Kamis, 23 Maret 2017

MAKALAH KONSEP KETUHANAN DALAM AL QURAN

A.    PENDAHULUAN
Keberadaan alam semesta yang ada sekarang ini tidak ada dengan begitu saja, tanpa ada yang mengadakan. Semua umat manusia -kecuali orang atheis- mempercayai adanya Tuhan sebagai Pencipta yang sekaligus mengatur alam raya ini. Karena ini merupakan sebuah fitrah yang dimiliki manusia (Ar-Rum:30)
            Selain itu ada orang-orang Hindu yang menyakini bahwa dewa-dewa dianggap sebagai tuhan-tuhan mereka. Hal itu terlihat dalam Hikayat Mahabarata. Masyarakat Mesir tidak terkecuali, mereka menyakini adanya Dewa Iziz, Dewi Oziris dan yang tertinggi adalah Ra'. Masyarakat Persia pun demikian menyakini bahwa ada tuhan Gelap dan Tuhan Terang.[1]
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Maha Yang Tunggal dan Kuasa (tauhid). Allah itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha penyayang. Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah asma'ul husna artinya nama-nama yang paling baik, yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Diantara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan Maha Penyayang (ar-rahim).
Dalam kitab suci Al Qur'an datang dengan membawa ajaran tauhid untuk meluruskan keyakinan yang salah. Sebagaimana tujuan diturunkannya al-qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia. Dimana al Qur'an mengarahkan kita kepada tujuan hidup yang benar dan mampu membebaskan diri dari kegelapan menuju terang benderang.[2]



B.     PERMASALAHAN

Dari pendahuluan yang di ketengahkan tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana Konsep Ketuhanan dalam Al Quran ?
2.      Apa pengertian Rabb dan Ilah ?
3.      Bagaimana Cara kita Mengenal Allah ?

C.    PEMBAHASAN

1.      Konsep Ketuhanan dalam Al Quran
Dalam Al-qur’an konsep Tuhan yang kita kenal dengan nama asmaul husna atau 99 nama Allah, yang memiliki makna berbeda-beda. 
Di dalam al-quranpun terdapat ayat-ayat yang menjelaskan istilah yang menyebutkan Allah, diantaranya : 
a.    Surat Al-Fatihah  
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Artinya :
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.  Segala puji bagi Allah, Tuhan(rabbi)  semesta alam.  Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.   Yang menguasai di hari Pembalasan.[3]
Dalam surat Al-fatihah, Tuhan disebut dengan Arrahman dan Arrahim yang artinya adalah Maha pemurah dan penyayang, dalam hal ini arti kata pemurah maksudnya adalah Allah bersifat welas asih sehingga melimpahkan karunianya kepada seluruh hambanya. Sedangkan makna dari arrahim yang memberikan pengertian bahwa Allah adalah selalu sayang atau penyayang dan melimpahkan rahmatnya kepada semua makhluknya.

b.    Surat Fathir ayat 30
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
Artinya :
Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[4]
c.    Surat Al-An’aam ayat 83
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

Artinya :
Dan Itulah keterangan kami yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. kami tinggikan derajad siapa yang kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana Maha Mengetahui.[5]
d.    Al-Hadid ayat 1-3
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya :
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.  Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.[6]

e.   Surat Al-Ikhlas
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَد اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Artinya :
Katakanlah (Muhammad), "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.  Allah tempat meminta segala sesuatu.  (Allah) tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.[7]
Agama Islam adalah agama yang mengenalkan Tuhan dengan melalui isi kandungan ayat-ayat al-Qur'an. Kata "Allah " dalam al-Qur'an terulang sebanyak 2698 kali[8]. Belum lagi kata-kata semacam wahidahad,ar-RabbAl-Ilah atau kalimat yang menafikan adanya sekutu bagi-Nya dalam perbuatan atau wewenang menetapkan hukum atatu kewajaran beribadah kepada selain-Nya serta penegasian lain yang semuanya mengarah kepada penjelesan tentang tauhid.[9]
 Dari kata-kata tersebut yang kembali pada Tuhan kemudian dikenal dengan istilah"Al-Asma’ Al-Husna".
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأَسْمَاء الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (24)
"Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah.Apa yang di langit dan bumi bertasbih kepada-Nya. dan Dialah yang Maha Perkasa Maha Bijaksana."
Menurut jumhur ulama jumlahnya ada 99. Ini berdasarkan hadits:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلَّهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ اسْمًا مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَإِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
 "Rasulullah bersabda: Allah mempunyai 99 nama, bagi siapa yang menjaganya maka dia masuk surga, dan sesungguhnya Allah itu ganjil, maka  Allah menyukai sesuatu yang ganjil."(HR. Muslim)[10]
Dan perincian jumlah tersebut sebagaimana yang ada di Kitab Sunan Ibnu Majah.[11]
حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا إِنَّهُ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهِيَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْأَوَّلُ الْآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْمَلِكُ الْحَقُّ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْعَلِيمُ الْعَظِيمُ الْبَارُّ الْمُتْعَالِ الْجَلِيلُ الْجَمِيلُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ الْقَادِرُ الْقَاهِرُ الْعَلِيُّ الْحَكِيمُ الْقَرِيبُ الْمُجِيبُ الْغَنِيُّ الْوَهَّابُ الْوَدُودُ الشَّكُورُ الْمَاجِدُ الْوَاجِدُ الْوَالِي الرَّاشِدُ الْعَفُوُّ الْغَفُورُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ التَّوَّابُ الرَّبُّ الْمَجِيدُ الْوَلِيُّ الشَّهِيدُ الْمُبِينُ الْبُرْهَانُ الرَّءُوفُ الرَّحِيمُ الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْبَاعِثُ الْوَارِثُ الْقَوِيُّ الشَّدِيدُ الضَّارُّ النَّافِعُ الْبَاقِي الْوَاقِي الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ الْمُقْسِطُ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ الْقَائِمُ الدَّائِمُ الْحَافِظُ الْوَكِيلُ الْفَاطِرُ السَّامِعُ الْمُعْطِي الْمُحْيِي الْمُمِيتُ الْمَانِعُ الْجَامِعُ الْهَادِي الْكَافِي الْأَبَدُ الْعَالِمُ الصَّادِقُ النُّورُ الْمُنِيرُ التَّامُّ الْقَدِيمُ الْوِتْرُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
 Sebenarnya dalam masalah jumlah "Al-Asma'ul Al-Husna" ini ada perbedaan,. Itu dikuatkan dengan adanya pendapat yang diambil oleh Ibnu Al-'Arabi dari sebagian ahli sufi dalam kitab Syarah Al-Tirmidzi, bahwa Allah mempunyai seribu nama dan Rasul-Nya juga mempunyai seribu nama. [12]
Ini berbeda dengan pendapat yang disebutkan oleh Fakhruddin Al-Razi dalam tafsirnya dari sebagian golongan, menyatakan bahwa Allah mempunyai 5000 (lima ribu) Nama: Seribu di terdapat di dalam Al-Qur'an dan Hadits Shahih, Seribu di kitab Taurat, Seribu di Kitab Injil, Seribu di kitab Zabur dan Seribu di Al-Lauh Al-Mahfudz. [13]
Uraian al-Qur’an tentang Tuhan kepada umat Nabi Muhammad Saw dimulai dengan pengenalan tentang dan sifat-Nya. Ini terlihat secara jelas ketika wahyu pertama turun.[14]
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."(QS. Al-'Alaq: 1-5)[15]
Dalam rangkaian ayat-ayat yang terdapat di dalam wahyu pertama kali turun menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka (Tuhanmu), bukan kata "Allah". Hal ini menggarisbawahi bahwa wujud Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya.
Dari satu sisi memang dikenal satu ungkapan yang oleh sementara pakar dinilai sebagai Hadis Qudsi yang berbunyi:[16]
"Aku adalah sesuatu yang tersembunyi, Aku berkehendak untuk dikenal, maka Ku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku".
Di sisi lain, tidak digunakannya kata" Allah" pada wahyu-wahyu awal itu adalah dalam rangka meluruskan keyakinan kaum musyrik, karena mereka juga menggunakan kata "Allah" untuk menunjuk kepada Tuhan, namun keyakinan mereka tentang Allah berbeda dengan keyakinan yang diajarkan oleh Islam.[17]
Dari kekeliuran-kekeliuran tersebut, al-Qur'an melakukan pelurusan-pelurusan yang dipaparkannya dengan berbagai gaya bahasa, cara dan bukti. Sekali dengan pernyataan yang didahului dengan sumpah, misalnya:
وَالصَّافَّاتِ صَفًّا (1) فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا (2) فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا (3) إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ (4) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِقِ (5)
"Demi (rombongan) yang berbaris bershaf-shaf, demi (rombongan) yang mencegah  dengan sungguh-sungguh, demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, Sesungguh Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbitnya matahari."(QS. As-Shaffat: 1-5).[18]
Dalam ayat lain diajukan pertanyaan yang mengandung kecaman, seperti:
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39)
"Wahai kedua penghuni penjara! manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa, Maha Perkasa?", (QS. Yusuf: 39)[19]
Dan juga al-Qur'an menggunakan perumpamaan, seperti:
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (41)
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba sekiranya mereka Mengetahui." (QS Al-'Ankabut: 41)[20]
Ayat ini memberi perumpamaan mengenai orang-orang yang meminta perlindungan kepada selain Allah, sebagai serangga yang berlindung ke sarang laba-laba. Serangga itu tentu akan terjerat menjadi mangsa laba-laba, dan bukannya terlindungi olehnya. Bahkan jangankan serangga yang berlainan jenisnya, yang satu jenis pun seperti jantan laba-laba, berusaha diterkam oleh laba-laba betina begitu mereka selesai berhubungan seks. Kemudian telur-telur laba-laba yang baru saja menetas, saling tindih-metindih sehingga yang menjadi korban adalah yang tertindih.

2.      Pengertian Rabb dan Ilah
Pendidikan dalam bahasa Arab adalah "Tarbiyah", sedang pendidik , pengatur adalah "murabbi". Tarbiyah dan murabbi ini memiliki akar kata yang sama dengan Ar-Rabb. Berikut ini beberapa penjelasannya,
والرب: المصلح والمدبر والجابر والقائم.
Dan “Ar-Rabb” artinya adalah yang melakukan perbaikan, yang mengelola, yang memaksa dan yang selalu mengurusi.
Sebagian ulama berpendapat, “Sesungguhnya ini adalah nama dari Nama Allah Yang Agung, karena kebanyakan doa orang yang berdoa adalah dengan Nama ini, serta inilah yang dimaksudkan di dalam Al-Quran sebagaimana yang terdapat dalam akhir – akhir surat Ali Imran 193:
 رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ
Artinya :
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, “Berimanlah kamu kepada Tuhan mu”, maka kami pun beriman,Ya Tuhan kami, ampunilah dosa – dosa kami, dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang – orang yang berbakti”.[21] 
Apabila huruf “alif” dan “lam” masuk pada kalimat “rabb” maka ini dikhususkan untuk Allah, karena sesungguhnya ini menunjukkan kesempurnaan, dan apabila kita buang maka ini bisa disifatkan untuk Allah atau untuk hamba-Nya, maka dikatakan, “Allah adalah pemelihara para hamba-Nya”, oleh karena itu Allah Yang Maha Suci adalah Tuhan para pemelihara, Maha Raja yang merajai para raja, dan Dia-lah yang menciptakan mereka semua dan memberi rezekinya, dan semua pemelihara selain-Nya adalah bukan Maha Pencipta serta bukan pula Maha Pemberi rezeki, dan semua para raja ketika sesudah tidak lagi menjadi raja maka akan dikuasai, serta kekuasaan akan dicabut dari tangannya.
Dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI tahun  2006 jilid satu ditemukan penjelasan bahwa Kata Rabb secara etimologi berarti “pemelihara”, “pendidik”, “pengasuh”, “pengatur”, dan “yang menumbuhkan”, Kata Rabb biasa dipakai sebagai salah satu nama Tuhan,karena Tuhanlah yang secara hakiki sebagai pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur, dan yang menumbuhkan makhluknya. Oleh sebab itu,kata Rabb biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata “Tuhan”. Kata Rabb di dalam Al-Qur’an disebut 151 kali. [22]
Dewasa ini berkembang pandangan pembagian Tauhid menjadi tiga, yakni Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid al-Asma’ wal al-Shifat. Bahkan pradigma Tauhid menjadi tiga tersebut, kini juga masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah aguma akidah dan akhlak yang diajarkan di sana. Oleh karena itu, disini perlu dipaparkan bagaimana sebenarnya pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut.
Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Ululiyyah dan Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh seorangpun sebelum masa Ibn Taimiyah. Rasulullah Saw juga tidak pernah berkata kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah.
Rasulullah Saw juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap pembagian tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibnu Taimiyah pada abad ketujuh Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu :
1)      Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja. Menurut Ibn Taimiyah, Tauhid Rububiyyah ini telah diyakini oleh semua orang, baik orang-orang Musyrik maupun orang-orang Mukmin.
2)      Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah. Ibn Taimiyah berkata, “Ilah (Tuhan) yang haqq adalah yang berhak untuk disembah. Sedangkan Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya.
3)      Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan arti literal (zhahir)nya yang telah dikenal di kalangan manusia.
Pandangan Ibn Taimiyah yang membagi Tauhid menjadi tiga tersebut kemudian diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab perintis ajaran Wahabi. Dalam pembagian tersebut, Ibn Taimiyah membatasi makna Rabb atau rububiyyah terhadap sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna Ilah atau uluhiyyah dibatasi pada sifat Tuhan sebagai Dzat yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Tentu saja, pembagian Tauhid menjadi tiga tadi serta pembatasan makna-maknanya tidak rasional dan bertentangan dengan dalil-dalil Al-Qur’an, Hadits dan pendapat seluruh ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Ayat-ayat al-Qur’an , hadits-hadits dan pernyataan para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak ada yang membedakan antara makna Rabb dan makna Ilah. Bahkan dalil-dalil Al-qur’an dan Hadits mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Allah SWT berfirman :
وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
artinya, “Dan tidak mungkin pula baginya menyuruh kamu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah patut dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim” (QS Ali-Imran : 80) [23]
Ayat diatas menegaskan bahwa orang-orang Musyrik mengakui adanya Arbab (tuhan-tuhan) selain Allah seperti Malaikat dan para Nabi. Dengan demikian berarti orang-orang Musyrik tersebut tidak mengakui Tauhid Rububiyyah. Sementara, Konsep Ibn Taimiyah yang menyatakan bahwa orang-orang kafir sebenarnya mengakui Tauhid Rububiyyah, akan semakin fatal apabila kita memperhatikan pengakuan orang-orang kafir sendiri kelak di hari kiamat seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an :
تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya, “ Demi Allah, sungguh kita dahulu di dunia dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu (berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh alam” QS Asy Syu’ara :97-98)[24]
Ayat tersebut menceritakan tentang penyesalan orang-orang kafir di Akhirat dan pengakuan mereka yang tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dengan menjadikan berhala-berhala sebagai arbab (tuhan-tuhan). Pendapat Ibnu Taimiyah yang mengkhususkan kata Uluhiyyah terhadap makna ibadah bertentangan pula dengan ayat berikut ini yang :
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
Artinya :
 “Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam itu, ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya” (QS. Yusuf : 39-40)[25]
Ayat di atas menjelaskan, bagaimana kedua penghuni penjara itu tidak mengakui Tauhid Rububiyyah dan menyembah-nyembah tuhan-tuhan (arbab) selain Allah. Disamping itu, ayat berikutnya menghubungkan ibadah dengan Rububiyyah, bukan Uluhiyyah, sehingga dapat disimpulkan konotasi makna Rububiyyah itu pada dasarnya sama dengan Uluhiyyah.
Dalam surat al-Kahfi, mengisahkan pengakuan seorang Mukmin yang tidak melanggar Tauhid Rububiyyah dan seorang kafir yang mengakui telah melanggar Tauhid Rububiyyah.
Orang Mukmin tersebut berkata:
لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
Artinya : “tetapi aku (percaya bahwa): dialah Allah, Tuhanku, dan Aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku” QS al Kahfi : 38)[26]
Sedangkan orang kafir tersebut berkata :
يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
Artinya: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku” (QS al Kahfi : 42)[27]
Kedua ayat di atas memberikan kesimpulan bahwa antara Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah ada keterkaitan yang sangat erat. Disamping itu, ayat kedua di atas membatalkan pandangan Ibn Taimiyah yang menyatakan bahwa orang-orang Musyrik mengakui Tauhid Rububiyyah. Justru dalam ayat tersebut, orang Musyrik sendiri mengakui kalau telah melanggar Tauhid Rububiyyah.
Kedudukan Allah Subhanahu Wata'ala adalah sebagai Rabb (yang mengatur) Semesta Alam sedangkan kedudukan para Nabi dan rasul adalah Rabb (yang mengatur, melakukan perbaikan) daerah sekeliling mereka, khususnya dalam bidang akhlaq, namun terbatas pada mengingatkan dan mengajarkan saja. sebagaimana perintah Allah Subhanahu Wata'ala dalam Al Quran Surah Ali 'Imran : 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Artinya :
" Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi dia berkata: "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya" [28]
Para ulama pakar bahasa mendiskusikan kata Allah-Ilah diantaranya adalah, sekian banyak ulama berpendapat bahwa kata Allah tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada zat yang wajib wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan yang kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan bermohon. Banyak ulama berpendapat bahwa kata Allah asalnya adalah Ilah, yang dibubuhi huruf alif dan lam dan dengan demikian Allah merupakan nama kusus yang tidak dikenal jamaknya. Sedangkan Ilah adalah nama yang bersifat umum dan dapat berbentuk jamak.[29]
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa Ilah yang darinya terbentuk kata  Allah, berakar dari kata Al-Llahah,Al-uluhah, dan al-uluhiyah yang kesemuanya yang menurut mereka bermakna ibadah/penyembahan, sehingga Allah secara harfiah bermakna Yang disembah. Ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berakar dari kata alaha dalam arti mengherankan atau menkjubkan karena segala perbuatan/ciptaan-Nya menakjubkan. Ada juga yang berpendapat bahwa kata Allah  terambil dari akar kata Aliha Ya’luhu yang berarti tenang, karena hati menjadi tenang bersama-Nya, atau dalam arti  menuju dan bermohon, karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya dan kepada-Nya jua makhluk bermohon.[30]
3.      Cara Mengenal Allah
a.      Melalui Sifat-sifatnya
Banyak orang mengaku mengenal Allah SWT, tetapi kebanyakan dari mereka tanpa disadari tidak mempunyai rasa cinta kepada Allah SWT. Sebagai bukti, mereka telah banyak melanggar perintah- perintah dan larangan- larangan Allah SWT. Umumnya sekarang manusia cukup mengenal Allah SWT hanya sebatas pada saat berada di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu. Atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan. Padahal Allah memiliki nama-nama (Al Asma’) dan sifat-sifat (Ash Shifat). Nama-nama Allah ini sekaligus menunjukkan sifat-Nya. Apa yang menjadi nama Allah sebenarnya merupakan sifat yang ada pada diri-Nya. Semua nama dan sifat ini menunjukkan ke Maha sempurnaan-Nya. Dan ini yang sering dilupakan. Ada ibarat tak kenal maka tak sayang. Mengimani sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Iman kepada Allah. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami Ilmu mengenal Allah melalui nama- nama dan sifat Allah SWT.[31]
Allah memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya melalui pengertian tentang asma-asma dan sifat-sifat, dan itulah pintu yang langsung mengantarkan hati kepada mengenal Allah, yang menggerakkan tenaga tanggapan merasai kebenaran dan cinta Allah dan yang membentangkan di hadapan rohani lapangan luas untuk menyaksikan dan mengenal dengan seyakin-yakinnya akan Nur dan kebesaran Allah.
Mengenal ALLAH Melalui Asma Ul Husna dari Buku Menyingkap Tabir Ilahi Prof. DR. M. Quraish Shihab 
Manusia betapapun kuasa dan kuatnya pasti suatu ketika mengalami ketakutan,kecemasan dan keperluan. Memang pada saat kekuasaan dan kekuatan itu menyertainya, banyak yang tidak merasakan sedikit keperluan pun, tetapi ketika kekuasaan dan kekuatan meninggalkannya, ia merasa takut atau cemas dan pada saat itu ia memperlukan‘sesuatu’ yang mampu menghilangkan ketakutan dan kecemasannya itu. Boleh jadi pada tahap awal ia mencari ‘sesuatu’ itu pada makhluk, tetapi jika keperluannya tidak terpenuhi, pastilah pada akhirnya ia akan mencari dan bertemu dengan kekuatan yang berada di luar alam raya. Itulah Tuhan dengan bermacam-macam nama yang disandang- Nya. Dialah yang di yakini dapat memenuhi keperluan manusia, menutupi kekuarangannya, menghilangkan kecemasannya dan sebagainya yang merupakan keperluan makhluk. Apa yang dikemukakan di atas, disahkan oleh Al Quran antara lain dengan firmanNya : 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ


Artinya :
wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS.Al Fathir 35: 15).[32] 
Dari Alquran dapat ditemukan uraian yang lebih rinci. Terdapat beberapa ayat yang menggunakan redaksi Al Asma AlHusna diantaranya :
1)      Surat Al  A’raf 180
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya :
“Dan Allah memiliki asmaulhusna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya.Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjaka”.[33]
2)      Surat Al Isra 110
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا
Artinya :
Katakanlah (Muhammad): "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru,karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik             ( asmaaulhusna) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"[34]
3)      Al Hashr 24
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِن الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونُ
Artinya :
“Dialah Allah Yang menciptakan, yang mengadakan, yangmembentuk rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah,apa yang dilangit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah yang maha Mahaperkasa, Maha bijaksana”[35]
Kata Al-Asma adalah bentuk jamak dari kata Al-Ism yang biasa diterjemahkan dengan “nama”. Ia berakar dari kata assumu yang berarti ketinggian,atau assimah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. Kata Alhusna adalah bentuk muannats/feminin dari kata ahsan yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang terbentuk superlatif ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja baik, tetapi juga yang terbaik bila dibandingkan dengan yang baik lainnya.[36]
Dengan demikian mengenal Allah melalui sifat-sifatnya berarti memahami, akan nama-nama sebagaimana yang dijelaskan dalam Al quran yang disebut dengan Asma’ul Husna, dimana dari butiran-butiran nama itu terkandung sifat-sifat Allah yang bisa kita imani, bahkan kita dianjurkan apabila kita berdoa kepada-Nya untuk selalu menyeru-Nya dengan sifat atau nama-nama yang terbaik itu .

b.      Melalui ciptaannya
Allah tidak menciptakan sesuatu itu dengan sia-sia. Semua ada sebabnya. Semua ada gunanya. Semua ada hikmahnya. Terpulang kepada manusia untuk mencari sebabnya, gunanya dan hikmahnya itu. Allah hamparkan bumi ini dan mencipta segala sesuatu di dalamnya bukan semata-mata untuk manusia hidup dan berkembang biak di atasnya serta menggunakan segala khazanah kekayaan-Nya. Yang lebih penting, ia bertujuan supaya manusia dapat melihat secara zahir akan alam ciptaan Allah ini. Ia adalah bukti besar kepada manusia tentang wujudnya Allah. Alam sebenarnya adalah dalil bagi mereka tentang adanya Allah. Demikian juga di antara sebab Allah mencipta sekalian alam. Bukan hanya alam syahadah atau alam yang nyata ini yang boleh dilihat oleh manusia tetapi juga alam-alam yang lain. Alam itu adalah alamat atau tanda akan wujudnya Allah. Segala apa yang Allah cipta itu ialah alam. Hakikat kewujudan ini hanya ada dua. Satu Allah dan satu alam. Allah adalah Khaliq yang mencipta. Alam adalah makhluk yang dicipta. Ada alam maka sudah tentu ada Allah yang menjadikan.
Ismail Raj’I Al-Faruqi mengatakan :
Prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi, dan transeden. Tidak selamanya mutlak Esa dan tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin, malaikat langit dan bumi, surga dan neraka. Adanya alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya.
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya penciptaan alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.[37]
Kita belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak adanya tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan pencipta itu tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini adalah Allah Swt. Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الأرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya :
Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai diatasnya. Dan Padanya Dia menjadikan semua  buah-buahan berpasang-pasangan. Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang dimikan itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.(Ar.Ra’du.3)[38]
Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran pasir yang ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi, dan menyelesaikan setiap edaranya selama 20 hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari porosnya dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa. Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan planet-planet dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.00 mil perjam. Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxy sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya. Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti. Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan akan menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah Tuhan.[39] Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ

Artinya :
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir; maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Shâd/38:27).[40]

Firman Allah yang lain adalah :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ * الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka.”(Ali ‘Imran/3:190-191)[41]
Kata Ulil-Albab pada ayat 190 diatas dapat dilihat penjelasannya pada Al-Qur’an dan tafsirnya Departemen Agama RI bahwa Istilah ulul-Albab terdiri daridua kata, yaitu ulu dan al-albab. Yang pertama merupakan bentuk jamak yang bermakna zawu (mereka yang mempunyai). Sedang yang kedua (al-albab) merupakan bentuk jamak dari lub, yang artinya “inti sari”atau “saripati sesuatu”. Kacang misalnya, benda ini memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang yang diselubungi kulit itu disebut dengan lu. Ulul-Albab secara harfiyah bermakna “ orang-orang yang mempunyai saripati istimewa dalam dirinya”, yaitu orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi kulit, atau ide-ide yang sering kali  memunculkan kerancuan-kerancuan dalam penalaran atau pendapat yang dicetuskan. Orang yang mau menggunakan pikirannya untuk merenungkan atau menganalisis fenomena alam akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan Kekuasaan Tuhan. [42]
Kementerian Agama dalam mentafsirkan Surah Ali Imran ayat 190 dikatakan :  diriwayatkan dari  Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw berkata: “Wahai Aiysah, saya malam ini beribadah kepada Allah,” Jawab Aisyah r.a. “Sesunggungnya saya senang jika Rasulullah berada disampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya,” tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu, tidak jauh dari tempatnya lalu  salat.
Pada waktu salat beliau menangis sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Setelah salat beliau duduk  memuji Allah dan kembali menanangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya berdoa dan menangis lagidan air matanya membasahi tanah. Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Rasulullah menangis,ia bertanya “Wahai Rasulullah!mengapa Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun akan datang?”Nabi menjawab, “ Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersukur kepada Allah?Dan Bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah telah menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata, “Alangkah rugi dancelakanya orang-orang yang membaca ini dn tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”
Memikirkan pergantian siang dan malam, mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptaanya bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan bumi, pergantiang siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Tuhan tidaklah menciptakan semua fenomena  itu dengan sia-sia.[43]
Sementara pada tafsir ayat 191 dijelaskan : salah satu ciri khas bagi orang berakal yang merupakan sifat khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai sebagai makhluk yang memiliki keunggulan dibanding makhluk lain, yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu,  selalu memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu menggambarkan kebesaran Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan  dan banyaknya  nikmat Allah kepadanya. Ia selau mengingat Allah disetiap waktu dan keadaan, baik pada waktu ia  berdiri,duduk atau berbaring. Tidak ada waktu dan keadaan dibiarkan berlalu begitu saja, kecuali diisi dan digunakannya untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Mimikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan kesempurnaan alam dan kekuasaan Allah .
Dengan berulang-ulang direnungkan hal-hal tersebut secara mendalam, sesuai dengan sabda Nabi saw, “ Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah, dan jangan sekali-kali kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat penciptanya, karena bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat Zat-Nya.
Akhirnya setiap orang yang berakal akan mengambil kesimpulan dan berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan akhirat. Maha suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan-bukan yang ditujukan kepada Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang-orang yang tidak beriman. [44]

Itulah sebagian kecil yang bisa digambarkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sebagai  wujud sang Khaliq, manusia yang mau berfikir pasti akan mengimani semua itu, masih banyak sesungguhnya ciptaan-ciptaan Allah yang tidak diungkapkan disini. Dengan melihat,mengamati dan meneliti semua ciptaan Allah dengan akal, nurani yang paling dalam maka manusia akan sampai pada keimanan pada  Allah yang paling dalam.

D.    PENUTUP
o   Agama Islam adalah agama yang mengenalkan Tuhan dengan melalui isi kandungan ayat-ayat al-Qur'an. Kata "Allah " dalam al-Qur'an terulang sebanyak 2698 kali, kemudian dikenal dengan istilah"Al-Asma’ Al-Husna".
o   Ar-Rabb menurut Sebagian ulama berpendapat, “Sesungguhnya ini adalah nama dari Allah Yang Agung, karena kebanyakan orang yang berdoa dengan Nama ini”.
Menurut tafsir Kementerian Agama, kata Rabb dalam bahasa Indonesia adalah “Tuhan”. Kata Rabb di dalam Al-Qur’an disebut 151 kali, yang memiliki arti  pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur, dan yang menumbuhkan makhluknya.
Ibnu Taimiyah membedakan makna Rabb dan Illah. Makna Rabb atau (rububiyyah) adalah sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna Ilah atau (uluhiyyah) dibatasi pada sifat Tuhan sebagai Dzat yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Sedangkan sebagian besar Ulama berpendapat bahwa makna Rabb dan Illah memiliki kesamaan makna yaitu Allah Swt.
o   Mengenal Allah melalui sifat-sifatnya berarti memahami, akan nama-nama sebagaimana yang dijelaskan dalam Al quran yang disebut dengan Asma’ul Husna, dimana dari butiran-butiran nama itu terkandung sifat-sifat Allah yang bisa kita imani, bahkan dianjurkan apabila kita berdoa kepada-Nya untuk selalu menyeru-Nya dengan sifat atau nama-nama yang terbaik itu .
o   Alam seisinya adalah bukti besar kepada manusia tentang wujudnya Allah. Alam sebenarnya adalah dalil bagi mereka tentang adanya Allah. Demikian juga di antara sebab Allah menciptakan alam seisinya. Bukan hanya yang nyata ini yang boleh dilihat oleh manusia tetapi juga alam-alam yang lain. Alam itu adalah tanda akan wujudnya Allah. Allah adalah Khaliq yang mencipta. Alam adalah makhluk yang dicipta. Ada alam maka sudah tentu ada Allah yang menjadikan.




DAFTAR BACAN
1.      M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al Quran,
2.      M. Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur'an, dalam bentuk Ebook yang disusun oleh M. Arifin, S.Kom, M.A.
3.      M.Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an :Fungsi Al-Qur’an dan peranan wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung : PT.Mizan Pustaka, 2009
4.      Mohamad Saifullah, Fiqih Islam Lengkap,; Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya: Terbit Terang, 2005
5.      Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, tahun 2010
6.      Departemen RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang Disempurnakan, Jilid 1 tahun 2006
7.      Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah.
8.      Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah
9.      Ibnu hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
10.  Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adhim, Maktabah Syamilah.
11.  Perbedaan anggapan tentang Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam al Qur'an (QS. Al-Shaffat: 158), (QS.  Al-Isra': 40) dan (QS. Al-Zumar: 3). 
12. Rusyda ummu madina, Makalah, Mengenal Allah, Nama Dan Sifat-  
13.  Sifatnya,MTRI Parry park 18 maret 2015
14.  Asri Anggun S, Konsep Ketuhanan dalam Islam,  http://asrianggun2012 .blogspot. com  2012  .makalah-konsep-ketuhanan.html, 20 September 2016,  Pukul 20.42 WIB.
15.  Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
16.  Al-Sirah al-Nabawiyyah  karya Ibnu Hisyam dalam kompilasi Ibnu Ishaq
17.  M.Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an : Bandung : PT. Mizan Pustaka 1998.
18.  Dr. Jerald F. Dirk , Salib di Bulan Sabib. Bandung : Serambi, 2006.
19.  Syeikh Muhammad , Abduh, Risalah al-Tawhîd, Beirut-Lebanon: Dar Ibn Hazm, cet.I, 2001.
20.  Al-Aridli, Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
21.  Al-Asqalani, Ibnu hajar, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
22.  Beheshti, Muhammad Husaini, Metafisika Al-Qur'an, (Edisi Terjamahan dari God in The Quran: A Metapysical Study),  Bandung: Penerbit Arasyi, 2003.
23.  Dzulhad, Qosim Nursheha, artikel berjudul Konsep Kata Allah dalam Wacana Keagamaan, artikel ini kami browsing dari www. kampusislam. com
24.  Hisyam, Ibnu, Al Sirah Al Nabawiyah, dalam kompilasi Ibnu Ishaq.
25.  Katsir, Ibnu, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adhim, Maktabah Syamilah.
26.  Muslim, Imam, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah.
27.  Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur'an, Bandung: Penerbit  Pustaka, 1996.
28.  Saifullah, Mohamad, Fiqih Islam Lengkap, Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya: Terbit Terang, 2005.




[1]  M. Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur'an, dalam bentuk Ebook yang disusun oleh
    M.Arifin, S.Kom, M.A.
[2]  Mohamad Saifullah, Fiqih Islam Lengkap,; Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam dengan
   Berbagai Permasalahannya, Surabaya: Terbit Terang, 2005, hal. 25.
[3]  Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 1
[4]  Ibid, hal 621
[5]  Ibid, hal 185
[6]  Ibid, hal 785
[7]   Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 922
[8]   M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al  
    Quran,hal.3
[9]   M. Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur'an, dalam bentuk Ebook yang disusun oleh M.
     Arifin, S.Kom, M.A.
[10]  Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah.
[11]  Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah.
[12]  Ibnu hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
[13]  Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adhim, Maktabah Syamilah.
[14]  M. Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur'an, dalam bentuk Ebook yang disusun oleh M.
     Arifin, S.Kom, M.A.
[15]  Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI . tahun 2010,hal 904
[16]  M. Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur'an, dalam bentuk Ebook yang disusun oleh
     M.Arifin, S.Kom, M.A.
[17]  Perbedaan anggapan tentang Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam al Qur'an (QS. l-
     Shaffat: 158), (QS.  Al-Isra': 40) dan (QS. Al-Zumar: 3). 
[18]   Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 634
[19]  Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, tahun 2010, hal 323
[20]  Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, tahun 2010, hal 565
[21]  Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 96
[22]  Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang Disempurnakan, Jilid 1
     tahun  2006, hal 8
[23]  Kementerian Agama RI , Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 75
[24]  Ibid , hal 521
[25]  Ibid , hal 323
[26]  Kementerian Agama RI , Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010,hal 487
[27]  Ibid , hal 408
[28]  Ibid , hal 75
[29]  M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi, Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
     Quran,hal.5
[30]  M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
     Quran, hal.6
[31]  Rusyda ummu madina, Makalah, Mengenal Allah, Nama Dan Sifat-
    Sifatnya,MTRI Parry park 18 maret 2015
[32]  Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya , tahun 2010, hal 618
[33]  Ibid , hal 234
[34]  Ibid , hal 400
[35]  Ibid , hal 800
[36]  M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
     Quran,hal.xxxvi
[37] Agung, Konsep Ketuhanan Dalam Islam,  http://agungsukses.wordpress.com/       2008/07/24/ konsep-ketuhanan-  dalam-islam/ , 02   Oktober 2016, Pukul 20.03 WIB.
[38]  Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 336
[39]  Asri Anggun S, Konsep Ketuhanan dalam Islam,   http://asrianggun2012.blogspot.com
     2012 .makalah-konsep- ketuhanan.html, 20 September 2016,  Pukul 20.42 WIB.
[40]  Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 651
[41]  Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 96
[42]  Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang Disempurnakan, Jilid 1
      tahun 2006, hal 93.
[43]  Ibid , hal 94
[44]  Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang Disempurnakan, Jilid 1
     tahun 2006, hal 95

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN HASIL RISET TENTANG MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK MELALUI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DI MIS KURIPAN KIDUL

A.     PENDAHULUAN Sejak  bayi  anak  berkembang  secara  fisik,  mental,  sosial,  dan  emosional.  Kemampuan  anak berjalan,  berbicara...