A.
PENDAHULUAN
Sejak bayi
anak berkembang secara
fisik, mental, sosial,
dan emosional. Kemampuan
anak berjalan, berbicara, dan
berpikir dengan penalaran
tidak hanya dipengaruhi
oleh kematangan saja tetapi
juga dipengaruhi oleh
pengalaman yang diperoleh
dari lingkunganya baik di lingkungan sekolah maupun keluarga.Emosional memainkan
peran penting dalam
hidup seseorang setiap
bentuk emosi pada
dasarnya membuat hidup terasa
lebih menyenangkan, karena emosional anak
akan merasakan getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun
orang lain.
Perkembangan
emosional berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak.setiap orang
akan mempunyai emosi
rasa senang, marah,
jengkel, takut, malu, sedih
dalam menghadapi lingkunganya
sehari-hari.[1]Tahun-tahun awal kehidupan anak
merupakan masa yang
penting dan rawan
dalam perkembangan emosi anak
oleh karena itu
mengembangkan kecerdasan emosional
pada anak sangat penting agar anak dapat menghadapi
tantangan dalam kehidupanya kelak.Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, tidak bersifat menetap, daoat berubah- ubah setiap saat. [2]Dalam
kehidupan sehari-hari, refleksi emosional nyata lebih banyak memainkan peran dalam
proses pengambilan keputusan atau menampakkan perilaku seseorang ketimbang
perhitungan nalar.
Untuk
meraih prestasi dan
kesuksesan kehidupan seorang
anak perlu dibekali
kecerdasan emosional yang maksimal sejak dini karena kecerdasan
emosional dapat dipelajari dan dilatihkan pada anak, serta mampu mengenali emosi
dirinya. Anak yang mampu menengenali emosi dirinya apabila ia memiliki kepekaan
yang tajam atas perasaanya.[3]Salah satu
cara yang dapat
ditempuh dalam rangka
mengembangkan kecerdasan emosional
pada anak adalah mengembangkan kecerdasan emosionalnya melalui metode pembelajaran, dan pembelajaran
yang peneliti gunakan adalah
cooperative learning, dengan
pembelajaran ini kita
dapat memberikan kesempatan pada
anak untuk mempraktekkan
cara baru dalam
berpikir merasakan dan
bertindak.
Melalui
pembelajaran ini pula kita dapat mendengarkan cara-cara anak dalam menghadapi
pergolakan emosi yang dirasakan anak sehinggga kita dapat menyatu dalam proses
pembelajaran emosi.Penggunaan metode cooperative
learning dalam melakukan
proses belajar mengajar
dalam kegiatan pengembangan kecerdasan
emosional anak dapat
membekali anak untuk
memiliki sikap kerjasama. metode
cooperative learning tidak hanya dapat melatih anak untuk mengasah kecerdasan
emosionalnya, tetapi juga menggali kemampuan anak dalam berkomunikasi dan
bersosialisasi.
B.
KAJIAN TEORI
1.
Cooperative Learning
Metode
Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok
kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal
baik pengalaman individu maupun kelompok.Cooperative Learning tidak hanya
menghasilkan prestasi akademik yang lebih tinggi untuk seluruh siswa namun juga
meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan untuk melakukan hubungan sosial serta
mampu mengembangkan saling kepercayaan sesamanya baik secara individu maupun
kelompok, dan kemampuan saling membantu dan bekerjasama antar teman terhindar
dari persaiangan antar individu, dengan kata lain tidak saling mengalahkan
antar siswa.[4]
Cooperative learning
adalah model pembelajaran
yang secara sadar
dan sistematis mengembangkan interaksi
yang lebih saling
asah, saling asih,
dan saling asuh
antar sesama
siswa sebagai latihan hidup didalam kehidupan nyata.Tanpa kerjasama
atau cooperative, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah.[5]
2.
Kecerdasan
Istilah kecerdasan
diturunkan dari kata
intelegensi. Intelegensi merupakan
suatu kata yang memiliki
makna yang sangat
abstrak. Namun demikian,
banyak ahli psikologi
yang mencoba mengembangkan ikonya
dalam memahami intelegensi.
Dari berbagai
macam pengertian yang
dikemukakan oleh para
ahli psikologi, disimpulkan bahwa
kecerdasan adalah suatu konsep abstrak yang diukur secara tidak langsung oleh
psikologi melalui tes intelegensi untuk mengistemasikan proses intelektualnya.
Intelegensi
mempunyai beberapa komponen, antara lain kemampuan verbal,
keterampilan pemecahan masalah,
kemampuan belajar dan
beradaptasi dengan lingkungan, dan
pengalaman sehari-hari. Intelegensi berarti kecerdasan pribadi.
Kecerdasan pribadi terdiri atas kecerdasan antarpribadi, yaitu kemampuan untuk
memehami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja,
bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan.[6]
Intelegensi adalah
kesanggupan mental untuk
memahami, menganalisis secara kritis, cermat, dan teliti serta
menghasilkan ide-ide baru secara efektif dan efisien.“Intelligence includes
at least the ablities demanded in the solution of problems which require the
comprehension and use of symbols”( inteligensi setidak-tidaknya mencakup
kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan
pengertian serta menggunakan simbol-simbol).[7]
Seseorang dikatakan
cerdas apabila ia mampu
mengakomodasi empat aspek, yaitu: kecerdasan intelektual,
emosional, moral, dan spiritual.
Kongkretnya seseorang dikatakan
cerdas apabila ia
mampu berelasi dengan
orang lain, mampu mengendalikan suasana hatinya, dan
mampu melihat dirinya sedang dalam kondisi yang bagaimana. Apakah ia
mampu melibatkan unsur
intelektualnya, kognisinya, afeksinya,
ataukan unsur-unsur lainya?[8]
3.
Emosi
Emosi
adalah setiap kegiatan
atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dan setiap keadaan mental yang
hebat dan meluap-luap.[9]Daniel gulman
mengatakan emosi merujuk
pada suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis,
dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk
bertindak.[10]
Dalam kehidupan
sehari-hari seringkali istilah
emosi hanya diartikan
sebagai ungkapanperasaan
orang-orang yang sedang marah. Padahal tidaklah demikian, karena emosi mewarnai
setiap perasaan yang bergejolak
dan mempengaruhi individu
secara fisik dan
psikis.[11]
C.
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Metode penelitian
Penelitian Tindakan Kelas atau dalam bahasa
Inggrisdikenal dengan classroom action research sejak lama berkembang di
negara-negara maju seperti Inggris. Australia dan Amerika. Penelitian tindakan kelas
adalah suatu penelitian
yang dilakukan secara
sistematis reflektif terhadap
berbagai tindakan nyata dikelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.[12]
Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan
dalam dua siklus
yang sudah dianggap
mampu memenuhi kepuasan peneliti
dalam mencapai hasil
yang diinginkan dan
mengatasi persoalan yang ada.siklus akan
dilanjutkan kesiklus berikutnya
apabila belum tercapai
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan oleh peneliti.
2.
Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini,
subyek yang dipilih
adalah siswa kelas 1 A MIS Kuripan
Kidul, Pekalongan Selatan, dengan jumlah siswa 20 anak.
3.
Rencana Tindakan
Ø Siklus 1
a.
Mempersiapkan
siklus 1 (satu) yang terdiri dari 4 (empat) pertemuan:
b.
SKH
1 (satu) pada kegiatan inti memberikan pembelajaran mengenalkan macam-macam
emosi yang sering dialami anak.Tanya jawab tentang perasaan (emosi) yang
dialami anak pada saat itu.
c.
Pertemuan kedua
kegiatan inti anak
diperintah mengambil gambar
ekspresi yang pernah dialami dan yang diingat anak kemudian
disuruh menceritakan.
d.
Pertemuan
ketiga pada kegiatan inti mengambil gambar ekspresi lalu menceritakan isi
gambar tersebut.
e.
Pertemuan
keempat berlomba mengambil gambar ekspresi lalu menjawab pertanyaan dari guru
tentang cara mengatasi emosi yang sesuai dengan gambar tersebut.
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) dibantu oleh teman
sejawat dan kepala sekolah yang
memberikan penilaian dalam
pelaksanaan penelitian. Adapun
kepala sekolah juga
mengamati dalam pembuatan:
a.
Rencana KegiatanHarian
1)
Merumuskan
indikator
2)
Menentukan
alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan.
3)
Menetukan
tujuan perbaikan, hal-hal yang perlu diperbaiki dan langkah-langkah perbaikan.
4)
Merancang
pengelolaan kelas dan kegiatan pengembangan.
5)
Merencanakan
alat dan bahan serta cara penilaian.
b.
Pengumpulan Data
1)
Teknik
pengumpulan data
2)
Pemberian
tugas, karena data yang akan dikumpulkan berupa hasil kerja anak
3)
Observasi,
karena data yang dibutuhkan berupa perubahan tingkah laku anak dan kerja sama
anak
4)
Catatan
anekdot
c.
Alat pengumpul data
1)
Matrik
Matrik merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan
tentang kegiatan pembelajaran
yang digunakan sebagai landasan dalam membuat RKM dan RKH.
2)
RKM
dan RKH
Adalah perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru
dalam kegiatan belajar mengajar
Lembar Tugas, Untuk menilai
seberapa jauh perkembangan
yang telah dicapai
oleh masingmasing anak dari
mengerjakan tugas.
Observasi dengan bentuk
ceklis, untuk menilai
seberapa besar kemampuan
anak setelah kegiatan tersebut.
3)
Catatan
anekdot
d.
Refleksi
Hasil belajar dari
siklus 1 dioperasikan
dengan hasil belajar
anak pada kondisi
awal sebelum dilakukan perbaikan, kemudian pelaksanaan siklus II dikomparasikan
dengan pelaksanaan atau atau hasil kerja anak siklus I, apakah ada hasil
peningkatan atau tidak.
HASIL PENELITIAN
Data yang
diperoleh berupa data observasi hasil
pengamatan dalam proses pembalajaran untuk masing-masing siklus.Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti , kondisi pembelajaran kemampuan
mengenali emosi mengalami
beberapa kendala diantaranya
dikarenakan anak-anak hanya
mengerti bahwa emosi itu
adalah perasaan marah,
anak belum memiliki
keleluasaan atau keberanian
untuk mengungkapkan perasaanya dan variasi kegiatan pembelajaran yang
diberikan guru kurang menarik sehingga
anak menjadi jenuh.
Untuk itu peneliti
berusaha mengatasi persoalan
tersebut dengan Metode Cooperative
Learning. Dalam penelitian
tindakan kelas ini
peneliti menggunakan tindakan yang terdiri dari dua siklus.
Ø Siklus I
Sikus I dilaksanakan pada tanggal 29 April 2017 dengan materi mengenalkan macam-macam emosi
yang sering dialami anak.
1.
Tahap
Perencanaan Tindakan
Pada tahapan perencanaan siklus I ini kegiatan yang dilakukan
meliputi
a.
Perencanaan
Sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran guru terlebih
dahulu merencanakan kegiatan yang
hendak dilaksanakan, kemudian menyiapkan RKH ( Rencana Kegiatan Harian )untuk dipergunakan
sebagai acuan dalam melakasanakan tindakan pada Siklus I.
b.
Persiapan
Persiapan dapat tertulis
dan tidak tertulis.
Persiapan tertulis dapat
berbentuk petunjuk pembelajaran dengan
menggunakan media, sedangkan
yang tidak tertulis
dapat berupa menyiapkan alat
peraga/ media, penguasaan materi dan kesiapan mental guru.
c.
Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus
I yang dilakukan
tanggal 29 April 2017. Dalam
penelitian ini, peneliti
bertindak sebagai observer. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada
rencana kegiatan harian yang telah
disiapkan. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan dalam 4
(empat) pertemuan sebagai berikut:
1.
Guru mengenalkan
macam-macam emosi yang
sering dialami, tanya
jawab tentang perasaan (emosi)
yang dialami anak
dan membahas tentang
cara-cara mengendalikan emosi
yang dialami anak.
2.
Dalam
pertemuan yang selanjutnya anak diajak berdiskusi dengan kelompoknya.
3.
Anak
disuruh mengambil gambar ekspresi lalu menceritakanya.
4.
Anak
bersama-sama mengambil gambar emosi lalu menjawab pertanyaan dari guru.
Pada tahap pelaksanaan yang harus dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Pelaksanaan Siklus I
NO
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Anak
|
1
|
Memberikan informasi (bercerita)macam-macam emosi
|
Mendengarkan penjelasan guru
|
2
|
Membahas
tentang cara-cara
mengatasi
(mengendalikan) emosi
|
Mendengarkan
penjelasan guru
mengenai
materi yang disampaikan
|
3
|
Mengenalkan
dan memperagakan
media
yang akan digunakan
|
Memperhatikan
dengan baik. Anak
diharapkan
dapat memahami ekspresi
yang
ada pada gambar tersebut
|
4
|
Memberikan
tugas pada anak
|
Anak
secara kelompok melaksanakan
tugas
yang diberikan
|
2.
Observasi
dan Evaluasi
Observasi dilaksanakan langsung bersamaan dengan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar.
Pada tahapan observasi
siklus pertama yang
dilaksanakan pada saat
kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung,
dapat diketahui bahwa
anak masih mengalami
kendala untuk mengetahui tentang emosi
dan pola emosi namun
pada saat guru
menjelaskan tentang
ekspresi, anak sangat antusias dan menyimak apa yang
disampaikan guru dengan baik.
Tabel 2. pencapaian pada siklus I
NO
|
Indikator
|
Tingkat
Ketuntasan Balajar
|
Ket
|
|||
T
|
%
|
BT
|
%
|
|
||
1
|
Mengenali Emosi Sendiri
|
11
|
55
|
9
|
45
|
|
2
|
Mengatur Emosi
|
7
|
35
|
13
|
65
|
|
3
|
Memotivasi Diri
|
9
|
45
|
11
|
55
|
|
4
|
Mengenali emosi orang lain
|
8
|
40
|
12
|
60
|
|
5
|
Membina Hubungan Dengan
Orang Lain
|
8
|
40
|
12
|
60
|
|
Keterangan skor:
Jumlah Siswa Yang Tuntas Belajar =
T
Jumlah Siswa = JS
Nilai Ketuntasan = NK
T:JS X 100% = NK
Indikator
1)
Dapat mengenali
Emosi diri (peningkatan
dalam mengenal dan
menyebut emosi sendiri, memahami alasan/penyebab dari
perasaan-perasaan)
Dari
20 anak yang hadir hanya 11 anak yang mencapai ketuntasan belajar 11:20 x 100%
= 55%. Sementara 9 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 9:20 x 100% =
45%.
2)
Dapat mengatur emosinya mengelola emosi lebih
baik,kecemasan dan ketakutan mulai berkurang dan lebih bertanggung jawab)
Dari 20 anak
yang hadir hanya 7 anak yang mencapai ketuntasan belajar
7:20 x 100% =
35%. Sementara 13 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 13:20 x 100% =
65%.
3)
Memotivasi
diri
Dari
20 anak yang hadir hanya 9 anak yang mencapai ketuntasan belajar
9:20
x 100% = 45%. Sementara 11 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 11:20 x
100% = 55%.
4)
Mengenali
emosi orang lain
Dari
20 anak yang hadir hanya 8 anak yang mencapai ketuntasan belajar
8:20
x 100% = 40%. Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 14:20 x
100% = 70%.
5)
Membina
Hubungan Dengan Orang lain
Dari
20 anak yang hadir hanya 10 anak yang mencapai ketuntasan belajar
10:20
x 100% = 50%. Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 10:20 x
100% = 50%.
3.
Refleksi
Berdasarkan pelaksanaan
kegiatan yang dilaksanakan
pada siklus pertama
mulai dari perencanaan sampai
observasi dari kegiatan pembelajaran dengan hasil sebagai berikut :
1)
Pada
Aspek mengenali emosinya sendiri .
2)
Anak
dapat mengatur emosi
3)
Anak
dapat memotivasi diri
4)
Anak
mampu mengenali emosi orang lain.
5)
Anak
dapat membina hubungan dengan oranglain.
Kekurangan-kekurangan
yang ditemukan dalam siklus I antara lain :
1)
Masih
terdapat anak yang pasif dalam mengerjakan tugas-tugas.
2)
Ada
anak yang masih kurang memperhatikan
saat guru menyampaikan materi atau pada
saat guru bercerita.
3)
Masih
ada anak yang belum memahami emosi yang dialaminya dan belum mampu
mengungkapkan emosi lewat kata-kata.
Ø Siklus II
Penelitian tindakan
siklus II dilaksanakan
pada tanggal 30 april 2017, uraian
setiap kegiatan adalah sebagai berikut :
a.
Perencanaan
siklus II
Berdasarkan pengamatan
dan penelitian pada
siklus I. Rencana
tindakan siklus II merupakan
perbaikan dari siklus
I. Rencana tindakan
siklus II disusun
untuk menguatkan
kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I. Adapun rencana pada siklus II yaitu
:
1)
Menyusun
rencana pengajaran
Dengan
mengamati rencana pengajaran pada siklus I rencana pengajaran pada siklus II
dibuat dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan pada rencana pengajaran di
siklus I.
2)
Menyiapkan
pedoman pengamatan anak
Guru menyiapkan
pedoman pengamatan untuk
mengamati anak pada
saat kegiatan berlangsung.
3)
Menyiapkan
media
Karena dalam
kegiatan ini menggunakan
media gambar maka
guru harus menyiapkan gambar yang
dapat dengan mudah dipahami anak.
4)
Menentukan
metode yang akan digunakan
Metode yang
akan digunakan pada
siklus II harus
ditentukan terlebih dahulu supaya anak tidak jenuh karena
menggunakan metode yang sama pada siklus I.
b.
Pelaksanaan
siklus II
Pelaksanaan pada
siklus II pada
prinsipnya sama dengan
pelaksanaan tindakan kelas siklus
I, tetapi siklus
II diadakan perbaikan
dan penguatan atas
kelemahana yang ada
pada
siklus
I.
Agar perkembangan
kecerdasan emosi anak
dapat optimal, pelaksanaan
penelitian tindakan kelas sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Tabel 3. Perencanaan siklus II
No
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Anak
|
1
|
Mengenalkan media yang
digunakan saat kegiatan
|
Memperhatikan dengan baik. Anak
diharapkan dapat
memahami keterangan dari guru.
|
2
|
Memberikan tugas pada
Kelompok
|
Mengerjakan tugas yang diberikan guru
|
3
|
Memberikan tes pada
anak
dengan pertanyaan
sederhana mengenai emosi
|
Menjawab pertanyaan dari
guru dan menyelesaikan
tugas dari guru
|
4
|
Mengamati anak pada
saat
kegiatan bersama
|
Mengerjakan kegiatan
dengan teman dan belajar mengendalikan emosi
|
Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui
bahwa pada siklus
II ada tiga
aspek penilaian yaitu : pemahaman anak mengenai emosi, cara anak
mengatasi emosi dan cara anak mengembangkan kecerdasan emosi melalui permainan.
c.
Observasi
Observasi dilaksanakan
secara langsung dan
bersamaan dengan kegiatan
belajar mengajar, seperti yang dilaksanakan pada siklus I. hasil
observasi dilihat dari hasil analisis data yaitu lembar data observasi dan data
Tabel 4. pencapaian pada siklus II
NO
|
Indikator
|
Tingkat
Ketuntasan Balajar
|
Ket
|
|||
T
|
%
|
BT
|
%
|
|
||
1
|
Mengenali Emosi Sendiri
|
17
|
55
|
3
|
45
|
|
2
|
Mengatur Emosi
|
15
|
35
|
5
|
65
|
|
3
|
Memotivasi Diri
|
15
|
45
|
5
|
55
|
|
4
|
Mengenali emosi orang lain
|
14
|
70
|
6
|
30
|
|
5
|
Membina Hubungan Dengan
Orang Lain
|
13
|
40
|
8
|
60
|
|
Keterangan skor:
Jumlah Siswa
Yang Tuntas Belajar = T
Jumlah Siswa =
JS
Nilai
Ketuntasan = NK
T:JSX 100% = NK
Indikator
1)
Dapat mengenali
Emosi diri (peningkatan
dalam mengenal dan
menyebut emosi sendiri, memahami alasan/penyebab dari
perasaan-perasaan)
Dari
20 anak yang hadir hanya 11 anak yang mencapai ketuntasan belajar17:20x 100% =
85%. Sementara 9 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar5:20x 100% = 15%.
2)
Dapat mengatur
emosinya (mengelola emosi
lebih baik,kecemasan dan ketakutan
mulai berkurang dan lebih bertanggung jawab)
Dari
20 anak yang hadir hanya 7 anak yang mencapai ketuntasan belajar15:20 x 100% =
75%. Sementara 13 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 5:20x 100% = 25%.
a)
Memotivasi
Diri
Dari 20 anak
yang hadir hanya 9 anak yang mencapai ketuntasan belajar 15:20x 100% =
75%.Sementara 11 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 5:20x 100% = 25%.
b)
Mengenali
Emosi Orang Lain
Dari 20 anak
yang hadir hanya 14 anak yang mencapai ketuntasan belajar 14:20x 100% = 70%.
Sementara 10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar 6:20x 100% = 30%.
c)
Membina
Hubungan Dengan Orang lain
Dari 20 anak
yang hadir hanya 10 anak yang mencapai ketuntasan belajar13:20x 100% = 65%. Sementara
10 anak yang belum mencapai ketuntasan belajar7:20x 100% = 35%.
d.
Refleksi
Berdasarkan pelaksanaan
kegiatan yang dilaksanakan
pada siklus pertama
mulai dari perencanaan sampai
observasi dari kegiatan pembelajaran dengan hasil sebagai berikut :
1)
Anak
dapat mengenali emosinya sendiri .
2)
Anak
dapat mengatur emosi
3)
Anak
dapat memotivasi diri
4)
Anak
dapat membina hubungan dengan oranglain.
D.
KESIMPULAN
Masa kanak-kanak adalah
masa yang sangat
rentan terhadap hal-hal
negatif yang dapat mengganggu perkembamgan seseorang. Jika
tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak tidak dapat terpenuhi maka pada
tahap-tahap perkembangan selanjutnya akan mengalami masalah. Cukup banyak masalah–masalah emosional
pada anak yang
menjadi keluhan, seperti
tempretantrum, ekspresi emosi yang tidak tepat atau berlebihan
kecemburuan, ketakutan, atau sulit ditinggal orang tua saat bekerja
atau disekolah. Kunci
untuk mengatasinya adalah
dengan mengenalkan pada
anak berbagai macam emosi yang dialaminya sedini mungkin. Melatih anak
untuk mengenali perasaanya, mengatur emosi, berempati dan membantu anak
bersosialisasi dengan orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan
melalui beberapa tindakan, dari
siklus I dan
siklus II dan
berdasarkan seluruh pembahasan
serta anlisis yang
telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa cooperative learning
dapat mengembangkan emosi anak pada anak
secara khusus penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Cooperative Learning
dapat membantu anak
mengenali emosi diri. Hal ini
ditunjukkan dari hasil analisis yang didapatkan bahwa
kemampuan mengenali emosi sendiri pada siswa kelas 1 A MIS Kuripan Kidul Pada
siklus I sebanyak 55% atau 11 anak dan
di siklus II sebanyak 85% atau sebanyak 18 anak.
2.
Cooperative Learning
dapat membantu anak
mengatur Emosinya yang
berarti anak dapat mengungkapkan emosinya lewat kata-kata.
Saat ia takut atau marah anak dapat mengungkapkan langsung dengan bahasanya.
3.
Metode
Cooperative Learning dapat membantu anak memotivasi dirinya. pada saat
permainan ini berlangsung guru memberikan
pujian pada anak
yang berhasil dan memberikan dorongan
pada anak yang belum berhasil supaya ia lebih baik lagi sehingga anak
semakin termotivasi untuk lebih baik lagi.
4.
Metode Cooperative
Learning dapat membantu
anak mengenali emosi
orang lain. Belajar berempati adalah
dasar sebelum pada
taraf membimbing perilaku,
ketika anak tahu
tentang perasaan yang orang
lain alami maka
dia akan belajar
berperilaku yang baik
supaya tidak mengagnggu keadaan
orang lain. dan ini dapat dilihat pada saat anak disuruh bekerja sama dalam
kelompok
5.
Metode Cooperative
Learning dapat membantu
anak membina hubungan
dengan orang lain dan dengan teman.
6.
Disamping
itu juga penerapan permainan gambar ekspresi di kelas tiga MIS Kuripan
Kidul menambah wawasan
guru dalam memlih
strategi dan metode
yang tepat untuk
diterapkan di kelas dan disesuaikan dengan tujuan dari setiap
pembelajaran yang diadakan. Selain itu juga melati keterampilan guru dalam
mengelola kelas.
E.
SARAN
1.
Metode
cooperative learning sebanarnya sangat cocok untuk menggali potensi anak yang
berkaitan dengan kecerdasan emosionalnya.
2.
Kecerdasan
emosional pada anak akan sangat tampak pada saat kita melaksanakan pembelajaran
kelompok, untuk itu metode cooperative learning harus selalu dikembangkan
dengan inovasi agar bisa mengarahkan anak memiliki kecerdasan emosional.
DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin,
Endin, Psikologi Manajemen, Pustaka Setia, Bandung, 2010
Puji Astutik,
Umi Farida, Jurnal: Cooperative Learning Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Emosi Anak, IKIP Veteran, Semarang, t.t
Rofiq, M
Nafiur, Jurnal: Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning)Dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam,Vol. 1, No. 1, 2010.
Rosmala,
Dewi, Berbagai Masalah Anak TK,Jakarta:
2005, Depdiknas Pendidikan Tinggi
Rufaidah, Anna,
Jurnal: Pengaruh Intelegensi Dan Minat Siswa Terhadap Putusan Pemilihan
Jurusan, Vol. II No. 2, 2015
Sobur,
Alex, Psikologi Umum, cet. 2,Pustaka Setia, Bandung, 2009
Sujiono,
Bambang dan Yuliani Nuraini, Mencerdaskan Perilaku
Anak Usia Dini, Jakarta: 2005, Gramedia.
Sukiram.
DKK, Rancangan Buku Panduan PGTK IKIP Veteran, Semarang: 2006, IKIP Veteran
Suyanto, Pedoman
PelaksanaanPenelitian Tindakan Kelas (PTK), Bagian 1. Jakarta:1997
Uno,
Hamzah B, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, cet.2, Bumi Aksara,
Jakarta, 2009
[1] Alex Sobur, Psikologi Umum, cet.
2, hal.410, Pustaka Setia, Bandung, 2009
[2] Endin Nasrudin, Psikologi Manajemen,
hal. 142, Pustaka Setia, Bandung, 2010
[3] Hamzah B Uno, Mengelola Kecerdasan
dalam Pembelajaran, cet.2,hal 16, Bumi Aksara,
Jakarta, 2009
Pendidikan Agama Islam,Vol. 1, No. 1, hal.2,
2010.
[5]Umi Farida Puji
Astutik, Jurnal: Cooperative Learning Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Emosi Anak,hal. 76,IKIP Veteran, Semarang
[6]Endin Nasrudin,
Psikologi Manajemen, hal. 143, Pustaka Setia, Bandung, 2010
[7]Anna
Rufaidah, Jurnal: Pengaruh Intelegensi Dan Minat Siswa Terhadap Putusan
Pemilihan
Jurusan, Vol. II No. 2, hal. 141, 2015
[8]Sukiram.
DKK (2006) Rancangan Buku Panduan PGTK IKIP Veteran, hal. 42, Semarang:
IKIP Veteran
[9]
Bambang Sujiono dan Yuliani Nuraini, Mencerdaskan Perilaku
Anak Usia Dini, hal.94
Jakarta: 2005, Gramedia.
[10]Dewi
Rosmala, Berbagai Masalah Anak TK,
hal. 20, Jakarta: 2005, Depdiknas
Pendidikan
Tinggi
[11]Bambang
Sujiono, Op.Cit, hal.95
[12]Suyanto, Pedoman PelaksanaanPenelitian Tindakan
Kelas (PTK), hal. 2, Bagian 1.
Jakarta:1997