Sabtu, 02 Desember 2017

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.    PENDAHULUAN
Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara,  dan  berpikir  dengan  penalaran  tidak  hanya  dipengaruhi  oleh  kematangan  saja tetapi  juga  dipengaruhi  oleh  pengalaman   yang  diperoleh  dari  lingkunganya  baik  di  lingkungan sekolah maupun keluarga.Emosional   memainkan  peran  penting  dalam  hidup  seseorang  setiap  bentuk  emosi  pada  dasarnya membuat  hidup  terasa  lebih menyenangkan, karena  emosional  anak  akan  merasakan  getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun orang lain.
Perkembangan emosional berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak.setiap orang akan  mempunyai  emosi  rasa  senang,  marah,  jengkel,  takut,  malu, sedih  dalam  menghadapi lingkunganya sehari-hari.[1]Tahun-tahun  awal  kehidupan  anak  merupakan  masa  yang  penting    dan  rawan  dalam perkembangan  emosi  anak  oleh  karena  itu  mengembangkan  kecerdasan  emosional  pada  anak  sangat penting agar anak dapat menghadapi tantangan dalam kehidupanya kelak.Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, daoat berubah- ubah setiap saat. [2]Dalam kehidupan sehari-hari, refleksi emosional  nyata lebih banyak memainkan peran dalam proses pengambilan keputusan atau menampakkan perilaku seseorang ketimbang perhitungan nalar.
Untuk meraih  prestasi  dan  kesuksesan  kehidupan  seorang  anak  perlu  dibekali  kecerdasan  emosional  yang maksimal sejak dini karena kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dilatihkan pada anak, serta mampu mengenali emosi dirinya. Anak yang mampu menengenali emosi dirinya apabila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaanya.[3]Salah  satu  cara  yang  dapat  ditempuh  dalam  rangka  mengembangkan  kecerdasan  emosional  pada anak adalah mengembangkan kecerdasan emosionalnya  melalui metode pembelajaran, dan pembelajaran yang peneliti  gunakan  adalah  cooperative  learning,  dengan  pembelajaran  ini  kita  dapat  memberikan kesempatan  pada  anak  untuk  mempraktekkan  cara  baru  dalam  berpikir  merasakan  dan  bertindak.
Melalui pembelajaran ini pula kita dapat mendengarkan cara-cara anak dalam menghadapi pergolakan emosi yang dirasakan anak sehinggga kita dapat menyatu dalam proses pembelajaran emosi.Penggunaan  metode  cooperative  learning  dalam  melakukan  proses  belajar  mengajar  dalam kegiatan  pengembangan  kecerdasan  emosional  anak  dapat  membekali  anak  untuk  memiliki  sikap kerjasama. metode cooperative learning tidak hanya dapat melatih anak untuk mengasah kecerdasan emosionalnya, tetapi juga menggali kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.

B.     KAJIAN TEORI
1.      Cooperative Learning
Metode  Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun kelompok.Cooperative Learning tidak hanya menghasilkan prestasi akademik yang lebih tinggi untuk seluruh siswa namun juga meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan untuk melakukan hubungan sosial serta mampu mengembangkan saling kepercayaan sesamanya baik secara individu maupun kelompok, dan kemampuan saling membantu dan bekerjasama antar teman terhindar dari persaiangan antar individu, dengan kata lain tidak saling mengalahkan antar siswa.[4]
Cooperative  learning  adalah  model  pembelajaran  yang  secara  sadar  dan  sistematis mengembangkan  interaksi  yang  lebih  saling  asah,  saling  asih,  dan  saling  asuh  antar  sesama
siswa sebagai latihan hidup didalam kehidupan nyata.Tanpa kerjasama atau cooperative, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah.[5]
2.      Kecerdasan
Istilah  kecerdasan  diturunkan  dari  kata  intelegensi.  Intelegensi  merupakan  suatu  kata  yang memiliki  makna  yang  sangat  abstrak.  Namun  demikian,  banyak  ahli  psikologi  yang  mencoba mengembangkan ikonya dalam memahami intelegensi.
Dari  berbagai  macam  pengertian  yang  dikemukakan  oleh  para  ahli  psikologi, disimpulkan bahwa kecerdasan adalah suatu konsep abstrak yang diukur secara tidak langsung oleh psikologi melalui tes intelegensi untuk mengistemasikan proses intelektualnya.
Intelegensi mempunyai beberapa komponen, antara lain kemampuan  verbal,  keterampilan  pemecahan  masalah,  kemampuan  belajar  dan  beradaptasi  dengan lingkungan,  dan  pengalaman  sehari-hari.  Intelegensi berarti kecerdasan pribadi. Kecerdasan pribadi terdiri atas kecerdasan antarpribadi, yaitu kemampuan untuk memehami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan.[6]
Intelegensi  adalah  kesanggupan  mental  untuk  memahami, menganalisis secara kritis, cermat, dan teliti serta menghasilkan ide-ide baru secara efektif dan efisien.“Intelligence includes at least the ablities demanded in the solution of problems which require the comprehension and use of symbols”( inteligensi setidak-tidaknya mencakup kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol-simbol).[7]
Seseorang  dikatakan  cerdas  apabila  ia mampu  mengakomodasi empat aspek, yaitu: kecerdasan intelektual, emosional,  moral, dan spiritual. Kongkretnya  seseorang  dikatakan  cerdas  apabila  ia  mampu  berelasi  dengan  orang  lain,  mampu mengendalikan suasana hatinya, dan mampu melihat dirinya sedang dalam kondisi yang bagaimana. Apakah  ia  mampu  melibatkan  unsur  intelektualnya,  kognisinya,  afeksinya,  ataukan  unsur-unsur lainya?[8]

3.      Emosi
Emosi adalah  setiap  kegiatan  atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dan setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap.[9]Daniel  gulman  mengatakan  emosi  merujuk  pada suatu  perasaan  dan  pikiran-pikiran  khasnya, suatu  keadaan  biologis,  dan  psikologis  dan  serangkaian  kecenderungan  untuk  bertindak.[10]
Dalam  kehidupan  sehari-hari  seringkali  istilah  emosi  hanya  diartikan  sebagai  ungkapanperasaan orang-orang yang sedang marah. Padahal tidaklah demikian, karena emosi mewarnai setiap perasaan  yang  bergejolak  dan  mempengaruhi  individu  secara  fisik  dan  psikis.[11]

C.    ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.      Metode penelitian
Penelitian Tindakan Kelas atau dalam bahasa Inggrisdikenal dengan classroom action research sejak lama berkembang di negara-negara maju seperti Inggris. Australia dan Amerika. Penelitian  tindakan  kelas  adalah  suatu  penelitian  yang  dilakukan   secara  sistematis  reflektif terhadap berbagai tindakan nyata dikelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.[12]
Penelitian  tindakan  kelas  ini  dilaksanakan  dalam  dua  siklus  yang  sudah  dianggap  mampu memenuhi  kepuasan  peneliti  dalam  mencapai  hasil  yang  diinginkan  dan  mengatasi  persoalan  yang ada.siklus  akan  dilanjutkan  kesiklus  berikutnya  apabila  belum  tercapai  kriteria  keberhasilan  yang telah ditetapkan oleh peneliti.

2.      Subyek Penelitian
Dalam  penelitian  ini,  subyek  yang  dipilih  adalah siswa kelas 1 A  MIS Kuripan Kidul, Pekalongan Selatan, dengan jumlah siswa 20 anak.
3.      Rencana Tindakan
Ø  Siklus 1
a.       Mempersiapkan siklus 1 (satu) yang terdiri dari 4 (empat) pertemuan:
b.      SKH 1 (satu) pada kegiatan inti memberikan pembelajaran mengenalkan macam-macam emosi yang sering dialami anak.Tanya jawab tentang perasaan (emosi) yang dialami anak  pada saat itu.
c.       Pertemuan  kedua   kegiatan  inti  anak  diperintah  mengambil  gambar  ekspresi  yang  pernah dialami dan yang diingat anak kemudian disuruh menceritakan.
d.      Pertemuan ketiga pada kegiatan inti mengambil gambar ekspresi lalu menceritakan isi gambar tersebut.
e.       Pertemuan keempat berlomba mengambil gambar ekspresi lalu menjawab pertanyaan dari guru tentang cara mengatasi emosi yang sesuai dengan gambar tersebut.

4.      Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) dibantu oleh teman sejawat dan kepala sekolah yang  memberikan  penilaian  dalam  pelaksanaan  penelitian.  Adapun  kepala  sekolah  juga  mengamati dalam pembuatan:
a.      Rencana KegiatanHarian
1)      Merumuskan indikator
2)      Menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan.
3)      Menetukan tujuan perbaikan, hal-hal yang perlu diperbaiki dan langkah-langkah perbaikan.
4)      Merancang pengelolaan kelas dan kegiatan pengembangan.
5)      Merencanakan alat dan bahan serta cara penilaian.
b.      Pengumpulan Data
1)      Teknik pengumpulan data
2)      Pemberian tugas, karena data yang akan dikumpulkan berupa hasil kerja anak
3)      Observasi, karena data yang dibutuhkan berupa perubahan tingkah laku anak dan kerja sama anak
4)      Catatan anekdot
c.       Alat pengumpul data
1)      Matrik
Matrik  merupakan  seperangkat  rencana  dan  pengaturan  tentang  kegiatan  pembelajaran  yang digunakan sebagai landasan dalam membuat RKM dan RKH.
2)      RKM dan RKH
Adalah perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam kegiatan belajar mengajar
Lembar  Tugas, Untuk  menilai  seberapa  jauh  perkembangan  yang  telah  dicapai  oleh  masingmasing anak dari mengerjakan tugas.
Observasi  dengan  bentuk  ceklis,  untuk  menilai  seberapa  besar  kemampuan  anak  setelah kegiatan tersebut.
3)      Catatan anekdot
d.      Refleksi
Hasil  belajar  dari  siklus  1  dioperasikan  dengan  hasil  belajar  anak  pada  kondisi  awal sebelum dilakukan perbaikan, kemudian pelaksanaan siklus II dikomparasikan dengan pelaksanaan atau atau hasil kerja anak siklus I, apakah ada hasil peningkatan atau tidak.
HASIL PENELITIAN
Data yang diperoleh berupa data observasi  hasil pengamatan dalam proses pembalajaran untuk masing-masing siklus.Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti , kondisi pembelajaran kemampuan mengenali  emosi  mengalami  beberapa  kendala  diantaranya  dikarenakan  anak-anak  hanya  mengerti bahwa  emosi  itu  adalah  perasaan  marah,  anak  belum  memiliki  keleluasaan  atau  keberanian  untuk mengungkapkan perasaanya dan variasi kegiatan pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik sehingga  anak  menjadi  jenuh.  Untuk  itu  peneliti  berusaha  mengatasi  persoalan  tersebut  dengan Metode  Cooperative  Learning.  Dalam  penelitian  tindakan  kelas  ini  peneliti  menggunakan  tindakan yang terdiri dari dua siklus.
Ø  Siklus I
Sikus I dilaksanakan pada tanggal 29 April 2017  dengan materi mengenalkan macam-macam emosi yang sering dialami anak.
1.      Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahapan perencanaan siklus I ini kegiatan yang dilakukan meliputi
a.       Perencanaan
Sebelum  melaksanakan  kegiatan  pembelajaran  guru  terlebih  dahulu  merencanakan kegiatan yang hendak dilaksanakan, kemudian menyiapkan RKH ( Rencana Kegiatan Harian )untuk dipergunakan sebagai acuan dalam melakasanakan tindakan pada Siklus I.
b.      Persiapan
Persiapan  dapat   tertulis  dan  tidak  tertulis.  Persiapan  tertulis  dapat  berbentuk  petunjuk pembelajaran  dengan  menggunakan  media,  sedangkan  yang  tidak  tertulis  dapat  berupa menyiapkan alat peraga/ media, penguasaan materi dan kesiapan mental guru.
c.       Pelaksanaan
Pelaksanaan  kegiatan  belajar  mengajar  untuk  siklus  I  yang  dilakukan  tanggal  29 April 2017.  Dalam  penelitian  ini,  peneliti  bertindak sebagai observer. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana kegiatan harian yang telah  disiapkan.  Kegiatan  pembelajaran  dilaksanakan  dalam  4  (empat)  pertemuan  sebagai berikut:
1.      Guru  mengenalkan    macam-macam  emosi  yang  sering  dialami,  tanya  jawab  tentang perasaan  (emosi)  yang  dialami  anak  dan  membahas  tentang  cara-cara  mengendalikan emosi yang dialami anak.
2.      Dalam pertemuan yang selanjutnya anak diajak berdiskusi dengan kelompoknya.
3.      Anak disuruh mengambil gambar ekspresi lalu menceritakanya.
4.      Anak bersama-sama mengambil gambar emosi lalu menjawab pertanyaan dari guru.
Pada tahap pelaksanaan yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Pelaksanaan Siklus I
NO
Kegiatan Guru
Kegiatan Anak
1
Memberikan informasi (bercerita)macam-macam emosi
Mendengarkan penjelasan guru
2
Membahas tentang cara-cara
mengatasi (mengendalikan) emosi
Mendengarkan penjelasan guru
mengenai materi yang disampaikan
3
Mengenalkan dan memperagakan
media yang akan digunakan
Memperhatikan dengan baik. Anak
diharapkan dapat memahami ekspresi
yang ada pada gambar tersebut
4
Memberikan tugas pada anak
Anak secara kelompok melaksanakan
tugas yang diberikan
2.      Observasi dan Evaluasi
Observasi dilaksanakan langsung bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Pada  tahapan   observasi  siklus  pertama  yang  dilaksanakan  pada  saat  kegiatan  belajar  mengajar sedang  berlangsung,  dapat  diketahui  bahwa   anak  masih  mengalami  kendala  untuk  mengetahui tentang  emosi  dan  pola emosi  namun  pada  saat  guru  menjelaskan tentang  ekspresi,  anak  sangat antusias dan menyimak apa yang disampaikan guru dengan baik.




Tabel 2. pencapaian pada siklus I
NO
Indikator
Tingkat Ketuntasan Balajar
Ket
T
%
BT
%

1
Mengenali Emosi Sendiri
11
55
9
45

2
Mengatur Emosi
7
35
13
65

3
Memotivasi Diri
9
45
11
55

4
Mengenali emosi orang lain
8
40
12
60

5
Membina Hubungan Dengan
Orang Lain
8
40
12
60

Keterangan skor:
Jumlah Siswa Yang Tuntas Belajar =  T
Jumlah Siswa = JS
Nilai Ketuntasan = NK
T:JS X 100% = NK
Indikator
1)      Dapat  mengenali  Emosi  diri  (peningkatan  dalam  mengenal  dan  menyebut  emosi  sendiri, memahami alasan/penyebab dari perasaan-perasaan)
Dari 20 anak yang hadir hanya 11 anak yang mencapai ketuntasan belajar 11:20 x 100% = 55%. Sementara 9 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 9:20 x 100% = 45%.
2)       Dapat mengatur emosinya mengelola emosi lebih baik,kecemasan dan ketakutan mulai berkurang dan lebih bertanggung jawab)
Dari 20 anak yang hadir hanya 7 anak yang mencapai ketuntasan belajar
7:20 x 100% = 35%. Sementara 13 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 13:20 x 100% = 65%.

3)      Memotivasi diri
Dari 20 anak yang hadir hanya 9 anak yang mencapai ketuntasan belajar
9:20 x 100% = 45%. Sementara 11 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 11:20 x 100% = 55%.
4)      Mengenali emosi orang lain
Dari 20 anak yang hadir hanya 8 anak yang mencapai ketuntasan belajar
8:20 x 100% = 40%. Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 14:20 x 100% = 70%.
5)      Membina Hubungan Dengan Orang lain
Dari 20 anak yang hadir hanya 10 anak yang mencapai ketuntasan belajar
10:20 x 100% = 50%. Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 10:20 x 100% = 50%.
3.      Refleksi
Berdasarkan  pelaksanaan  kegiatan  yang  dilaksanakan  pada  siklus  pertama  mulai  dari perencanaan sampai observasi dari kegiatan pembelajaran dengan hasil sebagai berikut :
1)      Pada Aspek mengenali emosinya sendiri .
2)      Anak dapat mengatur emosi
3)      Anak dapat memotivasi diri
4)      Anak mampu mengenali emosi orang lain.
5)      Anak dapat membina hubungan dengan oranglain.
Kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam siklus I antara lain :
1)      Masih terdapat anak yang pasif dalam mengerjakan tugas-tugas.
2)      Ada anak yang masih kurang  memperhatikan saat guru  menyampaikan materi atau pada saat guru bercerita.
3)      Masih ada anak yang belum memahami emosi yang dialaminya dan belum mampu mengungkapkan emosi lewat kata-kata.

Ø  Siklus II
Penelitian  tindakan  siklus  II  dilaksanakan  pada  tanggal  30 april 2017,  uraian  setiap kegiatan adalah sebagai berikut :
a.       Perencanaan siklus II
Berdasarkan  pengamatan  dan  penelitian  pada  siklus  I.  Rencana  tindakan  siklus  II merupakan  perbaikan  dari  siklus  I.  Rencana  tindakan  siklus  II  disusun  untuk  menguatkan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I. Adapun rencana pada siklus II yaitu :
1)      Menyusun rencana pengajaran
Dengan mengamati rencana pengajaran pada siklus I rencana pengajaran pada siklus II dibuat dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan pada rencana pengajaran di siklus I.
2)      Menyiapkan pedoman pengamatan anak
Guru  menyiapkan  pedoman   pengamatan  untuk  mengamati  anak  pada  saat kegiatan berlangsung.
3)      Menyiapkan media
Karena  dalam  kegiatan  ini  menggunakan  media  gambar   maka  guru  harus menyiapkan gambar yang dapat dengan mudah dipahami anak.
4)      Menentukan metode yang akan digunakan
Metode  yang  akan  digunakan  pada  siklus  II  harus  ditentukan  terlebih  dahulu supaya anak tidak jenuh karena menggunakan metode yang sama pada siklus I.
b.      Pelaksanaan siklus II
Pelaksanaan  pada  siklus  II  pada  prinsipnya  sama  dengan  pelaksanaan  tindakan  kelas siklus  I,  tetapi  siklus  II  diadakan  perbaikan  dan  penguatan  atas  kelemahana  yang  ada  pada
siklus I.

Agar  perkembangan  kecerdasan  emosi  anak  dapat  optimal,  pelaksanaan  penelitian tindakan kelas sesuai dengan  perencanaan yang telah dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Tabel 3. Perencanaan siklus II
No
Kegiatan Guru
Kegiatan Anak
1
Mengenalkan  media  yang
digunakan saat kegiatan
Memperhatikan  dengan  baik. Anak  diharapkan  dapat
memahami keterangan dari guru.
2
Memberikan  tugas  pada
Kelompok
Mengerjakan  tugas  yang diberikan guru
3
Memberikan  tes  pada  anak
dengan pertanyaan  sederhana mengenai emosi
Menjawab  pertanyaan  dari  guru dan menyelesaikan  tugas  dari guru
4
Mengamati  anak  pada  saat
kegiatan bersama
Mengerjakan kegiatan  dengan teman dan belajar mengendalikan emosi

Berdasarkan  data  tersebut  dapat  diketahui  bahwa  pada  siklus  II  ada  tiga  aspek penilaian yaitu : pemahaman anak mengenai emosi, cara anak mengatasi emosi dan cara anak mengembangkan kecerdasan emosi melalui permainan.
c.       Observasi
Observasi  dilaksanakan  secara  langsung  dan  bersamaan  dengan  kegiatan  belajar mengajar, seperti yang dilaksanakan pada siklus I. hasil observasi dilihat dari hasil analisis data yaitu lembar data observasi dan data
Tabel 4.  pencapaian pada siklus II
NO
Indikator
Tingkat Ketuntasan Balajar
Ket
T
%
BT
%

1
Mengenali Emosi Sendiri
17
55
3
45

2
Mengatur Emosi
15
35
5
65

3
Memotivasi Diri
15
45
5
55

4
Mengenali emosi orang lain
14
70
6
30

5
Membina Hubungan Dengan
Orang Lain
13
40
8
60


Keterangan skor:
Jumlah Siswa Yang Tuntas Belajar =  T
Jumlah Siswa = JS
Nilai Ketuntasan = NK
T:JSX 100% = NK
Indikator
1)      Dapat  mengenali  Emosi  diri  (peningkatan  dalam  mengenal  dan  menyebut  emosi  sendiri, memahami alasan/penyebab dari perasaan-perasaan)
Dari 20 anak yang hadir hanya 11 anak yang mencapai ketuntasan belajar17:20x 100% = 85%. Sementara 9 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar5:20x 100% = 15%.
2)      Dapat   mengatur  emosinya  (mengelola  emosi  lebih baik,kecemasan  dan  ketakutan  mulai berkurang dan lebih bertanggung jawab)
Dari 20 anak yang hadir hanya 7 anak yang mencapai ketuntasan belajar15:20 x 100% = 75%. Sementara 13 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 5:20x 100% = 25%.
a)      Memotivasi Diri
Dari 20 anak yang hadir hanya 9 anak yang mencapai ketuntasan belajar 15:20x 100% = 75%.Sementara 11 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 5:20x 100% = 25%.
b)      Mengenali Emosi Orang Lain
Dari 20 anak yang hadir hanya 14 anak yang mencapai ketuntasan belajar 14:20x 100% = 70%. Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 6:20x 100% = 30%.
c)      Membina Hubungan Dengan Orang lain
Dari 20 anak yang hadir hanya 10 anak yang mencapai ketuntasan belajar13:20x 100% = 65%. Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar7:20x 100% = 35%.
d.      Refleksi
Berdasarkan  pelaksanaan  kegiatan  yang  dilaksanakan  pada  siklus  pertama  mulai  dari perencanaan sampai observasi dari kegiatan pembelajaran dengan hasil sebagai berikut :
1)      Anak dapat mengenali emosinya sendiri .
2)      Anak dapat mengatur emosi
3)      Anak dapat memotivasi diri
4)      Anak dapat membina hubungan dengan oranglain. 

D.    KESIMPULAN
Masa  kanak-kanak  adalah  masa  yang  sangat  rentan  terhadap  hal-hal  negatif  yang  dapat mengganggu perkembamgan seseorang. Jika tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak tidak dapat terpenuhi maka pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya akan mengalami masalah. Cukup banyak  masalah–masalah  emosional  pada  anak  yang  menjadi  keluhan,  seperti  tempretantrum, ekspresi emosi yang tidak tepat atau berlebihan kecemburuan, ketakutan, atau sulit ditinggal orang tua saat  bekerja  atau  disekolah.  Kunci  untuk  mengatasinya  adalah  dengan  mengenalkan  pada  anak berbagai macam emosi yang dialaminya sedini mungkin. Melatih anak untuk mengenali perasaanya, mengatur emosi, berempati dan membantu anak bersosialisasi dengan orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui beberapa tindakan, dari  siklus  I  dan  siklus  II  dan  berdasarkan  seluruh  pembahasan  serta  anlisis  yang  telah  dilakukan, dapat disimpulkan bahwa  cooperative learning dapat mengembangkan emosi anak pada anak  secara khusus penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Cooperative  Learning  dapat  membantu  anak  mengenali emosi  diri.  Hal ini  ditunjukkan  dari  hasil analisis yang didapatkan bahwa kemampuan mengenali emosi sendiri pada siswa kelas 1 A MIS Kuripan Kidul Pada siklus I sebanyak 55%  atau 11 anak dan di siklus II sebanyak 85% atau sebanyak 18 anak.
2.      Cooperative  Learning  dapat  membantu  anak  mengatur  Emosinya  yang  berarti  anak  dapat mengungkapkan emosinya lewat kata-kata. Saat ia takut atau marah anak dapat mengungkapkan langsung  dengan bahasanya.
3.      Metode Cooperative Learning dapat membantu anak memotivasi dirinya. pada saat permainan ini berlangsung  guru  memberikan  pujian  pada  anak  yang  berhasil  dan  memberikan  dorongan  pada anak yang belum berhasil supaya ia lebih baik lagi sehingga anak semakin termotivasi untuk lebih baik lagi.
4.      Metode  Cooperative  Learning  dapat  membantu  anak  mengenali  emosi  orang  lain.  Belajar berempati   adalah  dasar  sebelum  pada  taraf  membimbing  perilaku,  ketika  anak  tahu  tentang perasaan  yang  orang  lain  alami  maka  dia  akan  belajar  berperilaku  yang  baik  supaya  tidak mengagnggu keadaan orang lain. dan ini dapat dilihat pada saat anak disuruh bekerja sama dalam kelompok
5.      Metode  Cooperative  Learning  dapat  membantu  anak  membina  hubungan  dengan  orang  lain dan dengan teman.
6.      Disamping itu juga penerapan permainan gambar ekspresi di kelas tiga MIS Kuripan Kidul  menambah  wawasan  guru  dalam  memlih  strategi  dan  metode  yang  tepat  untuk  diterapkan di kelas dan disesuaikan dengan tujuan dari setiap pembelajaran yang diadakan. Selain itu juga melati keterampilan guru dalam mengelola kelas.
E.     SARAN
1.      Metode cooperative learning sebanarnya sangat cocok untuk menggali potensi anak yang berkaitan dengan kecerdasan emosionalnya.
2.      Kecerdasan emosional pada anak akan sangat tampak pada saat kita melaksanakan pembelajaran kelompok, untuk itu metode cooperative learning harus selalu dikembangkan dengan inovasi agar bisa mengarahkan anak memiliki kecerdasan emosional. 

DAFTAR PUSTAKA

Nasrudin, Endin, Psikologi Manajemen, Pustaka Setia, Bandung, 2010
Puji Astutik, Umi Farida, Jurnal: Cooperative Learning Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak, IKIP Veteran, Semarang, t.t
Rofiq, M Nafiur, Jurnal: Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)Dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam,Vol. 1, No. 1, 2010.
Rosmala, Dewi,  Berbagai Masalah Anak TK,Jakarta: 2005, Depdiknas Pendidikan Tinggi
Rufaidah, Anna, Jurnal: Pengaruh Intelegensi Dan Minat Siswa Terhadap Putusan Pemilihan Jurusan, Vol. II No. 2, 2015
Sobur, Alex, Psikologi Umum, cet. 2,Pustaka Setia, Bandung, 2009
Sujiono, Bambang dan  Yuliani  Nuraini, Mencerdaskan  Perilaku  Anak  Usia  Dini, Jakarta: 2005, Gramedia.
Sukiram. DKK, Rancangan Buku Panduan PGTK IKIP Veteran, Semarang: 2006,  IKIP Veteran
Suyanto, Pedoman PelaksanaanPenelitian Tindakan Kelas (PTK), Bagian 1. Jakarta:1997
Uno, Hamzah B, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, cet.2, Bumi Aksara, Jakarta, 2009



[1]      Alex Sobur, Psikologi Umum, cet. 2, hal.410, Pustaka Setia, Bandung, 2009
[2]      Endin Nasrudin, Psikologi Manajemen, hal. 142, Pustaka Setia, Bandung, 2010
[3]      Hamzah B Uno, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, cet.2,hal 16, Bumi Aksara,
Jakarta, 2009
[4]      M Nafiur Rofiq, Jurnal: Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)Dalam Pengajaran
Pendidikan Agama Islam,Vol. 1, No. 1, hal.2,  2010.
[5]Umi Farida Puji Astutik, Jurnal: Cooperative Learning Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Emosi Anak,hal. 76,IKIP Veteran, Semarang
[6]Endin Nasrudin, Psikologi Manajemen, hal. 143, Pustaka Setia, Bandung, 2010
[7]Anna Rufaidah, Jurnal: Pengaruh Intelegensi Dan Minat Siswa Terhadap Putusan Pemilihan
Jurusan, Vol. II No. 2, hal. 141, 2015
[8]Sukiram. DKK (2006) Rancangan Buku Panduan PGTK IKIP Veteran, hal. 42,  Semarang:
IKIP Veteran
[9] Bambang Sujiono dan  Yuliani  Nuraini, Mencerdaskan  Perilaku  Anak  Usia  Dini, hal.94 
Jakarta: 2005, Gramedia.
[10]Dewi Rosmala,  Berbagai Masalah Anak TK, hal. 20,  Jakarta: 2005, Depdiknas Pendidikan
Tinggi
[11]Bambang Sujiono, Op.Cit, hal.95
[12]Suyanto, Pedoman PelaksanaanPenelitian Tindakan Kelas (PTK), hal. 2, Bagian 1.
Jakarta:1997 

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.     PENDAHULUAN Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara...