A.
PENDAHULUAN
Keberadaan alam semesta yang ada sekarang ini
tidak ada dengan begitu saja, tanpa ada yang mengadakan. Semua umat manusia
-kecuali orang atheis- mempercayai adanya Tuhan sebagai Pencipta yang sekaligus
mengatur alam raya ini. Karena ini merupakan sebuah fitrah yang dimiliki
manusia (Ar-Rum:30)
Selain itu ada orang-orang Hindu yang menyakini bahwa dewa-dewa dianggap
sebagai tuhan-tuhan mereka. Hal itu terlihat dalam Hikayat Mahabarata.
Masyarakat Mesir tidak terkecuali, mereka menyakini adanya Dewa Iziz, Dewi
Oziris dan yang tertinggi adalah Ra'. Masyarakat Persia pun demikian
menyakini bahwa ada tuhan Gelap dan Tuhan Terang.[1]
Islam menitik beratkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Maha Yang Tunggal dan Kuasa (tauhid). Allah itu
wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha penyayang. Menurut al-Qur'an
terdapat 99 Nama Allah asma'ul husna artinya nama-nama yang paling baik, yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu
pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Diantara 99 nama Allah
tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha
Pengasih" (ar-rahman) dan Maha Penyayang (ar-rahim).
Dalam kitab suci Al Qur'an datang dengan membawa
ajaran tauhid untuk meluruskan keyakinan yang salah. Sebagaimana tujuan
diturunkannya al-qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia. Dimana al Qur'an
mengarahkan kita kepada tujuan hidup yang benar dan mampu membebaskan diri dari
kegelapan menuju terang benderang.[2]
B.
PERMASALAHAN
Dari
pendahuluan yang di ketengahkan tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam
makalah ini adalah :
1.
Bagaimana
Konsep Ketuhanan dalam Al Quran ?
2.
Apa
pengertian Rabb dan Ilah ?
3.
Bagaimana
Cara kita Mengenal Allah ?
C.
PEMBAHASAN
1.
Konsep Ketuhanan dalam Al Quran
Dalam Al-qur’an
konsep Tuhan yang kita kenal dengan nama asmaul husna atau 99 nama Allah, yang memiliki
makna berbeda-beda.
Di dalam al-quranpun terdapat ayat-ayat
yang menjelaskan istilah yang menyebutkan Allah, diantaranya :
a. Surat Al-Fatihah
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Artinya :
Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan(rabbi)
semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang
menguasai di hari Pembalasan.[3]
Dalam surat Al-fatihah, Tuhan disebut
dengan Arrahman dan Arrahim yang artinya adalah Maha pemurah dan penyayang,
dalam hal ini arti kata pemurah maksudnya adalah Allah bersifat welas asih
sehingga melimpahkan karunianya kepada seluruh hambanya. Sedangkan makna dari
arrahim yang memberikan pengertian bahwa Allah adalah selalu sayang atau
penyayang dan melimpahkan rahmatnya kepada semua makhluknya.
b. Surat Fathir ayat 30
لِيُوَفِّيَهُمْ
أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
Artinya :
Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[4]
Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[4]
c. Surat Al-An’aam ayat 83
وَتِلْكَ
حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ
نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Artinya :
Dan Itulah keterangan kami yang kami
berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. kami tinggikan derajad siapa
yang kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana Maha Mengetahui.[5]
d. Al-Hadid ayat 1-3
سَبَّحَ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ لَهُ
مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
Artinya :
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada
Allah. Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Milik-Nyalah
kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang
Bathin dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.[6]
e. Surat
Al-Ikhlas
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَد اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Artinya :
Katakanlah (Muhammad), "Dia-lah
Allah, yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah)
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia.[7]
Agama Islam adalah agama yang mengenalkan Tuhan dengan
melalui isi kandungan ayat-ayat al-Qur'an. Kata "Allah " dalam al-Qur'an
terulang sebanyak 2698 kali[8].
Belum lagi kata-kata semacam wahid, ahad,ar-Rabb, Al-Ilah atau
kalimat yang menafikan adanya sekutu bagi-Nya dalam perbuatan atau wewenang
menetapkan hukum atatu kewajaran beribadah kepada selain-Nya serta penegasian
lain yang semuanya mengarah kepada penjelesan tentang tauhid.[9]
Dari kata-kata tersebut yang kembali pada
Tuhan kemudian dikenal dengan istilah"Al-Asma’ Al-Husna".
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأَسْمَاء الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (24)
"Dialah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang
indah.Apa yang di langit dan bumi bertasbih kepada-Nya. dan Dialah yang Maha
Perkasa Maha Bijaksana."
Menurut
jumhur ulama jumlahnya ada 99. Ini berdasarkan hadits:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لِلَّهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ اسْمًا مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَإِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
"Rasulullah
bersabda: Allah mempunyai 99 nama, bagi siapa yang menjaganya maka dia masuk
surga, dan sesungguhnya Allah itu ganjil, maka Allah menyukai sesuatu
yang ganjil."(HR. Muslim)[10]
حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ
الْأَعْرَجُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا
وَاحِدًا إِنَّهُ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَهِيَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْأَوَّلُ الْآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ
الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْمَلِكُ الْحَقُّ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ
الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْعَلِيمُ الْعَظِيمُ الْبَارُّ
الْمُتْعَالِ الْجَلِيلُ الْجَمِيلُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ الْقَادِرُ الْقَاهِرُ
الْعَلِيُّ الْحَكِيمُ الْقَرِيبُ الْمُجِيبُ الْغَنِيُّ الْوَهَّابُ الْوَدُودُ
الشَّكُورُ الْمَاجِدُ الْوَاجِدُ الْوَالِي الرَّاشِدُ الْعَفُوُّ الْغَفُورُ
الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ التَّوَّابُ الرَّبُّ الْمَجِيدُ الْوَلِيُّ الشَّهِيدُ
الْمُبِينُ الْبُرْهَانُ الرَّءُوفُ الرَّحِيمُ الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْبَاعِثُ
الْوَارِثُ الْقَوِيُّ الشَّدِيدُ الضَّارُّ النَّافِعُ الْبَاقِي الْوَاقِي
الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ الْمُقْسِطُ
الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ الْقَائِمُ الدَّائِمُ الْحَافِظُ
الْوَكِيلُ الْفَاطِرُ السَّامِعُ الْمُعْطِي الْمُحْيِي الْمُمِيتُ الْمَانِعُ
الْجَامِعُ الْهَادِي الْكَافِي الْأَبَدُ الْعَالِمُ الصَّادِقُ النُّورُ
الْمُنِيرُ التَّامُّ الْقَدِيمُ الْوِتْرُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Sebenarnya dalam masalah jumlah "Al-Asma'ul
Al-Husna" ini ada perbedaan,. Itu dikuatkan dengan adanya pendapat
yang diambil oleh Ibnu Al-'Arabi dari sebagian ahli sufi dalam kitab Syarah
Al-Tirmidzi, bahwa Allah mempunyai seribu nama dan Rasul-Nya juga mempunyai
seribu nama. [12]
Ini berbeda dengan pendapat yang disebutkan oleh
Fakhruddin Al-Razi dalam tafsirnya dari sebagian golongan, menyatakan bahwa
Allah mempunyai 5000 (lima ribu) Nama: Seribu di terdapat
di dalam Al-Qur'an dan Hadits Shahih, Seribu di kitab
Taurat, Seribu di Kitab Injil, Seribu di
kitab Zabur dan Seribu di Al-Lauh Al-Mahfudz. [13]
Uraian al-Qur’an tentang Tuhan kepada umat Nabi
Muhammad Saw dimulai dengan pengenalan tentang dan sifat-Nya. Ini terlihat
secara jelas ketika wahyu pertama turun.[14]
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
(2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
"Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya."(QS. Al-'Alaq: 1-5)[15]
Dalam rangkaian ayat-ayat yang terdapat di dalam
wahyu pertama kali turun menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka (Tuhanmu),
bukan kata "Allah". Hal ini menggarisbawahi bahwa wujud Tuhan
Yang Maha Esa dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya.
Dari satu sisi memang dikenal satu ungkapan yang
oleh sementara pakar dinilai sebagai Hadis Qudsi yang berbunyi:[16]
"Aku adalah sesuatu yang tersembunyi, Aku
berkehendak untuk dikenal, maka Ku ciptakan makhluk agar mereka
mengenal-Ku".
Di sisi lain, tidak
digunakannya kata" Allah" pada wahyu-wahyu awal itu adalah dalam
rangka meluruskan keyakinan kaum musyrik, karena mereka juga menggunakan kata
"Allah" untuk menunjuk kepada Tuhan, namun keyakinan mereka tentang
Allah berbeda dengan keyakinan yang diajarkan oleh Islam.[17]
Dari kekeliuran-kekeliuran tersebut, al-Qur'an
melakukan pelurusan-pelurusan yang dipaparkannya dengan
berbagai gaya bahasa, cara dan bukti. Sekali dengan pernyataan yang
didahului dengan sumpah, misalnya:
وَالصَّافَّاتِ صَفًّا (1) فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا (2) فَالتَّالِيَاتِ
ذِكْرًا (3) إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ (4) رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِقِ (5)
"Demi
(rombongan) yang berbaris bershaf-shaf, demi
(rombongan) yang mencegah dengan sungguh-sungguh, demi (rombongan) yang membacakan pelajaran,
Sesungguh Tuhanmu
benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya
dan Tuhan tempat-tempat terbitnya matahari."(QS. As-Shaffat:
1-5).[18]
Dalam
ayat lain diajukan pertanyaan yang mengandung kecaman, seperti:
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ
الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39)
"Wahai kedua penghuni
penjara! manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah
yang Maha Esa, Maha Perkasa?", (QS. Yusuf: 39)[19]
Dan juga al-Qur'an menggunakan
perumpamaan, seperti:
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ
الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ
الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (41)
"Perumpamaan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.
dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba sekiranya
mereka Mengetahui." (QS Al-'Ankabut: 41)[20]
Ayat ini memberi perumpamaan mengenai orang-orang yang meminta perlindungan
kepada selain Allah, sebagai serangga yang berlindung ke sarang
laba-laba. Serangga itu tentu akan terjerat menjadi mangsa laba-laba, dan
bukannya terlindungi olehnya. Bahkan jangankan serangga yang berlainan
jenisnya, yang satu jenis pun seperti jantan laba-laba, berusaha diterkam oleh
laba-laba betina begitu mereka selesai berhubungan seks. Kemudian telur-telur
laba-laba yang baru saja menetas, saling tindih-metindih sehingga yang menjadi
korban adalah yang tertindih.
2.
Pengertian Rabb dan Ilah
Pendidikan dalam bahasa Arab adalah "Tarbiyah", sedang
pendidik , pengatur adalah "murabbi". Tarbiyah dan murabbi ini
memiliki akar kata yang sama dengan Ar-Rabb. Berikut ini beberapa
penjelasannya,
والرب: المصلح والمدبر والجابر والقائم.
Dan “Ar-Rabb” artinya adalah yang melakukan perbaikan,
yang mengelola, yang memaksa dan yang selalu mengurusi.
Sebagian ulama berpendapat, “Sesungguhnya ini adalah nama dari
Nama Allah Yang Agung, karena kebanyakan doa orang yang berdoa adalah dengan
Nama ini, serta inilah yang dimaksudkan di dalam Al-Quran sebagaimana yang
terdapat dalam akhir – akhir surat Ali Imran 193:
رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا
بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا
سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ
Artinya :
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang
yang menyeru kepada iman, “Berimanlah kamu kepada Tuhan mu”, maka kami pun
beriman,Ya Tuhan kami, ampunilah dosa – dosa kami, dan hapuskanlah
kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang – orang yang berbakti”.[21]
Apabila huruf “alif” dan “lam” masuk pada kalimat “rabb” maka ini
dikhususkan untuk Allah, karena sesungguhnya ini menunjukkan kesempurnaan, dan
apabila kita buang maka ini bisa disifatkan untuk Allah atau untuk hamba-Nya,
maka dikatakan, “Allah adalah pemelihara para hamba-Nya”, oleh karena itu Allah
Yang Maha Suci adalah Tuhan para pemelihara, Maha Raja yang merajai para raja,
dan Dia-lah yang menciptakan mereka semua dan memberi rezekinya, dan semua
pemelihara selain-Nya adalah bukan Maha Pencipta serta bukan pula Maha Pemberi
rezeki, dan semua para raja ketika sesudah tidak lagi menjadi raja maka akan
dikuasai, serta kekuasaan akan dicabut dari tangannya.
Dalam
Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI tahun 2006 jilid satu ditemukan penjelasan bahwa Kata
Rabb secara etimologi berarti “pemelihara”, “pendidik”, “pengasuh”, “pengatur”,
dan “yang menumbuhkan”, Kata Rabb biasa dipakai sebagai salah satu nama
Tuhan,karena Tuhanlah yang secara hakiki sebagai pemelihara, pendidik,
pengasuh, pengatur, dan yang menumbuhkan makhluknya. Oleh sebab itu,kata Rabb
biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata “Tuhan”. Kata Rabb di
dalam Al-Qur’an disebut 151 kali. [22]
Dewasa ini berkembang pandangan pembagian Tauhid menjadi tiga,
yakni Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid al-Asma’ wal al-Shifat.
Bahkan pradigma Tauhid menjadi tiga tersebut, kini juga masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah
aguma akidah dan akhlak yang diajarkan di sana. Oleh karena itu, disini perlu
dipaparkan bagaimana sebenarnya pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut.
Pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid
Ululiyyah dan Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, belum pernah dikatakan oleh
seorangpun sebelum masa Ibn Taimiyah. Rasulullah Saw juga tidak pernah berkata
kepada seseorang yang masuk Islam, bahwa di sana ada dua macam Tauhid dan kamu
tidak akan menjadi Muslim sebelum bertauhid dengan Tauhid Uluhiyyah.
Rasulullah Saw juga tidak pernah mengisyaratkan hal tersebut
meskipun hanya dengan satu kalimat. Bahkan tak seorangpun dari kalangan ulama
salaf atau para imam yang menjadi panutan yang mengisyaratkan terhadap
pembagian tauhid tersebut. Hingga akhirnya datang Ibnu Taimiyah pada abad
ketujuh Hijriah yang menetapkan konsep pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu :
1)
Tauhid Rububiyyah, yaitu pengakuan bahwa yang menciptakan,
memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja. Menurut
Ibn Taimiyah, Tauhid Rububiyyah ini telah diyakini oleh semua orang, baik
orang-orang Musyrik maupun orang-orang Mukmin.
2)
Tauhid Uluhiyyah, yaitu pelaksanaan ibadah yang hanya ditujukan
kepada Allah. Ibn Taimiyah berkata, “Ilah (Tuhan) yang haqq adalah yang berhak
untuk disembah. Sedangkan Tauhid adalah beribadah kepada Allah semata tanpa
mempersekutukan-Nya.
3)
Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, yaitu menetapkan hakikat nama-nama
dan sifat-sifat Allah sesuai dengan arti literal (zhahir)nya yang telah dikenal
di kalangan manusia.
Pandangan Ibn Taimiyah yang membagi Tauhid menjadi tiga
tersebut kemudian diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab perintis ajaran
Wahabi. Dalam pembagian tersebut, Ibn Taimiyah membatasi makna Rabb atau
rububiyyah terhadap sifat Tuhan sebagai pencipta, pemilik dan pengatur langit,
bumi dan seisinya. Sedangkan makna Ilah atau uluhiyyah dibatasi pada sifat
Tuhan sebagai Dzat yang berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam
beribadah.
Tentu saja, pembagian Tauhid menjadi tiga tadi serta
pembatasan makna-maknanya tidak rasional dan bertentangan dengan dalil-dalil
Al-Qur’an, Hadits dan pendapat seluruh ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Ayat-ayat
al-Qur’an , hadits-hadits dan pernyataan para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah
tidak ada yang membedakan antara makna Rabb dan makna Ilah. Bahkan dalil-dalil
Al-qur’an dan Hadits mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara
Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Allah SWT berfirman :
وَلا يَأْمُرَكُمْ
أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ
بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
artinya, “Dan tidak mungkin pula baginya menyuruh kamu
menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah patut dia menyuruh kamu
menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim” (QS Ali-Imran : 80) [23]
Ayat diatas menegaskan bahwa orang-orang Musyrik mengakui adanya
Arbab (tuhan-tuhan) selain Allah seperti Malaikat dan para Nabi. Dengan
demikian berarti orang-orang Musyrik tersebut tidak mengakui Tauhid Rububiyyah.
Sementara, Konsep Ibn Taimiyah yang menyatakan bahwa orang-orang kafir
sebenarnya mengakui Tauhid Rububiyyah, akan semakin fatal apabila kita
memperhatikan pengakuan orang-orang kafir sendiri kelak di hari kiamat seperti
yang dijelaskan dalam al-Qur’an :
تَاللَّهِ إِنْ
كُنَّا لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya, “ Demi
Allah, sungguh kita dahulu di dunia dalam kesesatan yang nyata, karena kita
mempersamakan kamu (berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh alam” QS Asy
Syu’ara :97-98)[24]
Ayat
tersebut menceritakan tentang penyesalan orang-orang kafir di Akhirat dan
pengakuan mereka yang tidak mengakui Tauhid Rububiyyah, dengan menjadikan
berhala-berhala sebagai arbab (tuhan-tuhan). Pendapat Ibnu Taimiyah yang
mengkhususkan kata Uluhiyyah terhadap makna ibadah bertentangan pula dengan
ayat berikut ini yang :
يَا صَاحِبَيِ
السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ
الْقَهَّارمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ
وَآبَاؤُكُمْ
Artinya :
“Hai kedua
penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam itu, ataukah
Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah
kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya”
(QS. Yusuf : 39-40)[25]
Ayat di atas menjelaskan, bagaimana kedua penghuni
penjara itu tidak mengakui Tauhid Rububiyyah dan menyembah-nyembah tuhan-tuhan
(arbab) selain Allah. Disamping itu, ayat berikutnya menghubungkan ibadah
dengan Rububiyyah, bukan Uluhiyyah, sehingga dapat disimpulkan konotasi makna
Rububiyyah itu pada dasarnya sama dengan Uluhiyyah.
Dalam surat al-Kahfi, mengisahkan pengakuan seorang
Mukmin yang tidak melanggar Tauhid Rububiyyah dan seorang kafir yang mengakui
telah melanggar Tauhid Rububiyyah.
Orang Mukmin tersebut berkata:
لَكِنَّا هُوَ
اللَّهُ رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
Artinya : “tetapi aku (percaya bahwa): dialah Allah,
Tuhanku, dan Aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku” QS al
Kahfi : 38)[26]
Sedangkan orang kafir tersebut berkata :
يَا لَيْتَنِي لَمْ
أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
Artinya: “Aduhai kiranya dulu aku tidak
mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku” (QS al Kahfi : 42)[27]
Kedua ayat di atas memberikan kesimpulan bahwa antara
Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah ada keterkaitan yang sangat erat.
Disamping itu, ayat kedua di atas membatalkan pandangan Ibn Taimiyah yang
menyatakan bahwa orang-orang Musyrik mengakui Tauhid Rububiyyah. Justru dalam
ayat tersebut, orang Musyrik sendiri mengakui kalau telah melanggar Tauhid
Rububiyyah.
Kedudukan Allah Subhanahu Wata'ala adalah sebagai Rabb
(yang mengatur) Semesta Alam sedangkan kedudukan para Nabi dan rasul adalah
Rabb (yang mengatur, melakukan perbaikan) daerah sekeliling mereka, khususnya
dalam bidang akhlaq, namun terbatas pada mengingatkan dan mengajarkan saja.
sebagaimana perintah Allah Subhanahu Wata'ala dalam Al Quran Surah Ali 'Imran :
79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ
أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ
لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا
رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ
تَدْرُسُونَ
Artinya :
" Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi dia berkata:
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya" [28]
Para
ulama pakar bahasa mendiskusikan kata Allah-Ilah diantaranya adalah, sekian
banyak ulama berpendapat bahwa kata Allah tidak terambil dari satu akar kata
tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada zat yang wajib wujud-Nya,
yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan yang kepada-Nya seharusnya
seluruh makhluk mengabdi dan bermohon. Banyak ulama berpendapat bahwa kata
Allah asalnya adalah Ilah, yang dibubuhi huruf alif dan lam dan dengan demikian
Allah merupakan nama kusus yang tidak dikenal jamaknya. Sedangkan Ilah adalah
nama yang bersifat umum dan dapat berbentuk jamak.[29]
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa Ilah yang darinya
terbentuk kata Allah, berakar dari kata
Al-Llahah,Al-uluhah, dan al-uluhiyah yang kesemuanya yang menurut mereka bermakna
ibadah/penyembahan, sehingga Allah secara harfiah bermakna Yang disembah. Ada
juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berakar dari kata alaha dalam arti
mengherankan atau menkjubkan karena segala perbuatan/ciptaan-Nya menakjubkan.
Ada juga yang berpendapat bahwa kata Allah
terambil dari akar kata Aliha Ya’luhu yang berarti tenang, karena hati
menjadi tenang bersama-Nya, atau dalam arti
menuju dan bermohon, karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya
dan kepada-Nya jua makhluk bermohon.[30]
3.
Cara Mengenal Allah
a.
Melalui Sifat-sifatnya
Banyak orang mengaku
mengenal Allah SWT, tetapi kebanyakan dari mereka tanpa disadari tidak
mempunyai rasa cinta kepada Allah SWT. Sebagai bukti, mereka telah banyak
melanggar perintah- perintah dan larangan- larangan Allah SWT. Umumnya sekarang
manusia cukup mengenal Allah SWT hanya sebatas pada saat berada di masjid, di
majelis dzikir, atau di majelis ilmu. Atau mengenal-Nya ketika tersandung batu,
ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan
kesenangan. Padahal Allah memiliki nama-nama (Al Asma’) dan sifat-sifat
(Ash Shifat). Nama-nama Allah ini sekaligus menunjukkan sifat-Nya. Apa
yang menjadi nama Allah sebenarnya merupakan sifat yang ada pada
diri-Nya. Semua nama dan sifat ini menunjukkan ke Maha sempurnaan-Nya. Dan
ini yang sering dilupakan. Ada ibarat tak kenal maka tak sayang. Mengimani
sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Iman kepada Allah.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami Ilmu mengenal Allah
melalui nama- nama dan sifat Allah SWT.[31]
Allah
memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya melalui pengertian tentang asma-asma
dan sifat-sifat, dan itulah pintu yang langsung mengantarkan hati kepada
mengenal Allah, yang menggerakkan tenaga tanggapan merasai kebenaran dan cinta
Allah dan yang membentangkan di hadapan rohani lapangan luas untuk menyaksikan
dan mengenal dengan seyakin-yakinnya akan Nur dan kebesaran Allah.
Mengenal ALLAH Melalui Asma Ul Husna dari
Buku Menyingkap Tabir Ilahi Prof. DR. M. Quraish Shihab
Manusia betapapun kuasa dan kuatnya pasti suatu ketika
mengalami ketakutan,kecemasan dan keperluan. Memang pada saat kekuasaan dan
kekuatan itu menyertainya, banyak yang tidak merasakan sedikit keperluan
pun, tetapi ketika kekuasaan dan kekuatan meninggalkannya, ia merasa takut atau
cemas dan pada saat itu ia memperlukan‘sesuatu’ yang mampu menghilangkan
ketakutan dan kecemasannya itu. Boleh jadi pada tahap awal ia mencari ‘sesuatu’
itu pada makhluk, tetapi jika keperluannya tidak terpenuhi, pastilah pada
akhirnya ia akan mencari dan bertemu dengan kekuatan yang berada di luar
alam raya. Itulah Tuhan dengan bermacam-macam nama yang disandang- Nya.
Dialah yang di yakini dapat memenuhi keperluan manusia, menutupi kekuarangannya,
menghilangkan kecemasannya dan sebagainya yang merupakan keperluan makhluk. Apa
yang dikemukakan di atas, disahkan oleh Al Quran antara lain dengan firmanNya
:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ
وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Artinya :
wahai
manusia, kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS.Al Fathir 35: 15).[32]
Dari
Alquran dapat ditemukan uraian yang lebih rinci. Terdapat beberapa ayat yang
menggunakan redaksi Al Asma AlHusna diantaranya :
1) Surat Al A’raf
180
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا
الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya :
“Dan Allah memiliki asmaulhusna (nama-nama yang terbaik), maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya.Mereka kelak akan mendapat
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjaka”.[33]
2) Surat Al Isra 110
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا
فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا
وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا
Artinya :
Katakanlah (Muhammad): "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru,karena Dia mempunyai nama-nama
yang terbaik ( asmaaulhusna)
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"[34]
3) Al Hashr 24
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ
السَّلامُ الْمُؤْمِن الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ
سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونُ
Artinya :
“Dialah Allah Yang menciptakan, yang mengadakan,
yangmembentuk rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah,apa yang dilangit dan di
bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah yang maha Mahaperkasa, Maha bijaksana”[35]
Kata Al-Asma adalah bentuk jamak dari kata Al-Ism yang biasa
diterjemahkan dengan “nama”. Ia berakar dari kata assumu yang berarti
ketinggian,atau assimah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi
sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. Kata Alhusna adalah bentuk
muannats/feminin dari kata ahsan yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama
Allah dengan kata yang terbentuk superlatif ini, menunjukkan bahwa nama-nama
tersebut bukan saja baik, tetapi juga yang terbaik bila dibandingkan dengan
yang baik lainnya.[36]
Dengan demikian mengenal Allah melalui sifat-sifatnya berarti
memahami, akan nama-nama sebagaimana yang dijelaskan dalam Al quran yang
disebut dengan Asma’ul Husna, dimana dari butiran-butiran nama itu terkandung
sifat-sifat Allah yang bisa kita imani, bahkan kita dianjurkan apabila kita
berdoa kepada-Nya untuk selalu menyeru-Nya dengan sifat atau nama-nama yang
terbaik itu .
b.
Melalui ciptaannya
Allah tidak
menciptakan sesuatu itu dengan sia-sia. Semua ada sebabnya. Semua ada gunanya.
Semua ada hikmahnya. Terpulang kepada manusia untuk mencari sebabnya, gunanya
dan hikmahnya itu. Allah hamparkan bumi ini dan mencipta segala sesuatu di
dalamnya bukan semata-mata untuk manusia hidup dan berkembang biak di atasnya
serta menggunakan segala khazanah kekayaan-Nya. Yang lebih penting, ia
bertujuan supaya manusia dapat melihat secara zahir akan alam ciptaan Allah
ini. Ia adalah bukti besar kepada manusia tentang wujudnya Allah. Alam
sebenarnya adalah dalil bagi mereka tentang adanya Allah. Demikian juga di antara
sebab Allah mencipta sekalian alam. Bukan hanya alam syahadah atau alam yang nyata
ini yang boleh dilihat oleh manusia tetapi juga alam-alam yang lain. Alam itu
adalah alamat atau tanda akan wujudnya Allah. Segala apa yang Allah cipta itu
ialah alam. Hakikat kewujudan ini hanya ada dua. Satu Allah dan satu alam.
Allah adalah Khaliq yang mencipta. Alam adalah makhluk yang dicipta. Ada alam
maka sudah tentu ada Allah yang menjadikan.
Ismail
Raj’I Al-Faruqi mengatakan :
Prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt,
hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi, dan transeden. Tidak selamanya mutlak Esa
dan tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan, berdimensi ruang
dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin, malaikat langit
dan bumi, surga dan neraka. Adanya alam
semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa
rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu
kekuatan yang telah menciptakannya.
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada
dan percaya pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang
eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya penciptaan
alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya adanya makhluk, tetapi
menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.[37]
Kita
belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak adanya tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan
pencipta itu tiada lain adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai
pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini adalah Allah Swt. Allah berfirman
:
وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الأرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا
وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ
النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya :
Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan
gunung-gunung dan sungai-sungai diatasnya. Dan Padanya Dia menjadikan
semua buah-buahan berpasang-pasangan.
Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang dimikan itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.(Ar.Ra’du.3)[38]
Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit
saperti banyaknya butiran pasir yang ada di pantai seluruh dunia. Benda ala
yang dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dengan bumi sekitar 240.000
mil, yang bergerak mengelilingi bumi, dan menyelesaikan setiap edaranya selama
20 hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari
matahari berputar dari porosnya dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh
garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Dan sembilan
planet tata surya termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan
yang luar biasa. Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia
beredar bersama dengan planet-planet dan asteroid-asteroid mengelilingi garis
edarnya dengan kecepatan 600.00 mil perjam. Disamping itu masih ada ribuan
sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau
galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya.
Galaxy sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya
sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya. Logika manusia memperhatikan sistem yang
luar biasa dan organisasi yang teliti. Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya
ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan akan menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya
itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang membuat dan mengendalikan semuanya
itu, kekuatan maha besar itu adalah Tuhan.[39] Allah berfirman :
وَمَا
خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ
الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ
Artinya :
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan
apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir;
maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.
(Shâd/38:27).[40]
Firman Allah yang lain
adalah :
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ * الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا
وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
Artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab
neraka.”(Ali ‘Imran/3:190-191)[41]
Kata Ulil-Albab pada ayat
190 diatas dapat dilihat penjelasannya pada Al-Qur’an dan tafsirnya Departemen
Agama RI bahwa Istilah ulul-Albab terdiri daridua kata, yaitu
ulu dan al-albab. Yang pertama merupakan bentuk jamak yang bermakna zawu
(mereka yang mempunyai). Sedang yang kedua (al-albab) merupakan bentuk jamak
dari lub, yang artinya “inti sari”atau “saripati sesuatu”. Kacang misalnya,
benda ini memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang yang diselubungi
kulit itu disebut dengan lu. Ulul-Albab secara harfiyah bermakna “ orang-orang
yang mempunyai saripati istimewa dalam dirinya”, yaitu orang-orang yang
memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi kulit, atau ide-ide yang
sering kali memunculkan
kerancuan-kerancuan dalam penalaran atau pendapat yang dicetuskan. Orang yang
mau menggunakan pikirannya untuk merenungkan atau menganalisis fenomena alam
akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan Kekuasaan
Tuhan. [42]
Kementerian Agama dalam
mentafsirkan Surah Ali Imran ayat 190 dikatakan : diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw berkata:
“Wahai Aiysah, saya malam ini beribadah kepada Allah,” Jawab Aisyah r.a.
“Sesunggungnya saya senang jika Rasulullah berada disampingku. Saya senang
melayani kemauan dan kehendaknya,” tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka
bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu, tidak
jauh dari tempatnya lalu salat.
Pada waktu salat beliau menangis sampai air
matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an yang dibacanya.
Setelah salat beliau duduk memuji Allah
dan kembali menanangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya
berdoa dan menangis lagidan air matanya membasahi tanah. Setelah Bilal datang
untuk azan subuh dan melihat Rasulullah menangis,ia bertanya “Wahai
Rasulullah!mengapa Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa
Rasulullah baik yang terdahulu maupun akan datang?”Nabi menjawab, “ Apakah saya
ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersukur kepada Allah?Dan
Bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah telah menurunkan ayat
kepadaku. Selanjutnya beliau berkata, “Alangkah rugi dancelakanya orang-orang
yang membaca ini dn tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”
Memikirkan pergantian siang dan malam,
mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan
sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptaanya
bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan bumi,
pergantiang siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-waktu
tertentu bagi kehidupan manusia merupan satu tantangan tersendiri bagi kaum
intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik
fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Tuhan tidaklah
menciptakan semua fenomena itu dengan
sia-sia.[43]
Sementara pada tafsir ayat
191 dijelaskan : salah satu ciri khas bagi orang berakal yang
merupakan sifat khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai sebagai makhluk yang
memiliki keunggulan dibanding makhluk lain, yaitu apabila ia memperhatikan
sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan
faedah, ia selalu menggambarkan kebesaran Allah, mengingat dan mengenang
kebijaksanaan, keutamaan dan
banyaknya nikmat Allah kepadanya. Ia
selau mengingat Allah disetiap waktu dan keadaan, baik pada waktu ia berdiri,duduk atau berbaring. Tidak ada waktu
dan keadaan dibiarkan berlalu begitu saja, kecuali diisi dan digunakannya untuk
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Mimikirkan keajaiban-keajaiban
yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan kesempurnaan alam dan kekuasaan
Allah .
Dengan berulang-ulang direnungkan hal-hal
tersebut secara mendalam, sesuai dengan sabda Nabi saw, “ Pikirkan dan
renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah, dan jangan sekali-kali
kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat penciptanya, karena
bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat
Zat-Nya.
Akhirnya setiap orang yang berakal akan
mengambil kesimpulan dan berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan
ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia, tidak
mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan tertentu yang akan membahagiakan kami
di dunia dan akhirat. Maha suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang
bukan-bukan yang ditujukan kepada Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api
neraka yang telah disediakan bagi orang-orang yang tidak beriman. [44]
Itulah sebagian kecil yang
bisa digambarkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sebagai wujud sang Khaliq, manusia yang mau berfikir
pasti akan mengimani semua itu, masih banyak sesungguhnya ciptaan-ciptaan Allah
yang tidak diungkapkan disini. Dengan melihat,mengamati dan meneliti semua
ciptaan Allah dengan akal, nurani yang paling dalam maka manusia akan sampai
pada keimanan pada Allah yang paling dalam.
D.
PENUTUP
o
Agama Islam
adalah agama yang mengenalkan Tuhan dengan melalui isi kandungan ayat-ayat
al-Qur'an. Kata "Allah " dalam al-Qur'an terulang sebanyak 2698 kali, kemudian
dikenal dengan istilah"Al-Asma’ Al-Husna".
o
Ar-Rabb menurut Sebagian ulama berpendapat,
“Sesungguhnya ini adalah nama dari Allah Yang Agung, karena kebanyakan orang
yang berdoa dengan Nama ini”.
Menurut
tafsir Kementerian Agama, kata Rabb
dalam bahasa Indonesia adalah “Tuhan”. Kata Rabb di dalam Al-Qur’an disebut 151
kali, yang memiliki arti pemelihara,
pendidik, pengasuh, pengatur, dan yang menumbuhkan makhluknya.
Ibnu Taimiyah membedakan makna Rabb dan Illah.
Makna Rabb atau (rububiyyah) adalah sifat Tuhan sebagai pencipta,
pemilik dan pengatur langit, bumi dan seisinya. Sedangkan makna Ilah
atau (uluhiyyah) dibatasi pada sifat Tuhan sebagai Dzat yang
berhak untuk disembah dan menjadi tujuan dalam beribadah.
Sedangkan sebagian besar Ulama berpendapat bahwa makna Rabb
dan Illah memiliki
kesamaan makna yaitu Allah Swt.
o
Mengenal
Allah melalui sifat-sifatnya berarti memahami, akan nama-nama sebagaimana yang
dijelaskan dalam Al quran yang disebut dengan Asma’ul Husna, dimana dari
butiran-butiran nama itu terkandung sifat-sifat Allah yang bisa kita imani,
bahkan dianjurkan apabila kita berdoa kepada-Nya untuk selalu menyeru-Nya
dengan sifat atau nama-nama yang terbaik itu .
o
Alam
seisinya adalah bukti besar kepada manusia tentang wujudnya Allah. Alam
sebenarnya adalah dalil bagi mereka tentang adanya Allah. Demikian juga di
antara sebab Allah menciptakan alam seisinya. Bukan hanya yang nyata ini yang
boleh dilihat oleh manusia tetapi juga alam-alam yang lain. Alam itu adalah
tanda akan wujudnya Allah. Allah adalah Khaliq yang mencipta. Alam adalah
makhluk yang dicipta. Ada alam maka sudah tentu ada Allah yang menjadikan.
DAFTAR BACAN
1.
M.
Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
Quran,
2. M. Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur'an,
dalam bentuk Ebook yang disusun oleh M. Arifin, S.Kom, M.A.
3. M.Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an
:Fungsi Al-Qur’an dan peranan wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung :
PT.Mizan Pustaka, 2009
4. Mohamad Saifullah, Fiqih Islam Lengkap,;
Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya:
Terbit Terang, 2005
5.
Al
Quran Dan Terjemahnya, Kementerian
Agama RI, tahun 2010
6.
Departemen
RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang Disempurnakan, Jilid 1 tahun 2006
7.
Imam Muslim, Shahih
Muslim, Maktabah Syamilah.
8. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah,
Maktabah Syamilah
9.
Ibnu hajar
Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
10.
Ibnu Katsir, Tafsir
Al-Qur'an Al-'Adhim, Maktabah Syamilah.
11.
Perbedaan anggapan
tentang Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam al Qur'an (QS. Al-Shaffat:
158), (QS. Al-Isra': 40) dan (QS. Al-Zumar: 3).
12. Rusyda ummu madina, Makalah, Mengenal Allah, Nama Dan Sifat-
13. Sifatnya,MTRI Parry park 18 maret 2015
14.
Asri
Anggun S, Konsep Ketuhanan dalam Islam, http://asrianggun2012
.blogspot. com 2012 .makalah-konsep-ketuhanan.html,
20 September 2016, Pukul 20.42 WIB.
15. Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan Metodologi
Tafsir, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
16. Al-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibnu
Hisyam dalam kompilasi Ibnu Ishaq
17. M.Quraish Shihab, Wawasan Alqur’an :
Bandung : PT. Mizan Pustaka 1998.
18. Dr. Jerald F. Dirk , Salib di Bulan Sabib.
Bandung : Serambi, 2006.
19. Syeikh Muhammad , Abduh, Risalah
al-Tawhîd, Beirut-Lebanon: Dar Ibn Hazm, cet.I, 2001.
20. Al-Aridli, Ali Hasan, Sejarah dan
Metodologi Tafsir, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
21. Al-Asqalani, Ibnu hajar, Fathul Bari
Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
22. Beheshti, Muhammad Husaini, Metafisika
Al-Qur'an, (Edisi Terjamahan dari God in The Quran: A
Metapysical Study), Bandung: Penerbit Arasyi, 2003.
23. Dzulhad, Qosim Nursheha, artikel
berjudul Konsep Kata Allah dalam Wacana Keagamaan, artikel ini kami
browsing dari www. kampusislam. com
24. Hisyam, Ibnu, Al Sirah Al Nabawiyah,
dalam kompilasi Ibnu Ishaq.
25. Katsir, Ibnu, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adhim,
Maktabah Syamilah.
26. Muslim, Imam, Shahih Muslim,
Maktabah Syamilah.
27. Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Qur'an, Bandung:
Penerbit Pustaka, 1996.
28. Saifullah, Mohamad, Fiqih Islam Lengkap,
Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam dengan Berbagai Permasalahannya, Surabaya:
Terbit Terang, 2005.
M.Arifin, S.Kom, M.A.
Berbagai Permasalahannya, Surabaya:
Terbit Terang, 2005, hal. 25.
[3] Kementerian Agama RI, Al Quran Dan
Terjemahnya, tahun 2010, hal 1
[4] Ibid, hal 621
[5] Ibid, hal 185
[6] Ibid, hal 785
[7] Kementerian
Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 922
[8] M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir
Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
Quran,hal.3
Arifin, S.Kom, M.A.
Arifin, S.Kom, M.A.
[15] Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian Agama
RI . tahun 2010,hal 904
M.Arifin, S.Kom, M.A.
Shaffat: 158), (QS. Al-Isra': 40) dan (QS.
Al-Zumar: 3).
[18] Kementerian
Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal 634
[19] Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian
Agama RI, tahun 2010, hal 323
[20] Al Quran Dan Terjemahnya, Kementerian
Agama RI, tahun 2010, hal 565
[21] Kementerian Agama RI, Al Quran Dan
Terjemahnya, tahun 2010, hal 96
[22] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan
Tafsirnya Edisi yang Disempurnakan, Jilid 1
tahun 2006, hal 8
[23] Kementerian Agama RI , Al Quran Dan
Terjemahnya, tahun 2010, hal 75
[24] Ibid , hal 521
[25] Ibid , hal 323
[26] Kementerian Agama RI , Al Quran Dan
Terjemahnya, tahun 2010,hal 487
[27] Ibid , hal 408
[28] Ibid , hal 75
[29] M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir
Illahi, Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
Quran,hal.5
[30] M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir
Illahi,Asma Al Husna Dalam Perspektif Al
Quran, hal.6
Sifatnya,MTRI Parry park 18
maret 2015
[32] Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya , tahun 2010,
hal 618
[36] M. Quraisy Shihab, Menyingkap Tabir Illahi,Asma Al Husna Dalam
Perspektif Al
Quran,hal.xxxvi
[37] Agung, Konsep Ketuhanan Dalam Islam, http://agungsukses.wordpress.com/ 2008/07/24/ konsep-ketuhanan-
dalam-islam/ , 02 Oktober 2016, Pukul 20.03 WIB.
[38] Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal
336
2012 .makalah-konsep- ketuhanan.html, 20
September 2016, Pukul 20.42 WIB.
[40] Kementerian Agama RI, Al Quran Dan
Terjemahnya, tahun 2010, hal 651
[41] Kementerian Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, tahun 2010, hal
96
[42] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang
Disempurnakan, Jilid 1
tahun 2006, hal 93.
[44] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Edisi yang
Disempurnakan, Jilid 1
tahun 2006, hal 95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar