuskan pada program pendidikan, untuk
mengidentifikasi tahapan proses pendidikan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Model ini ada 3 tahapan program, yaitu :
1)
Antecedent phase, pada tahap sebelum program dilaksanakan. Evaluasi akan melihat
kondisi awal program, faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi keberhasilan/kegagalan, kesiapan siswa,
guru, staf addministrasi, dan fasilitas sebelum program dilaksanakan
2)
Transaction phase, pada saat program diimplementasikan. Evaluasi difokuskan untuk
melihat program berjalan sesuai dengan rencana atau tidak, bagaimana
partisipasi masyarakat, keterbukaan, kemandirian kepala sekolah,
3)
Outcomes phase,
pada akhir program untuk melihat perubahan yang terjadi sebagai akibat program
yang telah dilakukan.
a)
Apakah para pelaksana menunjukkan perilaku baik, kinerja tinggi?
b)
Apakah klien (konsumen) merasa puas dengan program yang
dilaksanakan?
c)
Perubahan perilaku apa yang dapat diamati setelah program
selesai?
e.
Responsive Evaluation Model (Model Evaluasi Responsif)
Evaluasi ini dikembangkan sejalan dengan perkembangan
manajemen personel, perubahan perilaku (behavior change). Evaluasi model ini
sesuai untuk program-program sosial, seni, humaniora, dan masalah-masalah yang
perlu penanganan dengan aspek humaniora.
Evaluasi focus pada reaksi berbagai fihak atas program
yang diimplementasikan, dan mengamati dampak akibat dari hasil pelaksanaan
program.
f.
CIPP Evaluation Model (Model Evaluation CIPP)
CIPP singkatan dari Context, Input, Process, Product,
adalah model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan. Menurut
Stufflebeam, “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing usefull information for judging alternative decission making".
Stufflebeam menggolongkan evaluasi menjadi empat jenis ditinjau dari alternatif
keputusan yang diambil dan tahapan program yang dievaluasi. Dari empat tahapan
evaluasi tersebut, setiap tahapan evaluasi adanya informasi pembuatan keputusan:
1)
Evaluasi Context,
Dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi untuk
keputusan perencanaan (planning decission). Evaluasi konteks akan
melihat bagaimana kondisi kontekstual, apa harapan masyarakat, apa visi dan
misi lembaga yang akan dievaluasi.
2)
Evaluasi Input,
Dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi untuk keputusan
penentuan strategi pelaksanaan program (structuring decission). Evaluasi
input akan melihat bagaimana kondisi input (masukan) baik raw input maupun
instrumental input. Raw input adalah input yang diproses menjadi output, untuk
lembaga pendidikan adalah siswa, peserta didik; Instrumental input seperti
guru, fasilitas, kurikulum, manajemen, adalah input pendukung dalam
implementasi program.
3)
Evaluasi Process,
Dilakukan selama program berjalan menghasilkan
informasi tentang pelaksanaan program; evaluasi proses akan melihat bagaimana
kegiatan program berjalan, partisipasi peserta, nara sumber atau guru,
penampilan guru/instruktur pada PBM di kelas, bagaimana penggunaan dana,
bagaimana interaksi guru dan siswa di kelas. Berapa persen keberhasilan yang
telah dicapai, dan memperkirakan keberhasilan di akhir program. Jenis keputusan
adalah pelaksanaan (implementing decission).
4)
Evaluasi product,
Dilakukan pada akhir program, untuk mengetahui
keberhasilan program. Sejauh mana tujuan telah dicapai, hambatan yang dijumpai
dan solusinya, bagaimana tingkat keberhasilan program meliputi: efektivitas,
efisiensi, relevansi, produktivitas, dsb. Evaluasi produk menghasilkan
informasi untuk keputusan kelanjutan program (recycling decission).
Evalau produk juga sebagai akuntabilitas pimpinan tentang program yang menjadi
tanggungjawabnya kepada stake holder.
g.
CSE-UCLA Evaluation Model (Center for the Study of Evaluation,
University of California at Los Angeles).
Evaluasi model CSE-UCLA hampir sama dengan model CIPP,
termasuk kategori evaluasi yang komprehensif. Evaluasi CSE-UCLA melibatkan 5
tahapan evaluasi, yaitu :
1)
Tahap pertama
a.
Evaluasi dimulai dengan Needs Assessment, dimana evaluasi
b.
mengidentifikasi ada tidaknya perbedaan antara status program atau
kondisi kenyataan (what is) dengan yang diharapkan (what should be).
Apa problem yang dihadapi? Gap apa yang ada dalam lembaga?
2)
Tahap kedua
Perencanaan dan pengembangan (program planning and
development), melihat apakah program yang direncanakan sesuai untuk
memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan?
Keputusan yang akan dimabil adalah pemilihan strategi untuk mencapai
tujuan program.
3)
Tahap ketiga
Pelaksanaan, evaluasi terfokus pada implementasi
program. Evaluasi akan menjawab pertanyaan:
a)
Apakah program berjalan sesuai dengan rencana?
b)
Bagaimana penampilan para guru, siswa?
c)
Bagaimana kesan dan sikap orang tua dan masyarakat?
d)
Bagaimana proses belajar mengajar?
e)
Jenis rekomendasi antara lain: Apa yang perlu dirubah, diperbaiki,
dibenahi agar pada tahap akhir program mencapai keberhasilan?
4)
Tahap keempat
Evaluasi dilakukan terhadap hasil yang dicapai. Sejauh
mana program telah dapat mencapai tujuan yang direncanakan? Apakah hasil yang
dicapai sebagai akibat dari perlakuan yang diberikan?
5)
Tahap kelima
Evaluasi difokuskan pada penilaian terhadap kemanfaatan
program. Pertanyaan berkisar pada bagaimana keberadaan program? Bagaimana
manfaat program terhadap personal dan lembaga? Jenis rekomendasi pada tahap ini
adalah program perlu dikembangkan, diperpanjang, dimodifikasi, dikurangi atau
bahkan dihentikan.
h.
Discrepancy Evaluation Model (DEM) oleh Provus.
Dikembangkan oleh Malcom Provus, focus pada
pembandingan hasil evaluasi dengan performansi standar yang telah ditentukan.
Hasil evaluasi digunakan untuk pengambilan kebijakan tentang program yang telah
dilaksanakan: akan ditingkatkan, akan dilanjutkan, atau dihentikan.
Evaluasi program dengan model DEM melibatkan 4 tahap kegiatan
sesuai dengan tahapan kegiatan organisasi atau program yang akan dievaluasi:
1)
Mengidentifikasi
program (program definition),
Evaluasi focus pada penentuan dan rumusan tujuan
2)
Penyusunan
program (program installation),
Evaluasi fokus pada isi atau substansi program, cara-cara, metode,
mekanisme untuk mencapai tujuan
3)
Pelaksanaan
kegiatan program (program implementation),
Evaluasi difokuskan untuk mengukur perbedaan yang terjadi antara
hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan (standar).
4)
Hasil
yang dicapai program (program goal attainment),
Kegiatan evaluasi menginterpretasikan hasil temuan evaluasi dan
memberikan rekomendasi untuk pembuatan keputusan. Keputusan dapat berupa revisi
program dan atau melanjutkan program kegiatan.
Evaluasi mengukur Performance pada setiap tahapan program, dan
membandingkan dengan Standar yang telah ditentukan. Pertanyaan evaluasi dalam
Model DEM:
1)
Apakah
program sudah diidentifikasi dengan baik dan jelas?
2)
Apakah
program telah disusun dengan baik?
3)
Apakah
program dilaksanakan dengan baik, dan apakah tujuan pendukung (enabling
obyectives) dapat dicapai
4)
Apakah
tujuan akhir program telah dapat dicapai.
3.
KARAKTERISTIK MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Monitoring dan Evaluasi (ME)
adalah dua kata yang memiliki aspek kegiatan yang berbeda yaitu kata Monitoring
dan Evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program
yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang
direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana program
itu mengatasi hambatan tersebut.
Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung
menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi, hal
tersebut seperti pada gambar berikut ini. [9]
Hal yang paling prinsipil
dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah acuan kegiatan monitoring
adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dan diberlakukan, selanjutnya
sustainability kegiatannya harus terjaga, dalam pelaksanaannya objektivitas
sangat diperhatikan dan orientasi utamanya adalah pada tujuan program itu
sendiri.
Adapun prinsip-prinsip monitoring sebagai berikut:
a. Monitoring harus dilakukan secara terus-menerus
b. Monitoring harus menjadi umpan terhadap perbaikan kegiatan program
organisasi
c. Monitoring harus memberi manfaat baik terhadap organisasi maupun
terhadap pengguna produk atau layanan.
d.
Monitoring
harus dapat memotifasi staf dan sumber daya lainnya untuk berprestasi
e.
Monitoring
harus berorientasi pada peraturan yang berlaku
f.
Monitoring
harus obyektif
g.
Monitoring
harus berorientasi pada tujuan program.
Mengenai
prinsip-prinsip evaluasi, dikemukakan ada 4 prinsip, yaitu:
a. Prinsip berkesinambungan, artinya dilakukan secara berlanjut.
b.
Prinsip
menyeluruh, artinya keseluruhan aspek dan komponen program harus dievaluasi
c. Prinsip obyektif, artinya pelaksanaannya bebas dari kepentingan
pribadi.
d.
Prinsip
sahih, yaitu mengandung konsistensi yang benar-benar mengukur yang seharusnya
diukur.[10]
Monitoring dan evaluasi kebijakan memiliki ciri-ciri umum, sebagai
berikut : [11]
a.
Basic
Social Research ; yakni penelitian kebijakan harus dilaksanakan sesuai dengan
prosedur kerja ilmiah
b.
Technical
Social Research ; yakni penelitian kebijakan harus mampu merumuskan
kebijakan-kebijakan strategis yang dapat dikembangkan instrumen-instrumen
teknisnya
c.
Polcy
Research ; harus menghasilkan kebijakan publik
d.
Komprehensif
; yakni penelitian kebijakan harus menjangkau seluruh variabel yang terkait dan
relevan dengan persoalan yang sedang dikaji untuk dirumuskan kebijakan
penyelesaian
Selain memiliki ciri-ciri umum, penelitian kebijakan juga memiliki
ciri-ciri secara khusus diantaranya adalah :[12]
a.
Memiliki
fokus multidimensial
1)
Penelitian
kebijakan harus menjangkau seluruh variabel yang terkait dengan permasalahan
yang sedang dirancang kebijakan untuk penyelesaiannya.
2)
Penelitian
kebijakan harus menjakau seluruh variabel yang terkait dengan gagasan atau ide
pengembangan sebagai upaya melakukan perubahan perubahan pendidikan / sosial.
b.
Bersifat
induktif – empirik
1)
Perumusan
teori ( bahan kebijakan ) berbasis data bukan berbasis teori
2)
Tidak
dimulai dengan perumusan proposisi dan hipotesis
3)
Berbasis
teori vertechin, tetapi tidak selalu mencari makna, karena kebijakan memerlukan
indeks angka
4)
Dengan
demikian data penelitian harus diolah dengan menghitung frekuensi dan
distribusi frekuensi.
5)
Data
penilaian kebijakan harus diolah dan dianalisis dari analisis kecenderungan
ketergantungan dan ramalan .
c.
Berorientasi
kedepan dengan memperhatikan kejadian sebelumnya
1)
Penelitian
kebijakan harus berorientasi ke masa depan (visioner)
2)
Penelitian
kebijakan harus mampu menjelaskan ramalan yang terukur dan meyakinkan seluruh
pemangku kepentingan
3)
Penelitian
kebijakan harus memiliki dealektika sejarah dengan kejadian sebelumnya .
d.
Berorientasi
permintaan pemangku kepentingan
1)
Penelitian
kebijakan harus sesuai dengan hasil penelitian terhadap kebutuhan dan
permintaan target grup dari kebijakannya itu
2)
Penelitian
kebijakan harus menghasilkan rumusan-rumusan yang implementatif, mudah
dikontrol dan bahkan bisa diintervensi
e.
Melahirkan
rumusan yang meyakinkan dengan menjelaskan nilai lebih dari kebijakannya itu sehinngga
masyarakat bisa menerima karena
rasionalismenya bukan karena otoritarianisme kekuasaan .
4.
AKTOR YANG TERLIBAT DALAM MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN
PENDIDIKAN.
Keterlibatan pembuat
dan pelaksana dalam evaluasi kebijakan ini bergantung kepada corak hubungan
antara pembuat dan pelaksana kebijakan. Pada hubungan yang bersifat
teknokratika, kewenangan pembuat kebijakan sangat besar dan bahkan hampir-hampir
mutlak, evaluasi yang dilakukan oleh pembuat harus diterima oleh pelaksana.
Sebaliknya, pada hubungan yang bersifat swasta birokratis, keterlibatan pambuat
kebijakan sangat kecil, karena sebagian besar kewenangan evaluasi ini ada pada
pelaksana. Bahkan hak kontrol atas pelaksanaan kebijakan ini sangat banyak
ditentukan oleh pelaksana. Keterlibatan administrator dalam evaluasi kebijakan,
umumnya berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pelaksana kebijakan.
Pertanggungjawaban hasil evaluasi kebijakan secara formal dan legal ada di
tangan pelaksana meskipun secara materil berada di tangan administrator.
Baik keterlibatan pembuat, pelaksana maupun administrator dalam evaluasi
kebijakan umumnya berada di dalam arena. Jika mereka memberikan
penilaian di luar arena, umunya berkapasitas sebagai pribadi, atau pemberian
penilaian yang bersifat tidak formal.
Sementara itu
keterlibatan aktor-aktor kebijakan yang bersifat tidak formal umumnya berada di
luar arena. Sebab, jika memang mereka bermaksud memberikan penilaian
secara formal melalui arena, haruslah menjadi aktor kebijakan formal. Media
massa sering kali menjadi mediator dalam penilaian yang dilakukan oleh
peserta-peserta kebijakan tidak formal ini. Dengan demikian, hasil penilaian
tersebut akhirnya juga sampai kepada pelaksana, entah lambat atau cepat.
Dalam proses penilaian,
tidak jarang antara aktor-aktor formal dan aktor non formal tersebut bekerja
sama atau membentuk suatu forum. Forum tersebut sengaja dibentuk dan dibuat
dalam rangka memberikan penilaian menyeluruh terhadap kebijakan. Dengan adanya
forum, akan didapatkan hasil penilaian yang berasal dari banyak variasi
pandangan sehingga didapatkan hasil penilaian hasil yang lebih komprehensif. Yang
termasuk aktor-aktor non formal evaluasi kebijakan adalah: partai politik,
organisasi massa, interest group, kelompok perantara, mitra
pelaksana kebijakan, tokoh perorangan dan media massa.
5.
MENGIDENTIFIKASI PROBLEM-PROBLEM DALAM MONITORING DAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Banyak problema yang dialami dalam aktivitas mengevaluasi kebijakan,
termasuk kebijakan pendidikan. Problema-problema tersebut ialah sebagai
berikut:
a. Bila tujuan kebijakan tersebut tidak jelas.
Ketidakjelasan tujuan demikian diakibatkan oleh adanya kompromi dan konsensus
yang dipaksakan pada saat formulasi kebijakan. Kompromi dan konsensus demikian
dipaksakan karena memang dimaksudkan untuk mengakomodasi banyaknya kepentingan
yang ada di dalamnya. Tanpa adanya kompromi-kompromi, bisa mejadi penyebab
formulasi kebijakan tersebut tidak disetujui oleh kebanyakan peserta kebijakan.
Dan, jika tidak disetujui berarti tidak dapat dilaksanakan. Maka dari itu,
tujuan yang dirumuskan umumnya kabur dan bisa bermakana ganda. Padahal gandanya
makna justru menyulitkan evaluasinya.
b. Cepatnya perkembangan masyarakat yang
menjadi sasaran kebijakan tersebut. Ini menyulitkan evaluasi kebijakan, oleh
karena itu masalah-masalah yang bermaksud dipecahkan oleh kebijakan mungkin
juga sudah berubah dan berganti dengan masalah yang lainnya. Masalah-masalah
yang bermaksud dipecahkan oleh formulasi dan implementasi kebijakan sudah tidak
ada, sementara masalah baru yang bahkan tidak ada kaitannya dengan masalah lama
muncul.
c. Tidak jelas masalahnya, sumber masalah dan
gejala masalahnya. Ketidakjelasan demikian bisa terjadi karena antara masalah,
sumber masalah, dan gejala masalah sudah tumpang tindih. Hal ini terjadi
karena masalah-masalah tersebut golongan masalah sosial, antara yang satu
dengan yang lain kadang-kadang saling interchange.
d. Terkaitnya antara masalah satu dengan
masalah lain. Sebagai contoh: sukar memisahkan antara masalah kebodohan,
keterbelakangan dan kemiskinan. Sebab masyarakat yang bodoh dan terbelakang
cenderung miskin, dan sebaliknya pada masyarakat yang miskin juga cenderung
bodoh dan terbelakang.
e. Subjektifnya masalah kebijakan. Ini dapat
diketahui dari berbedanya masalah menurut persepsi orang satu dengan menurut
persepsi orang lain. Bahkan sesuatu yang oleh seseorang dianggap sebagai suatu
masalah yang harus dipecahkan, justru dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan
dan oleh karena itu harus dipertahankan.
Selain itu
ditemukan juga problem-problem dalam melakukan evaluasi dan monitoring itu
diantaranya :
a. Kebijakan publik kadang tidak memiliki tujuan yang jelas, yang
diakibatkan dari pertimbangan politis.
Ketidakjelasan tujuan meliputi: (1) tujuan yang tidak mungkin dicapai; (2)
tujuan yang kontradiktif; (3) tujuan yang terlalu sempit atau terlalu spesifik;
dan (4) tujuan antara atau tujuan sementara.
b. Pengukuran (measurement), menyangkut pada penggunaan konsep
tertentu sebagai suatu alat untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan suatu
program. Misalnya persoalan efisiensi: perbandingan cost - benefit
atau input – output, sangat sulit untuk mengukur cost maupun benefit
khususnya untuk persoalan sosial. Contoh lain persoalan efektivitas:
sulit dilihat khususnya yang menyangkut kualitasnya.
c. Kelompok sasaran (target groups), yang perlu diperhatikan
adalah program meskipun berdampak pada keseluruhan populasi sasaran, tetapi
belum tentu memiliki dampak terhadap kelompok sasaran. Seringkali terjadi
justru bukan kelompok sasaran yang memperoleh manfaat program tetapi kelompok
lain dalam populasi tersebut, yang kadang disebabkan bias birokrasi.
d. Sistem nilai yang berkembang di masyarakat. Seorang analis
kebijakan terkadang sulit untuk menterjemahkan sistem nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Padahal pertimbangan sistem nilai tidak dapat diabaikan dalam
melakukan evaluasi kebijakan.
IV.
PENUTUP
Kesimpulan
Monitoring kebijakan pandidikan
berarti mengamati
secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan
yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan yang berupa regulasi pendidikan,
kurikulum, proses pembelajaran, maupun segala hal yang dijalankan oleh
pemerintah berkaitan dengan pendidikan sehingga menemukan gambaran yang jelas
apa, mengapa, serta bagaimana sesungguhnya kondisi pendidikan yang ada.
Ada sembilan model monitoring yang biasa dilakukan yaitu :
1.
Goal-oriented Evaluation Model (Model
Evaluasi berorientasi Tujuan)
2.
Goal-free Evaluation Model (Model
Evaluasi Bebas Tujuan),
3.
Formatif-summatif Evaluation Model
4.
Countenance
Evaluation Model (Model
Evaluasi)
5.
Responsive
Evaluation Model (Model
Evaluasi Responsif)
6.
CIPP
Evaluation Model (Model
Evaluation CIPP)
7.
CSE-UCLA
Evaluation Model (Center for
the Study of Evaluation, University of California at Los Angeles)
8.
Discrepancy
Evaluation Model (DEM) oleh
Provus.
Aktor yang terlibat dalam monitoring dan
evaluasi pendidikan terdiri dari aktor formal yaitu administrator pembuat dan
pelaksana kebijakan, serta aktor non formal yang terdiri dari media masa,
partai politik, organisasi massa, interest group, kelompok perantara, mitra pelaksana kebijakan, dan tokoh perorangan.
Problema-problema yang dihadapi dalam mengevaluasi kebijakan pendidikan, diantaranya :
1. Tujuan kebijakan kurang jelas,
2. Perkembangan masyarakat begitu cepatnya
yang menjadi sasaran kebijakan tersebut
3. Tidak jelas masalah, sumber masalah dan
gejala masalahnya
4. Terkaitnya antara masalah satu dengan
masalah lain
5. Subjektifnya masalah kebijakan
DAFTAR
PUSTAKA
Ratna
Dewi, Jurnal Ilmu Hukum, Kebijakan
Pendidikan Di Tinjau Dari Segi Hukum Kebijakan Publik, Fakultas Hukum
Universitas JambiVolume 7, Nomor 2, Oktober, 2016.
Munawar Sholeh,
Politik Pendidikan, IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet. 1.
Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Nonformal Dan Informal Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Petunjuk
Teknis Monitoring Dan Evaluasi, 2013.
Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan
Rencana Pembangunan
H. Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam dalam SISDIKNAS di Indonesia, Cet 1, Kencana, Jakarta, 2004.
Munawar Sholeh,
Politik Pendidikan, IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet.1.
Sigit Purnama,
Jurnal, Penilain Kebijakan Pendidikan ( Education Polcy Research ),
Universitas Negeri Malang, , 30 November 2010.
Moerdiyanto, Teknik
Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Dalam Rangka Memperoleh Informasi Untuk
Pengambilan Keputusan Manajemen , 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Asep Suryana,
M.Pd, Jurnal, Strategi Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Sistem Penjaminan
Mutu Internal Sekolah,
Nanang Fattah,
(1996), Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya
Sigit Purnama,
Makalah Diskusi Program Doktor , Penelitian Kebijakan Pendidikan, 2010,
Universitas Negeri Malang.
[1] Ratna Dewi, Jurnal
Ilmu Hukum, Kebijakan Pendidikan Di Tinjau Dari Segi Hukum Kebijakan Publik,
Fakultas Hukum Universitas JambiVolume 7, Nomor 2, Oktober, 2016, hlm. 60
[2] Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, IPE, Grafindo
Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet. 1, Hal 32
[3] Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Nonformal Dan Informal Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Petunjuk
Teknis Monitoring Dan Evaluasi, 2013, Hlm.6
[4] Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006
tentang Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana Pembangunan
[5] H.
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam SISDIKNAS di Indonesia, Cet 1, Kencana, Jakarta, 2004, Hal 10.
[6] Munawar Sholeh, Politik Pendidikan,
IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet.1, Hlm. 32
[7] Sigit Purnama,
Jurnal, Penilain Kebijakan Pendidikan ( Education Polcy Research ),
Universitas Negeri Malang, , 30 November 2010, Hlm.34
[8] Moerdiyanto,
Teknik Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Dalam Rangka Memperoleh Informasi
Untuk Pengambilan Keputusan Manajemen , 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
[9] Asep Suryana, M.Pd, Jurnal, Strategi
Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Sistem Penjaminan Mutu Internal Sekolah,
[10] Nanang Fattah, (1996), Landasan
Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya
[11] Sigit Purnama,
Makalah Diskusi Program Doktor , Penelitian Kebijakan Pendidikan, 2010,
Universitas Negeri Malang, Hlm 9-10
[12] Ibid, hlm 10-11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar