Jumat, 01 Desember 2017

MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

I.               PENDAHULUAN
Sistem Pendidikan Nasional adalah sebuah sistem yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Seiring tuntutan pembaharuan pendidikan di Indonesia, kebijakan pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan.
Semenjak tahun 2003 telah diganti dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang disahkan pada tanggal 11 Juni 2003. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat menyebutkan bahwa “mencerdaskan kehidupan bangsa,” dalam hal ini bangsa mencakup seluruh warga negara Indonesia baik warga yang belajar di sekolah-sekolah negeri, maupun yang belajar di sekolah swasta dalam hal ini kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik.[1]
Upaya “meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia membutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah, ini berarti pemunculan kebijakan itu harus dilandaskan pada orientasi tujuan yang kuat.”[2]  Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan tidak hanya berbentuk undang-undang saja. Persoalan penting yang perlu disorot adalah apakah kebijakan pendidikan itu dapat diimplementasikan dengan baik juga menghasilkan output yang diharapkan, bahwa hasil akhir dari semua kebijakan itu sebagaimana yag telah ditentukan dalam tujuan dari pendidikan itu .
Salah satu upaya untuk mengetahui seberapa tepat dan seberapa besar hasil yang diupayakan oleh pemerintah itu maka perlu adanya kegiatan monitoring dan evaluasi dari kebijakan pendidikan dari pemerintah  itu.
Untuk lebih memahami tentang monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu, maka di makalah ini akan dikupas tentang monitoring dan evaluasi pendidikan.
II.            PERMASALAHAN
1.      Apakah monitoring kebijakan pendidikan itu?
2.      Apa sajakah evaluasi dan monitoring kebijakan pendidikan itu?
3.      Bagaimana Karakteristik evaluasi dan monitoring Kebijakan pendidikan itu?
4.      Siapakah aktor yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu?
5.      Apa sajakan problem-problem dalam monitoring dan evaluasi kebijakan pendidikan itu?

III.         PEMBAHASAN MASALAH
1.        DEFINISI MONITORING KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Monitoring adalah upaya pengumpulan informasi berkelanjutan yang ditujukan untuk memberikan informasi kepada pengelola program dan pemangku kepentingan tentang indikasi awal kemajuan dan kekurangan pelaksanaan program dalam rangka perbaikan untuk mencapai tujuan program.[3]
Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana kebijakan itu mengatasi hambatan tersebut.  Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi.
Monitoring merupakan aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi selama kegiatan berlangsung, dan menilai ketercapaian tujuan, melihat faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program. Dalam monitoring (pemantauan) dikumpulkan data dan dianalisis, hasil analisis diinterpretasikan dan dimaknakan sebagai masukan bagi pimpinan untuk mengadakan perbaikan.
Monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan.[4]
Kebijakan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, negara seharusnya bertanggung jawab secara orisinil dan bertanggung jawab secara mutlak dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan rakyat Indonesia. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggung jawab terhadap tuntunan perubahan zaman.
Umumnya suasana dan proses pembelajaran, apapun kurikulumnya, masih mengutamakan proses mendengar, mencatat dan menghafal (rote learning), belum sampai kepada proses pembelajaran yang diharapkan United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yang terkenal dengan empat pilar belajar, yakni “learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be.” Sistem Pendidikan Nasional adalah “sebuah sistem yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.” [5]
Upaya “meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia membutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah, ini berarti pemunculan kebijakan itu harus dilandaskan pada orientasi tujuan yang kuat.”[6]  Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan tidak hanya berbentuk undang-undang saja.
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. [7]
Monitoring kebijakan pandidikan berarti mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan yang berupa regulasi pendidikan, kurikulum, proses pembelajaran, maupun segala hal yang dijalankan oleh pemerintah berkaitan dengan pendidikan sehingga menemukan gambaran yang jelas apa, mengapa, serta bagaimana sesungguhnya kondisi pendidikan yang ada.



2.        MACAM - MACAM MONITORING EVALUASI DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Kaufman dan Thomas telah mengemukakan ada delapan Model monitoring dan Evaluasi Program seperti berikut ini.[8]
a.       Goal-oriented Evaluation Model (Model Evaluasi berorientasi Tujuan),
Adalah model evaluasi yang paling awal, dikembangkan mulai tahun 1961,memfokuskan pada pencapaian tujuan pendidikan "sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Indikator pencapaian tujuan ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa, kinerja guru, efektivitas PBM, kualitas layanan prima.
b.      Goal-free Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas Tujuan),
Adalah evaluasi yang tidak didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari program kegiatan. Evaluasi ini berorientasi pada fihak eksternal, fihak konsumen, stake holder, dewan pendidikan, masyarakat. Evaluasi ini, terfokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis. 
c.       Formatif-summatif Evaluation Model
Evaluasi model ini dikembangkan oleh Michael Scriven, dengan membedakan evaluasi menjadi dua jenis, yaitu :
1)      Evaluasi formatif,
a.       Bersifat internal berfungsi untuk meningkatkan kinerja lembaga, mengembangkan program/personal, bertujuan untuk mengetahui perkembangan program yang sedang berjalan (in-progress). Monitoring dan supervisi, termasuk dalam kategori evaluasi formatif, dilakukan selama kegiatan program sedang berlangsung, dan akan menjawab berbagai pertanyaan:

a.       Apakah program berjalan sesuai rencana?
b.      Apakah semua komponen berfungsi sesuai dengan tugas masing-masing?
c.       Jika tidak apakah perlu revisi, modifikasi?
2)      Evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program, bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan pertanggung-jawaban atas tugasnya, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan atau menghentikan program pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab pertanyaan
1)      Sejauh mana tujuan program tercapai?
2)      Perubahan apa yang terjadi setelah program selesai?
3)      Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?
4)      Perubahan perilaku apa yang dapat ditampilkan, dilihat dan dirasakan  setelah selesai mengikuti pelatihan?
d.      Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi)
Evaluasi memfokuskan pada program pendidikan, untuk mengidentifikasi tahapan proses pendidikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Model ini ada 3 tahapan program, yaitu :
1)      Antecedent phase, pada tahap sebelum program dilaksanakan. Evaluasi akan melihat kondisi awal program, faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi   keberhasilan/kegagalan, kesiapan siswa, guru, staf addministrasi, dan fasilitas sebelum program dilaksanakan 
2)      Transaction phase, pada saat program diimplementasikan. Evaluasi difokuskan untuk melihat program berjalan sesuai dengan rencana atau tidak, bagaimana partisipasi masyarakat, keterbukaan, kemandirian kepala sekolah, 
3)      Outcomes phase, pada akhir program untuk melihat perubahan yang terjadi sebagai akibat program yang telah dilakukan.
a)      Apakah para pelaksana menunjukkan perilaku baik, kinerja tinggi?
b)      Apakah klien (konsumen) merasa puas dengan program yang dilaksanakan?
c)      Perubahan perilaku apa yang dapat diamati setelah program selesai? 

e.       Responsive Evaluation Model (Model Evaluasi Responsif)
Evaluasi ini dikembangkan sejalan dengan perkembangan manajemen personel, perubahan perilaku (behavior change). Evaluasi model ini sesuai untuk program-program sosial, seni, humaniora, dan masalah-masalah yang perlu penanganan dengan aspek humaniora.
Evaluasi focus pada reaksi berbagai fihak atas program yang diimplementasikan, dan mengamati dampak akibat dari hasil pelaksanaan program.
f.       CIPP Evaluation Model (Model Evaluation CIPP)
CIPP singkatan dari Context, Input, Process, Product, adalah model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan. Menurut Stufflebeam, “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing usefull information for judging alternative decission making". Stufflebeam menggolongkan evaluasi menjadi empat jenis ditinjau dari alternatif keputusan yang diambil dan tahapan program yang dievaluasi. Dari empat tahapan evaluasi tersebut, setiap tahapan evaluasi adanya informasi pembuatan keputusan: 
1)      Evaluasi Context,
Dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi untuk keputusan perencanaan (planning decission). Evaluasi konteks akan melihat bagaimana kondisi kontekstual, apa harapan masyarakat, apa visi dan misi lembaga yang akan dievaluasi.
2)      Evaluasi Input,
Dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi untuk keputusan penentuan strategi pelaksanaan program (structuring decission). Evaluasi input akan melihat bagaimana kondisi input (masukan) baik raw input maupun instrumental input. Raw input adalah input yang diproses menjadi output, untuk lembaga pendidikan adalah siswa, peserta didik; Instrumental input seperti guru, fasilitas, kurikulum, manajemen, adalah input pendukung dalam implementasi program. 
3)      Evaluasi Process,
Dilakukan selama program berjalan menghasilkan informasi tentang pelaksanaan program; evaluasi proses akan melihat bagaimana kegiatan program berjalan, partisipasi peserta, nara sumber atau guru, penampilan guru/instruktur pada PBM di kelas, bagaimana penggunaan dana, bagaimana interaksi guru dan siswa di kelas. Berapa persen keberhasilan yang telah dicapai, dan memperkirakan keberhasilan di akhir program. Jenis keputusan adalah pelaksanaan (implementing decission).
4)      Evaluasi product,
Dilakukan pada akhir program, untuk mengetahui keberhasilan program. Sejauh mana tujuan telah dicapai, hambatan yang dijumpai dan solusinya, bagaimana tingkat keberhasilan program meliputi: efektivitas, efisiensi, relevansi, produktivitas, dsb. Evaluasi produk menghasilkan informasi untuk keputusan kelanjutan program (recycling decission). Evalau produk juga sebagai akuntabilitas pimpinan tentang program yang menjadi tanggungjawabnya kepada stake holder.
g.      CSE-UCLA Evaluation Model (Center for the Study of Evaluation, University of California at Los Angeles).
Evaluasi model CSE-UCLA hampir sama dengan model CIPP, termasuk kategori evaluasi yang komprehensif. Evaluasi CSE-UCLA melibatkan 5 tahapan evaluasi, yaitu :
1)      Tahap pertama
a.       Evaluasi dimulai dengan Needs Assessment, dimana evaluasi
b.      mengidentifikasi ada tidaknya perbedaan antara status program atau kondisi kenyataan (what is) dengan yang diharapkan (what should be). Apa problem yang dihadapi? Gap apa yang ada dalam lembaga?
2)      Tahap kedua
Perencanaan dan pengembangan (program planning and development), melihat apakah program yang direncanakan sesuai untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan?  Keputusan yang akan dimabil adalah pemilihan strategi untuk mencapai tujuan program.
3)      Tahap ketiga
Pelaksanaan, evaluasi terfokus pada implementasi program. Evaluasi akan menjawab pertanyaan:
a)      Apakah program berjalan sesuai dengan rencana?
b)      Bagaimana penampilan para guru, siswa?
c)      Bagaimana kesan dan sikap orang tua dan masyarakat? 
d)     Bagaimana proses belajar mengajar?
e)      Jenis rekomendasi antara lain: Apa yang perlu dirubah, diperbaiki, dibenahi agar pada tahap akhir program mencapai keberhasilan?
4)      Tahap keempat
Evaluasi dilakukan terhadap hasil yang dicapai. Sejauh mana program telah dapat mencapai tujuan yang direncanakan? Apakah hasil yang dicapai sebagai akibat dari perlakuan yang diberikan?
5)      Tahap kelima
Evaluasi difokuskan pada penilaian terhadap kemanfaatan program. Pertanyaan berkisar pada bagaimana keberadaan program? Bagaimana manfaat program terhadap personal dan lembaga? Jenis rekomendasi pada tahap ini adalah program perlu dikembangkan, diperpanjang, dimodifikasi, dikurangi atau bahkan dihentikan.
h.      Discrepancy Evaluation Model (DEM) oleh Provus.
Dikembangkan oleh Malcom Provus, focus pada pembandingan hasil evaluasi dengan performansi standar yang telah ditentukan. Hasil evaluasi digunakan untuk pengambilan kebijakan tentang program yang telah dilaksanakan: akan ditingkatkan, akan dilanjutkan, atau dihentikan.
Evaluasi program dengan model DEM melibatkan 4 tahap kegiatan sesuai dengan tahapan kegiatan organisasi atau program yang akan dievaluasi:
1)      Mengidentifikasi program (program definition),
Evaluasi focus pada penentuan dan rumusan tujuan
2)      Penyusunan program (program installation),
Evaluasi fokus pada isi atau substansi program, cara-cara, metode, mekanisme untuk mencapai tujuan
3)      Pelaksanaan kegiatan program (program implementation),
Evaluasi difokuskan untuk mengukur perbedaan yang terjadi antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan (standar).
4)      Hasil yang dicapai program (program goal attainment),
Kegiatan evaluasi menginterpretasikan hasil temuan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan keputusan. Keputusan dapat berupa revisi program dan atau melanjutkan program kegiatan.
Evaluasi mengukur Performance pada setiap tahapan program, dan membandingkan dengan Standar yang telah ditentukan. Pertanyaan evaluasi dalam Model DEM:
1)      Apakah program sudah diidentifikasi dengan baik dan jelas?
2)      Apakah program telah disusun dengan baik?
3)      Apakah program dilaksanakan dengan baik, dan apakah tujuan pendukung (enabling obyectives) dapat dicapai
4)      Apakah tujuan akhir program telah dapat dicapai.

3.        KARAKTERISTIK MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Monitoring dan Evaluasi (ME) adalah dua kata yang memiliki aspek kegiatan yang berbeda yaitu kata Monitoring dan Evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut.  Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi, hal tersebut seperti pada gambar berikut ini. [9]
Hal yang paling prinsipil dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah acuan kegiatan monitoring adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dan diberlakukan, selanjutnya sustainability kegiatannya harus terjaga, dalam pelaksanaannya objektivitas sangat diperhatikan dan orientasi utamanya adalah pada tujuan program itu sendiri.
Adapun prinsip-prinsip monitoring sebagai berikut:
a.       Monitoring harus dilakukan secara terus-menerus
b.      Monitoring harus menjadi umpan terhadap perbaikan kegiatan program organisasi
c.       Monitoring harus memberi manfaat baik terhadap organisasi maupun terhadap pengguna produk atau layanan.
d.      Monitoring harus dapat memotifasi staf dan sumber daya lainnya untuk berprestasi
e.       Monitoring harus berorientasi pada peraturan yang berlaku
f.       Monitoring harus obyektif
g.      Monitoring harus berorientasi pada tujuan program.
Mengenai prinsip-prinsip evaluasi, dikemukakan ada 4  prinsip, yaitu:
a.       Prinsip berkesinambungan, artinya dilakukan secara berlanjut.
b.      Prinsip menyeluruh, artinya keseluruhan aspek dan komponen program harus dievaluasi
c.       Prinsip obyektif, artinya pelaksanaannya bebas dari kepentingan pribadi.
d.      Prinsip sahih, yaitu mengandung konsistensi yang benar-benar mengukur yang seharusnya diukur.[10]
Monitoring dan evaluasi kebijakan memiliki ciri-ciri umum, sebagai berikut : [11]
a.       Basic Social Research ; yakni penelitian kebijakan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur kerja ilmiah
b.      Technical Social Research ; yakni penelitian kebijakan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang dapat dikembangkan instrumen-instrumen teknisnya
c.       Polcy Research ; harus menghasilkan kebijakan publik
d.      Komprehensif ; yakni penelitian kebijakan harus menjangkau seluruh variabel yang terkait dan relevan dengan persoalan yang sedang dikaji untuk dirumuskan kebijakan penyelesaian
Selain memiliki ciri-ciri umum, penelitian kebijakan juga memiliki ciri-ciri secara khusus diantaranya adalah :[12]
a.       Memiliki fokus multidimensial
1)      Penelitian kebijakan harus menjangkau seluruh variabel yang terkait dengan permasalahan yang sedang dirancang kebijakan untuk penyelesaiannya.
2)      Penelitian kebijakan harus menjakau seluruh variabel yang terkait dengan gagasan atau ide pengembangan sebagai upaya melakukan perubahan perubahan pendidikan / sosial.
b.      Bersifat induktif – empirik
1)      Perumusan teori ( bahan kebijakan ) berbasis data bukan berbasis teori
2)      Tidak dimulai dengan perumusan proposisi dan hipotesis
3)      Berbasis teori vertechin, tetapi tidak selalu mencari makna, karena kebijakan memerlukan indeks angka
4)      Dengan demikian data penelitian harus diolah dengan menghitung frekuensi dan distribusi frekuensi.
5)      Data penilaian kebijakan harus diolah dan dianalisis dari analisis kecenderungan ketergantungan dan ramalan .
c.       Berorientasi kedepan dengan memperhatikan kejadian sebelumnya
1)      Penelitian kebijakan harus berorientasi ke masa depan (visioner)
2)      Penelitian kebijakan harus mampu menjelaskan ramalan yang terukur dan meyakinkan seluruh pemangku kepentingan
3)      Penelitian kebijakan harus memiliki dealektika sejarah dengan kejadian sebelumnya .
d.      Berorientasi permintaan pemangku kepentingan
1)      Penelitian kebijakan harus sesuai dengan hasil penelitian terhadap kebutuhan dan permintaan target grup dari kebijakannya itu
2)      Penelitian kebijakan harus menghasilkan rumusan-rumusan yang implementatif, mudah dikontrol dan bahkan bisa diintervensi
e.       Melahirkan rumusan yang meyakinkan dengan menjelaskan nilai  lebih dari kebijakannya itu sehinngga masyarakat bisa menerima karena  rasionalismenya bukan karena otoritarianisme kekuasaan .
4.        AKTOR YANG TERLIBAT DALAM MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Keterlibatan pembuat dan pelaksana dalam evaluasi kebijakan ini bergantung kepada corak hubungan antara pembuat dan pelaksana kebijakan. Pada hubungan yang bersifat teknokratika, kewenangan pembuat kebijakan sangat besar dan bahkan hampir-hampir mutlak, evaluasi yang dilakukan oleh pembuat harus diterima oleh pelaksana. Sebaliknya, pada hubungan yang bersifat swasta birokratis, keterlibatan pambuat kebijakan sangat kecil, karena sebagian besar kewenangan evaluasi ini ada pada pelaksana. Bahkan hak kontrol atas pelaksanaan kebijakan ini sangat banyak ditentukan oleh pelaksana. Keterlibatan administrator dalam evaluasi kebijakan, umumnya berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pelaksana kebijakan. Pertanggungjawaban hasil evaluasi kebijakan secara formal dan legal ada di tangan pelaksana meskipun secara materil berada di tangan administrator. Baik keterlibatan pembuat, pelaksana maupun administrator dalam evaluasi kebijakan umumnya berada di dalam arena. Jika mereka memberikan penilaian di luar arena, umunya berkapasitas sebagai pribadi, atau pemberian penilaian yang bersifat tidak formal.
Sementara itu keterlibatan aktor-aktor kebijakan yang bersifat tidak formal umumnya berada di luar arena. Sebab, jika memang mereka bermaksud memberikan penilaian secara formal melalui arena, haruslah menjadi aktor kebijakan formal. Media massa sering kali menjadi mediator dalam penilaian yang dilakukan oleh peserta-peserta kebijakan tidak formal ini. Dengan demikian, hasil penilaian tersebut akhirnya juga sampai kepada pelaksana, entah lambat atau cepat.
Dalam proses penilaian, tidak jarang antara aktor-aktor formal dan aktor non formal tersebut bekerja sama atau membentuk suatu forum. Forum tersebut sengaja dibentuk dan dibuat dalam rangka memberikan penilaian menyeluruh terhadap kebijakan. Dengan adanya forum, akan didapatkan hasil penilaian yang berasal dari banyak variasi pandangan sehingga didapatkan hasil penilaian hasil yang lebih komprehensif. Yang termasuk aktor-aktor non formal evaluasi kebijakan adalah: partai politik, organisasi massa, interest group, kelompok perantara, mitra pelaksana kebijakan, tokoh perorangan dan media massa.
5.        MENGIDENTIFIKASI PROBLEM-PROBLEM DALAM MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN.
Banyak problema yang dialami dalam aktivitas mengevaluasi kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan. Problema-problema tersebut ialah sebagai berikut:
a.       Bila tujuan kebijakan tersebut tidak jelas. Ketidakjelasan tujuan demikian diakibatkan oleh adanya kompromi dan konsensus yang dipaksakan pada saat formulasi kebijakan. Kompromi dan konsensus demikian dipaksakan karena memang dimaksudkan untuk mengakomodasi banyaknya kepentingan yang ada di dalamnya. Tanpa adanya kompromi-kompromi, bisa mejadi penyebab formulasi kebijakan tersebut tidak disetujui oleh kebanyakan peserta kebijakan. Dan, jika tidak disetujui berarti tidak dapat dilaksanakan. Maka dari itu, tujuan yang dirumuskan umumnya kabur dan bisa bermakana ganda. Padahal gandanya makna justru menyulitkan evaluasinya.
b.      Cepatnya perkembangan masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Ini menyulitkan evaluasi kebijakan, oleh karena itu masalah-masalah yang bermaksud dipecahkan oleh kebijakan mungkin juga sudah berubah dan berganti dengan masalah yang lainnya. Masalah-masalah yang bermaksud dipecahkan oleh formulasi dan implementasi kebijakan sudah tidak ada, sementara masalah baru yang bahkan tidak ada kaitannya dengan masalah lama muncul.
c.       Tidak jelas masalahnya, sumber masalah dan gejala masalahnya. Ketidakjelasan demikian bisa terjadi karena antara masalah, sumber masalah,  dan gejala masalah sudah tumpang tindih. Hal ini terjadi karena masalah-masalah tersebut golongan masalah sosial, antara yang satu dengan yang lain kadang-kadang saling interchange.
d.      Terkaitnya antara masalah satu dengan masalah lain. Sebagai contoh: sukar memisahkan antara masalah kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Sebab masyarakat yang bodoh dan terbelakang cenderung miskin, dan sebaliknya pada masyarakat yang miskin juga cenderung bodoh dan terbelakang.
e.       Subjektifnya masalah kebijakan. Ini dapat diketahui dari berbedanya masalah menurut persepsi orang satu dengan menurut persepsi orang lain. Bahkan sesuatu yang oleh seseorang dianggap sebagai suatu masalah yang harus dipecahkan, justru dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan dan oleh karena itu harus dipertahankan.
Selain itu ditemukan juga problem-problem dalam melakukan evaluasi dan monitoring itu diantaranya :
a.       Kebijakan publik kadang tidak memiliki tujuan yang jelas, yang diakibatkan dari  pertimbangan politis. Ketidakjelasan tujuan meliputi: (1) tujuan yang tidak mungkin dicapai; (2) tujuan yang kontradiktif; (3) tujuan yang terlalu sempit atau terlalu spesifik; dan (4) tujuan antara atau tujuan sementara.
b.      Pengukuran (measurement), menyangkut pada penggunaan konsep tertentu sebagai suatu alat untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan suatu program. Misalnya persoalan efisiensi: perbandingan cost - benefit atau input – output, sangat sulit untuk mengukur cost maupun benefit khususnya untuk persoalan sosial. Contoh lain persoalan efektivitas: sulit dilihat khususnya yang menyangkut kualitasnya.
c.       Kelompok sasaran (target groups), yang perlu diperhatikan adalah program meskipun berdampak pada keseluruhan populasi sasaran, tetapi belum tentu memiliki dampak terhadap kelompok sasaran. Seringkali terjadi justru bukan kelompok sasaran yang memperoleh manfaat program tetapi kelompok lain dalam populasi tersebut, yang kadang disebabkan bias birokrasi.
d.      Sistem nilai yang berkembang di masyarakat. Seorang analis kebijakan terkadang sulit untuk menterjemahkan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Padahal pertimbangan sistem nilai tidak dapat diabaikan dalam melakukan evaluasi kebijakan.

IV.         PENUTUP
Kesimpulan
Monitoring kebijakan pandidikan berarti mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan yang berupa regulasi pendidikan, kurikulum, proses pembelajaran, maupun segala hal yang dijalankan oleh pemerintah berkaitan dengan pendidikan sehingga menemukan gambaran yang jelas apa, mengapa, serta bagaimana sesungguhnya kondisi pendidikan yang ada.
Ada sembilan model monitoring yang  biasa dilakukan yaitu :
1.      Goal-oriented Evaluation Model (Model Evaluasi berorientasi Tujuan)
2.      Goal-free Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas Tujuan),
3.      Formatif-summatif Evaluation Model
4.      Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi)
5.      Responsive Evaluation Model (Model Evaluasi Responsif)
6.      CIPP Evaluation Model (Model Evaluation CIPP)
7.      CSE-UCLA Evaluation Model (Center for the Study of Evaluation, University of California at Los Angeles)
8.      Discrepancy Evaluation Model (DEM) oleh Provus.
Aktor yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi pendidikan terdiri dari aktor formal yaitu administrator pembuat dan pelaksana kebijakan, serta aktor non formal yang terdiri dari media masa, partai politik, organisasi massa, interest group, kelompok perantara, mitra pelaksana kebijakan, dan tokoh perorangan.
Problema-problema yang dihadapi dalam mengevaluasi kebijakan  pendidikan, diantaranya :
1.      Tujuan kebijakan kurang jelas,
2.      Perkembangan masyarakat begitu cepatnya yang menjadi sasaran kebijakan tersebut
3.      Tidak jelas masalah, sumber masalah dan gejala masalahnya
4.      Terkaitnya antara masalah satu dengan masalah lain
5.      Subjektifnya masalah kebijakan


DAFTAR PUSTAKA



Ratna Dewi,  Jurnal Ilmu Hukum, Kebijakan Pendidikan Di Tinjau Dari Segi Hukum Kebijakan Publik, Fakultas Hukum Universitas JambiVolume 7, Nomor 2, Oktober, 2016.
Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet. 1.
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal Dan Informal Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Petunjuk Teknis Monitoring Dan Evaluasi, 2013.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana Pembangunan
H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam SISDIKNAS di Indonesia,  Cet 1, Kencana, Jakarta, 2004.
Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet.1.
Sigit Purnama, Jurnal, Penilain Kebijakan Pendidikan ( Education Polcy Research ), Universitas Negeri Malang, , 30 November 2010.
Moerdiyanto, Teknik Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Dalam Rangka Memperoleh Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Manajemen , 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Asep Suryana, M.Pd, Jurnal, Strategi Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Sistem Penjaminan Mutu Internal Sekolah,
Nanang Fattah, (1996), Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya
Sigit Purnama, Makalah Diskusi Program Doktor , Penelitian Kebijakan Pendidikan, 2010, Universitas Negeri Malang.



[1] Ratna Dewi,  Jurnal Ilmu Hukum, Kebijakan Pendidikan Di Tinjau Dari Segi Hukum Kebijakan Publik, Fakultas Hukum Universitas JambiVolume 7, Nomor 2, Oktober, 2016, hlm. 60
[2] Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet. 1, Hal 32

[3]  Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal Dan Informal Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Petunjuk Teknis Monitoring Dan Evaluasi, 2013, Hlm.6
[4]  Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana Pembangunan
[5]   H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam SISDIKNAS di Indonesia,  Cet 1, Kencana, Jakarta, 2004, Hal 10.
[6] Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, IPE, Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005 Cet.1, Hlm. 32
[7] Sigit Purnama, Jurnal, Penilain Kebijakan Pendidikan ( Education Polcy Research ), Universitas Negeri Malang, , 30 November 2010, Hlm.34
[8]     Moerdiyanto, Teknik Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Dalam Rangka Memperoleh Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Manajemen , 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

[9] Asep Suryana, M.Pd, Jurnal, Strategi Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Sistem Penjaminan Mutu Internal Sekolah,


[10] Nanang Fattah, (1996), Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya
[11] Sigit Purnama, Makalah Diskusi Program Doktor , Penelitian Kebijakan Pendidikan, 2010, Universitas Negeri Malang, Hlm 9-10
[12]  Ibid, hlm 10-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.     PENDAHULUAN Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara...