A.
PENDAHULUAN
Salah satu program yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam masa
pemerintahannya adalah Revolusi (Transformasi) Mental, yang tertuang dalam
butir ke-8 dalam Nawa Cita. Bila dikutip, isinya adalah : "Melakukan
revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela
negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia."[1]
Revolusi mental adalah gerakan yang bertujuan untuk membentuk
karakter masyarakat Indonesia agar menjadi Bangsa yang mandiri dan berdikari.
Gerakan revolusi mental juga bertujuan untuk merubah pola pikir (mindset)
negatif menjadi positif dan membentuk manusia Indonesia yang berkarakter.[2]
Pendidikan Tinggi Islam mempunyai tugas pokok untuk
menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat di bidang ilmu pengetahuan agama Islam sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Pendidikan tinggi Islam berupaya menjadi centre of
excellence yakni pusat kajian dan pengembangan ilmu agama Islam yang
diarahkan kepada terciptanya tujuan pendidikan, berupaya menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan
profesional, yang mampu mengembangkan, menyebarluaskan dan menerapkan ilmu
pengetahuan agama Islam, serta untuk meningkatkan kecerdasan umat dan taraf
kesejahteraan kehidupan masyarakat.[3]
Dengan demikian Pendidikan Tinggi Islam hendaknya mengikuti program
yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo itu karena tugas pokoknya yang begitu
berat sebagaimana diatas. Sebagai pusat untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkwalitas sebagai calon
anggota masyarakat, maka perguruan tinggi Islam harus selalu menyesuaikan
keadaan dan keinginan masyarakat serta selalu berpijak pada kebijakan
pemerintah dan regulasi yang ada.
Yang menjadi masalah adalah apakah Pendidikan Tinggi Agama Islam
sekarang ini telah melakukan revolusi mental sebagaimana yang diinginkan oleh
Presiden, bagaimana wujud rekonstruksi Ilmu Pengetahuan di Perguruan Tinggi
Keagamaan Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Revolusi Mental
Revolusi Mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia
Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat
elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala. Itulah adalah gagasan revolusi mental yang pertama kali
dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus
1956. Soekarno melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek,
padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya belum
tercapai.[4]
Revolusi di jaman kemerdekaan adalah sebuah perjuangan fisik,
perang melawan penjajah dan sekutunya, untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kini, 71 tahun setelah bangsa kita merdeka, sesungguhnya
perjuangan itu belum, dan tak akan pernah berakhir. Kita semua masih harus
melakukan revolusi, namun dalam arti yang berbeda. Bukan lagi mengangkat
senjata, tapi membangun jiwa bangsa.
Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap,
dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern, sehingga
Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa
lain di dunia.Membangun jiwa bangsa yang merdeka itu penting, Membangun jalan,
irigasi, pelabuhan, bandara, atau pembangkit energi juga penting. Namun seperti
kata Bung Karno, membangun suatu negara, tak hanya sekadar pembangunan fisik
yang sifatnya material, namun sesungguhnya membangun jiwa bangsa. Modal utama
membangun suatu negara, adalah membangun jiwa bangsa. Inilah ide dasar yang
kembangkan kembali gerakan revolusi mental oleh Presiden Joko Widodo. Jiwa
bangsa yang terpenting adalah jiwa merdeka, jiwa kebebasan untuk meraih
kemajuan. Jiwa merdeka disebut Presiden Jokowi sebagai positivisme.
Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat
(pemerintah dan rakyat) dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali
nilai-nilai strategis yang diperlukan oleh Bangsa dan Negara untuk mampu
menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan
persaingan di era globalisasi. Sasaran gerakan ansional Revolusi Mental adalah
Penyelenggara Negara dan Masyarakat. [5]
Revolusi mental diperlukan di Indonesia karena praktik-praktik
dalam berbangsa dan bernegara yang dilakukan dengan tidak jujur, tidak memegang
etika dan moral tidak bertanggung jawab, tidak dapat diandalkan, tidak bisa
dipercaya, Indonesia mengalami krisis identitas karakter kuat sebagai bangsa
yang mempunyai semangat gotong royong, saling bekerjasama demi kemajuan bangsa
meluntur, Dalam bidang perekonomian Indonesia tertinggal jauh dari negara lain
karena kehilangan etos kerja, daya juang, daya saing, semangat mandiri,
kreativitas dan semangat inovatif.
Revolusi Mental dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan
(masyarakat, sekolah, organisasi dan lembaga/institusi negara). Gerakan ini
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gerakan hidup bersih, peduli
lingkungan, tertib berlalu lintas, komunitas kreatif, gotong royong, reformasi
birokrasi, transparansi anggaran, pelayanan publik yang lebih baik dengan
penyederhanaan syarat dan waktu yang lebih cepat.
2.
Keadaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang besar kepada dunia
pendidikan, terutama setelah Indonesia merdeka. Hal ini dibuktikan dengan upaya
peningkatan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan sampai ke pelosok negeri.
Pendidikan Islam juga tidak terlepas dari perhatian pemerintah tersebut yaitu
dengan mendirikan dan memberikan bantuan kepada madrasah-madrasah dan
pesantren-pesantren, sehingga lembaga-lembaga tersebut dapat melaksanakan
pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik dengan baik. Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga pendidik yang besar dan terampil, sesuai dengan semangat
mamajukan pendidikan di Indonesia, maka di dirikanlah perguruan-perguruan
tinggi.[6]
Pada tanggal 25 Agustus 1982, Menteri Agama menerbitkan Surat
Keputusan Nomor 78 tahun 1982, tentang pembukaan Fakultas Pasca Sarjana pada
IAIN Syarif Hidayatullah (yang sekarang berubah menjadi UIN) dengan mengangkat
Prof. Dr. Harun Nasution sebagai Dekan. Tujuan umum didirikannya pasca sarjana
IAIN adalah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam bidang ilmu agama Islam yang
merupakan inti dari tenaga penggerak dan praktisi pendidikan Islam, penelitian,
dan pengembangan ilmu serta pengabdian kepada masyarakat. Sedangkan tujuan
Khusus didirikan program pasca sarjana adalah untuk menguasai bidang ilmu agama
Islam termasuk ilmu bantu yang diperlukan dalam rangka pengembangan ilmu agama
Islam serta mengamalkannya pada masyarakat, dan untuk memiliki sikap yang ilmiah
dan amal ilmiah sebagai tenaga ahli yang bertanggung jawab di bidang ilmu agama
Islam. Tujuan Institusional Pendidikan Tinggi Agama Islam adalah Pertama
membentuk sarjana Muslim yang berakhlak mulia, berilmu cakap serta mempuyai
kesadaran bertanggung jawab atas kesejahteraan umat dan masa depan bangsa dan
negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Kedua Mencetak
sarjana-sarjana Muslim atau pejabat-pejabat agama Islam yang ahli untuk
kepentingan Departemen Agama maupun instansi lain yang memerlukan keahliannya
di dalam bidang agama Islam serta untuk memenuhi keperluan umum.
Situasi pendidikan yang ada di Indonesia sama dengan yang ada di
berbagai dunia Islam pada umumnya. Hal tersebut, oleh para cendekiawan Muslim
internasional dipandang sebagai suatu hal yang tidak kondusif dalam membangun
peradaban Islam, sebab disamping tidak Islaminya epistemologi di
perguruan tinggi Islam, juga karena terlalu berlebihan birokratisasi dalam
mewarnai suasana kehidupan. Akhirnya, kepemimpinan di perguruan tinggi Islam
lebih mencerminkan kepala kantor atau kepala proyek daripada sebagai pemimpin
lembaga akademik yang berfungsi mewujudkan ummatan ilman atau masyarakat
ilmiah. Mereka kelihatannya lebih terampil dalam mengatur lalu lintas dana. Dan
sama sekali tidak mempunyai kecakapan dan keterampilan dalam pengembangan
lembaga pendidikan yang mengembangkan sikap akademis, berfikir kritis dan
analitis.
Ciri khas yang menandai perguruan tinggi agama Islam terlihat
secara jelas pada beban studi yang ditawarkan kepada mahasiswa dan produk yang
dihasilkannya. Sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia (SDM), perguruan
Tinggi agama Islam secara konsisten berupaya menghasilkan lulusan yang memiliki
berbagai keahlian dan kompetensi. Diantaranya kompetensi akademik yang
berkaitan dengan metodologi keilmuan, kompetensi profesional yang menyangkut
dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas kehidupan, dan
kompetensi intelektual yang berkaitan dengan kepekaan terhadap persoalan yang
berkembang. Sasaran ini tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman dan sekaligus memenuhi panggilan al-Quran yang memotivasi penajaman
intelektual. Dengan demikian, idealnya, SDM yang dihasilkan lembaga pendidikan
tinggi Islam memiliki kualitas yang handal dan mampu bersaing ditengah
masyarakat. Selain sebagai peningkatan kualitas SDM yang merupakan kunci
kemampuan daya saing yang tinggi, perguruan tinggi agama Islam juga dibangun
sebagai wahana untuk alih teknologi dan pengembangannya serta sebagai lembaga
mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat. SDM yang dihasilkan
perguruan tinggi agama Islam diharapkan memiliki keunggulan dalam pengembangan
keilmuan serta keluhuran moral atau akhlaqul karimah. Sungguhpun pendidikan
Islam di Indonesia telah berjalan lama dan mempunyai sejarah yang panjang,
namun dirasakan, pendidikan Islam tersisih dari sistem Pendidikan Nasional.
Keadaan ini membawa usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam
di dalam suatu dilema yang sulit. Pertama adanya suatu keinginan yang besar
untuk mengadakan modernisasi Pendidikan tinggi Islam yang disebut oleh Malik
Fajar sebagai kekuatan yang magmatis didalam pendidikan Islam. Sedangkan
yang kedua permintaan perubahan dari arus globalisasi yang tidak dapat
terbendung lagi. Disini pendidikan Tinggi Islam diminta dapat memberikan
sesuatu usaha yang ekstra cepat dan tepat untuk menanggulanginya karena kalau
tidak demikian maka pendidikan Islam akan kembali kepada ortodoksi dan
tidak dapat mengikuti perkembangan modernisasi yang didambakan oleh masyarakat.
Dunia masa depan merupakan dunia yang cepat berubah, agar dapat
memanfaatkan dinamika perubahan tersebut sehingga tidak ketinggalan dengan
perkembangannya diperlukan kemampuan persepsi yang cepat terhadap perubahan,
mampu menganalisisnya demi keuntungan memperkaya kepribadian agar tidak hanyut
dalam arus perubahan tersebut. Disinilah penting adanya suatu tumpuan sebagai
pijakan dan landasan yang kuat bagi Perguruan Tinggi Islam untuk mampu
berdialog dengan perkembangan. Oleh karena itu Perguruan Tinggi Islam harus
mampu mengejahwantakan fungsi akademik sebagai salah satu unsur penggerak
pembangunan nasional dengan berpijak kepada budaya keterbukaan kampus.
Dr. Soerjanto Poespowardjoyo berpendapat mengenai hubungan antara
lembaga pendidikan tinggi dengan kehidupan sosial. Pendidikan tinggi Termasuk
Pendidikan Tinggi Islam tidak dapat hanya menjadi penonton atau mungkin sebagai
pengeritik kejadian-kejadian sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,
tetapi harus proaktif untuk menyelesaikan masalah yang muncul ditengah-tengah
masyarakat, karena perguruan tinggi merupakan sebagian dari gerakan pembangunan
nasional.
3.
Wujud Rekonstruksi Ilmu Pengetahuan Di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Dalam Mewujudkan Revolusi Mental
Pendidikan Agama memiliki peran penting dalam revolusi mental
bangsa baik melalui pendidikan formal dan nonformal di Indonesia. Pendidikan
Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang mengajarkan pengetahuan
dan keterampilan agama knowing and doing yang diharapkan proses
pembelajaran keberagamaan, dalam arti mengarah pada being a religius person
dan kepribadian. Harapan di atas seiring dengan revolusi mental yang
dicanangkan oleh bapak Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam pilar ketiga Trisakti
yaitu membangun kepribadian sosial dan budaya Indonesia. Masalah besar dalam
pendidikan selama ini adalah kuatnya dominasi pusat dalam
penyelenggaraan pendidikan sehingga yang muncul uniform sentralistik
kurikulum, model hafalan dan monolog, materi ajar yang banyak, serta kurang
menekankan pada pembentukkan karakter bangsa. (Majid & Andayani. 2004).
Mendiskusikan
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) hari ini sebagai sebuah lembaga pendidikan
cukup menarik. Melihat dan menyikapi perkembangan PTAI saat ini tentulah ada
semacam kebanggaan atau apresiasi. Awalnya, sebagaimana jamak dipersepsikan
oleh orang awam, PTAI adalah perguruan tinggi yang kurang berkualitas. Sering
dipercakapkan bahwa PTAI adalah Perguruan Tinggi kelas dua. Sudah barang tentu,
mahasiswanya pun adalah orang-orang yang berasal dari kalangan dan segmen
tertentu. Tetapi, saat ini, persepsi seperti itu, sudah harus diralat karena
sudah tidak sesuai dengan faktanya. Sekarang PTAI telah berkembang sedemikian
rupa yang, dalam ukuran tertentu, melampaui harapan. Cukup banyak dari PTAI
sekarang ini yang kualitasnya tidak kalah dengan perguruan tinggi lainnya di
tanah air.[7]
Gerakan Nasional Revolusi Mental harus dimulai dari diri sendiri
dan diawali dari hal-hal yang kecil dan ringan. Selanjutnya, gerakan ini
berkembang ke sesuatu yang besar dan menjadi gerakan sosial yang luas oleh
segenap rakyat. Di pendidikan
tinggi, salah satu bentuk nilai revolusi mental adalah penyaluran beasiswa oleh
pemerintah kepada mahasiswa kurang mampu yang berprestasi. Sehingga akses
kepada pendidikan tinggi semakin merata dan mengurangi ketimpangan. Pemerintah ingin
wujudkan bangsa dan negara yang berdaulat dalam bidang politik, mandiri
dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiganya
sejalan dengan yang digelorakan oleh Bung Karno sebagai Trisakti, yang mencakup
tiga ranah, yakni mental-kultural, material ekonomi, dan politik.
Ketiga ranah tersebut kini perlu dilakukan perubahan yang dipercepat atau
revolusi untuk mencapai tujuan Revolusi Pancasila, yaitu mewujudkan
perikehidupan kebangsaan dan kewargaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur, berlandaskan Pancasila. Perguruan Tinggi dapat menjalankan Revolusi
Mental, di antaranya dengan mewujudkan kampus yang bebas dari korupsi, bebas
dari narkoba, bebas dari radikalisme, dan bebas dari plagiarisme. Kampus yang
memiliki karakter Pancasila akan menanamkan karakter itu kepada para mahasiswa.
Bila hal itu terwujud, perguruan tinggi akan melahirkan generasi penerus yang
memiliki karakter yang dibutuhkan untuk membangun dan menyejahterakan bangsa. Pemerintah
mengharapkan peran perguruan tinggi sebagai agen revolusi mental, agen
perubahan pikiran, sikap, dan perilaku yang berorientasi kepada kemajuan. sehingga
mewujudkan Indonesia yang lebih baik, menjadi bangsa yang besar dan mampu
berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain.[8]
Dari harapan
yang diinginkan oleh pemerintah itu, maka perguruan tinggi keagamaan Islam
berupaya melakukan rekonstruksi
ilmu pengetahuan dalam mewujudkan revolusi mental yang secara sistematis untuk mewujudkan
kampus yang bebas dari korupsi, bebas dari narkoba, bebas dari radikalisme, dan
bebas dari plagiarisme. Wujud bebas korupsi di mulai penyelenggara pendidikan,
dalam hal ini kinerja rektorat beserta strukturalnya untuk melakukan
pekerjaannya dengan kejujuran, etos kerja sesuai dengan tugas pokoknya. Perencanaan,
pelaksanaan pekerjaan dan laporan pertanggung jawaban secara transparan.
Selanjutnya mengarah pada pelaku pendidikan baik dosen maupun mahasisiwa yang
ada, dimana keduanya melakukan kegiatannya sesuai dengan prosedur yang jelas, terencana dan transparan juga,
sehingga dalam proses belajar mengajar terjadi apa adanya sesuai dengan
prosedur yang di pedomani . Selain itu Dosen dalam menyampaikan semua ilmu
pengetahuan berending pada pembentukan watak dan karakter mahasiswa yang
benar-benar anti korupsi, apalagi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan Agama,
jelas-jelas sangat cocok bahwa korupsi adalah perbuatan yang tidak dihalalkan
sehingga harus di jauhi dimanapun dan kapanpun juga .
Silabus pendidikan agama Islam dikembangkan lagi dengan
mengetengahkan kajian-kajian Islam rahmatan lil alamin sehingga diharapkan
menjauhi radikalisme yang akhir-akhir ini terkonsentrasi pada pemuda-pemuda
Islam, kajian tetang jihat harus dipisahkan dengan kekerasan. Makna jihat untuk
didudukkan sebagaimana apa yang telah ada di Al quran dan Hadits, sehingga
diharapkan tidak menjadikan radikalisme tumbuh di wilayah perguruan tinggi kegaman
Islam . Kebebasan berserikat dan
berkumpul pada kegiatan kegiatan mahasiswa diupayakan dalam kerangka
pengembangan ilmu pengetahuan baik keagamaan, kenegarawan dan humanisme,
sehingga akan melahirkan aktifis-aktifis muda yang kritis bersendikan agama
yang kuat dan rasa kenegarawanan yang besar .
Berkaitan dengan wujud revolusi mental, bagi perguruan tinggi
keagamaan Islam bukan pekerjaan yang sulit, hal ini karena dalam serangkaian
mata kuliah yang ditawarkan selalu dibalut dengan filososi agamis, dimana dalam
Islam teori tentang terbentuk karakter banga yang berintegritas, beretos kerja
tinggi, dan bergotong-royong yang dipandang sebagai rielnya gerakan revolusi
mental itu telah ada sejak Islam lahir. Semua itu terpancar dari Tauhid, Aklak,
maupun teologis Islam secara luas. Jadi wujud revolusi mental yang diharapkan
pada pendidikan tinggi kegamaan Islam itu sebenarnya bukan materi yang perlu
direkuntrusi, tetapi lebih pada metodologi, pendekatan maupun penguatan dari
seluruh mata kuliah dan kegiatan kemahasiswaaan yang telah ada .
Ada tiga hal mendasar yang dinilai bisa menjadi pedoman
bagi para mahasiswa di dalam proses pembelajarannya. Pertama, tantangan faham
keagamaan, baik yang bercorak liberal maupun yang radikal. Keduanya tidak baik
untuk dijadikan sebagai praksis kehidupan. Liberalism adalah ibu kandung
globalisasi dan modernisasi yang di dalam banyak hal harus disikapi dengan
kritis. Liberalism yang merusak terhadap sendi-sendi agama, misalnya dengan
mempertanyakan relevansi agama, tafsir agama, ritual-ritual agama dan
sebagainya tentu bisa menjadikan kegoyahan di dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat. Jika liberalisme sudah mempertanyakan keabsahan Kitab Suci,
seperti Al Quran, mengobrak abrik terhadap tafsir agama yang sudah dibakukan
oleh ulama salaf yang saleh, dan merusak aturan aturan keagamaan, maka tidak
produktif di dalam membangun kehidupan beragama yang telah tertata dengan baik.
Liberalism yang membangun premis kebebasan yang tidak terbatas, akan dapat
menggoyahkan sendi-sendi kehidupan beragama yang sesungguhnya menjadi pedoman
di dalam perilaku dan tindakan. Demikian pula radikalisme dan ekstremisme. Kita
sungguh menolak terhadap radikalisme dan ekstremisme agama. Keduanya jauh lebih
berbahaya sebab penekanannya justru pada tindakan anti Negara yang mapan.
Mereka ingin mengganti Negara sesuai dengan alam pikirannya dan keyakinannya.
Mereka menganggap bahwa Pancasila, UUD 1945 dan NKRI adalah berhala-berhala
modern yang dipuja oleh masyarakat . Mereka menganggap bahwa, hanya sistem
Negara sesuai dengan keyakinannya saja yang benar. Demokrasi, kemodernan, Islam
Nusantara, dan sebagainya adalah kesesatan pikiran yang harus diluruskan dengan
peperangan. Mereka menganggap bahwa tafsir agamanya saja yang benar dan
mengkafirkan semua yang tidak sepaham dengannya. Oleh karena itu, para
mahasiswa harus melakukan tindakan kritis dan jangan jadikan radikalisme atau
ekstremisme sebagai pedoman di dalam kehidupan. Kalangan mahasiswa boleh
menjadikan liberalism dan ekstremisme sebagai bahan diskusi, akan tetapi harus
melalui panduan para dosen yang selalu mengedepankan Islam wasathiyah atau
Islam rahmatanlilalamin. Itulah sebabnya para mahasiswa harus selalu berpikir
kritis di dalam menghadapi semua tantangan ini, akan tetapi hendaklah tetap
menjadikan Islam Nusantara yang berkemajuan sebagai jalan kehidupan.[9]
Saat menyampaikan orasi ilmiah pada Stadium General (SG) di Sekolah
Tinggi Agama Islam Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Menteri Agama Lukman
Hakim Saifuddin mengatakan, meski ada hasil survey dan penelitian dari pelbagai
lembaga yang menunjukkan terkait kondisi pendidikan Indonesia tidak berada di ranking
menengah ke atas, tetapi kita harus bangga terhadap kondisi pendidikan Islam di
Indonesia. Khusus terkait dengan perkembangan pendidikan tinggi Islam, hingga
tahun 2016 ini, Kementerian Agama memiliki Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Negeri dan swasta sebanyak 676 lembaga,dengan rincian 56 Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan 620 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta
(PTKIS). Gambaran angka tersebut sangat fantastis dibandingkan dengan negara
manapun. Kondisi seperti ini adalah potensi sekaligus tantangan bagi umat Islam
dan juga bagi Kementerian Agama. Meski sebaran kualitasnya belum merata, tetapi
secara umum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Dari waktu ke waktu,
kondisi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), paling tidak secara fisik,
menunjukkan perkembangan yang lebih baik dan disambut dengan animo masyarakat
dan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan tinggi pada Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam terus mengalami peningkatan. Cotohnya, saat penerimaan
mahasiswa baru melalui Seleksi Prestasi Akademik Nasional (SPAN) dan melalui
Ujian Masuk Tertulis (UM) Tahun 2016. Jumlah calon mahasiswa yang mendaftar
sebanyak 209.195 orang dan yang diterima hanya 104.910 orang. Namun, ada
catatan menarik terkait dengan peminatan calon mahasiswa terhadap pemilihan
program studi (prodi). Ternyata dari 1.027 prodi yang ditawarkan, hampir di
semua PTKIN, prodi Perbankan Syariah, Ekonomi Syariah, dan Hukum, Ekonomi
Syariah menjadi program idola sementara prodi-prodi seperti filsafat agama,
Ilmu Hadits, dan perbandingan Agama langka peminatnya. Melihat trend di atas,
sudah seharusnya menjadi kajian serius bagi kita semua khususnya PTKIS. Bagi
setiap PTKIS yang akan membuka prodi baru harus betul-betul melalui kajian yang
mendalam dan atas pelbagai pertimbangan, walau terkadang memang dihadapkan pada
pilihan sulit. Reaktif mengikuti trend agar dibanjiri mahasiswa atau istiqomah
dengan kekhasan kita yang dianggap langka. Dua-duanya tidak masalah sepanjang
didasari argumentasi yang kuat. Memang ada kampus yang hanya mempertibangkan
minat pasar tanpa mempedulikan hal-hal spesifik, detail, dan betul-betul
memiliki kebermanfaatan fungsional di masa depan. Tetapi ada juga beberapa
kampus yang tidak peduli dengan prodi yang sepi, beda sendiri, dan kurang
diminati karena para pengampu prodi ini memiliki keyakinan yang kuat bahwa
prodi tersebut memang khas dan proaktik terhadap kebutuhan-kebutuhan di masa
depan.[10]
Dari keterangan yang disampaikan oleh Menteri Agama dan
sekjen kemenag itu jelaslah bahwa kenyataan masyarakat telah memilih pendidikan
tinggi keagaman Islam menjadi pilihan yang cukup signifikan, atas dasar itu
upaya dalam melakukan rekonstruksi pembelajaran, materi maupun prodi yang ada
delakukan secara bertahap sesuai dengan dinamika yang ada, berkaitan dengan
tuntutan revolusi mental, maka sebenarnya perguruan tinggi keagamaan Islam
telah melakukan serangkaian kebijakan yang mengarah pada gerakan revolusi mental itu .
C.
PENUTUP
Revolusi Mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat
(pemerintah dan rakyat) dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali
nilai-nilai strategis yang diperlukan oleh Bangsa dan Negara untuk mampu
menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan
persaingan di era globalisasi. Sasaran gerakan ansional Revolusi Mental adalah
Penyelenggara Negara dan Masyarakat.
Revolusi mental diperlukan di Indonesia karena praktik-praktik
dalam berbangsa dan bernegara yang dilakukan dengan tidak jujur, tidak memegang
etika dan moral tidak bertanggung jawab, tidak dapat diandalkan, tidak bisa
dipercaya, Indonesia mengalami krisis identitas karakter kuat sebagai bangsa
yang mempunyai semangat gotong royong, saling bekerjasama demi kemajuan bangsa
meluntur, Dalam bidang perekonomian Indonesia tertinggal jauh dari negara lain
karena kehilangan etos kerja, daya juang, daya saing, semangat mandiri,
kreativitas dan semangat inovatif.
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang besar kepada dunia
pendidikan, terutama setelah Indonesia merdeka. Hal ini dibuktikan dengan upaya
peningkatan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan sampai ke pelosok negeri.
Pendidikan Islam juga tidak terlepas dari perhatian pemerintah tersebut yaitu
dengan mendirikan dan memberikan bantuan kepada madrasah-madrasah dan
pesantren-pesantren, sehingga lembaga-lembaga tersebut dapat melaksanakan
pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik dengan baik. Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga pendidik yang besar dan terampil, sesuai dengan semangat
mamajukan pendidikan di Indonesia, maka di dirikanlah perguruan-perguruan
tinggi.
Perguruan
tinggi keagamaan Islam berupaya melakukan rekonstruksi
ilmu pengetahuan dalam mewujudkan revolusi mental yang secara sistematis untuk mewujudkan
kampus yang bebas dari korupsi, bebas dari narkoba, bebas dari radikalisme.
Para mahasiswa harus melakukan tindakan kritis dan
jangan jadikan radikalisme atau ekstremisme sebagai pedoman di dalam kehidupan.
Kalangan mahasiswa boleh menjadikan liberalism dan ekstremisme sebagai bahan
diskusi, akan tetapi harus melalui panduan para dosen yang selalu mengedepankan
Islam wasathiyah atau Islam rahmatanlilalamin. Itulah sebabnya para mahasiswa
harus selalu berpikir kritis di dalam menghadapi semua tantangan ini, akan
tetapi hendaklah tetap menjadikan Islam Nusantara yang berkemajuan sebagai
jalan kehidupan
DAFTAR
PUSTAKA
Revolusi
Mental: Membangun Jiwa Merdeka Menuju Bangsa Besar, https://www.kominfo.go.id/content/detail/5932/revolusi-mental-membangun-jiwa-merdeka-menuju-bangsa-besar/0/artikel_gpr
Judika
Malau - Motivator, Trainer, & Konsultan Revolusi Mental: Bagaimana
Mewujudkannya? http://www.putra-putri-indonesia.com/revolusi-mental.html
Maksud/ Pengertian Gerakan Revolusi Mental, https://www.kemenag.go.id/berita/409805/kuliah-pembuka-stain-babel-sekjen-sampaikan-tantangan-mahasiswa-ptkin
Justi, Gerakan Nasional Revolusi Mental Menuju Masyarakat Madani , http://bappeda.kendalkab.go.id/info-terkini/224-gerakan-nasional-revolusi-mental-menuju-masyarakat-madani.html
Menag
Lukman Hakim Saifuddin, Menag, PTKI Tunjukkan Perkembangan Yang Lebih Baik,
sambutan pada acara Stadium General STAI Al-Anwar, Rembang. https://www.kemenag.go.id/berita/409340/menag-ptki-tunjukkan-perkembangan-yang-lebih-baik
Perkembangan
Pendidikan Tinggi Islam, https://ahmadasen.wordpress.com/2009/01/26/perkembangan-pendidikan-tinggi-islam/
Puan
Maharani, Revolusi Mental, http://www.beritasatu.com/pendidikan/388886-menko-pmk-mahasiswa-bagian-penting-dalam-gerakan-nasional-revolusi-mental.html
Nur
Syam, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Guru Besar UIN Surabaya, Kuliah Pembuka STAIN Babel, Sekjen Sampaikan
Tantangan Mahasiswa PTKIN, https://www.kemenag.go.id/berita/409805/kuliah-pembuka-stain-babel-sekjen-sampaikan-tantangan-mahasiswa-ptkin
[4] Revolusi Mental: Membangun Jiwa Merdeka
Menuju Bangsa Besar,
[6] Perkembangan Pendidikan
Tinggi Islam.
[7] Hamka Siregar, Perguruan Tinggi Agama Islam yang Berkemajuan dan Berkarakter Di Era
Global, http://iainptk.ac.id/perguruan-tinggi-agama-islam-yang-berkemajuan-dan-berkarakter-di-era-global/
[8] Puan Maharani, dalam http://www.beritasatu.com/pendidikan/388886-menko-pmk-mahasiswa-bagian-
penting-dalam-gerakan-nasional-revolusi-mental.html
[9] Nur Syam, Sekretaris Jenderal Kementerian
Agama, Guru Besar UIN Surabaya, Kuliah Pembuka STAIN Babel, Sekjen Sampaikan
Tantangan Mahasiswa PTKIN, https://www.kemenag.go.id/berita/409805/kuliah-pembuka-stain-babel-sekjen-sampaikan-tantangan-mahasiswa-ptkin
[10] Menag Lukman Hakim Saifuddin, Menag, PTKI
Tunjukkan Perkembangan Yang Lebih Baik, sambutan pada acara Stadium General
STAI Al-Anwar, Rembang. https://www.kemenag.go.id/berita/409340/menag-ptki-tunjukkan-perkembangan-yang-lebih-baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar